Dewi Perssik yang akademis.
Apa yang terlintas dalam benak kita, ketika mendengar nama Dewi Perssik? Setidaknya ada beberapa hal. Mungkin sosoknya yang seksi dan bahenol, mungkin fenomena dan kontroversi terkait dirinya, mungkin penampilannya yang aduhai, mungkin pula aneka pemberitaan sensasional yang pernah kita baca terkait dirinya.
Ada banyak berita terkait Dewi Perssik, dan kebanyakan bersifat “negatif”. Artinya, yang disodorkan berita-berita itu kebanyakan hal-hal kontroversial, dari perkawinan Dewi Perssik yang gagal, pertengkarannya dengan Julia Perez yang berujung penjara, sampai penampilannya yang dinilai terlalu seksi.
“Bad news is good news”, yang menjadi kredo pemberitaan, memang kerap menjadikan hal-hal negatif atau hal-hal buruk sebagai jualan utama. Termasuk pemberitaan terkait selebritas.
Awak berita tahu bagaimana mencari cara agar berita yang mereka tulis dibaca banyak orang. Karenanya, mereka berusaha mencari sudut pandang semenarik mungkin, seheboh mugkin, sesensasional mungkin. Memberitakan Dewi Perssik rukun dengan Julia Perez mungkin tidak terlalu menarik. Sama tidak menarik memberitakan Dewi Perssik berbakti pada orang tuanya. Maka, media-media pun mengambil sudut pandang sebaliknya.
Akibatnya, disadari atau tidak, opini kebanyakan kita tergiring untuk menilai seseorang—dalam hal ini Dewi Perssik—secara tidak adil. Kita hanya melihat hal-hal negatif terkait dirinya, hal-hal kontroversial tentangnya, sembari menutup mata bahwa bisa jadi Dewi Perssik juga memiliki hal-hal yang layak dipuji atau bahkan diteladani.
Kita tahu, Dewi Perssik dulu menikah dengan Saiful Jamil, dan pernikahan itu berakhir perceraian. Selama menikah, Dewi Perssik mengalami keguguran dua kali, dan itu membuatnya amat sedih. Pada 2007, ketika rumah tangganya berada di ujung tanduk, Dewi Perssik mengadopsi bayi yang baru berumur dua minggu. Bayi laki-laki itu ia beri nama Felice Gabriel.
Sejak pertama kali merengkuh bayi itu dalam dekapannya, Dewi Perssik berjanji untuk membesarkan, mendidik, dan menyayangi bayi itu sebagaimana anak kandung sendiri. Dan dia benar-benar menepati janjinya.
Kehadiran Gabriel seolah menghapus kerinduan Dewi Perssik terhadap lahirnya anak, akibat keguguran dua kali. Tahun demi tahun, seiring Gabriel beranjak besar, Dewi Perssik benar-benar memperlakukannya dengan penuh kasih seperti anak kandung sendiri. Kini, Gabriel telah berusia 10 tahun, dan apa kira-kira yang diprioritaskan Dewi Perssik untuknya?
Agama, etika, dan cinta.
Mungkin agak mengherankan, orang semacam Dewi Perssik memprioritaskan pendidikan agama untuk anaknya. Tapi itulah kenyataan yang terjadi. Dan, percaya atau tidak, Dewi Perssik sebenarnya wanita religius, dalam arti bisa membaca kitab suci dengan baik, tahu menjalankan perintah agama—yang wajib maupun yang sunah—dan lain-lain, sebagaimana umumnya orang yang taat beragama. Karena latar belakang itu pula, ia pun memprioritaskan pendidikan agama untuk anaknya.
Sebagai selebritas, Dewi Perssik sering menjalani jadwal yang padat untuk menghadiri beragam acara dan kegiatan. Namun, sesibuk apa pun, dia selalu menyempatkan diri untuk menghubungi Gabriel, berkomunikasi dengannya, memastikan keadaan sang anak baik-baik saja. Lebih dari itu, bagi Dewi Perssik, Gabriel adalah penyemangat hidupnya.
Salah satu upaya Dewi Perssik mengajarkan cinta kepada anaknya, dengan mengajak Gabriel menemui anak-anak yatim piatu di panti asuhan. Setiap bulan Ramadan, biasanya, Dewi Perssik menggelar acara buka bersama dengan anak-anak kurang mampu, yatim piatu, dan dalam acara itu Dewi Perssik selalu mengajak Gabriel. Acara itu tidak hanya dimaksudkan Dewi Perssik sebagai bentuk rasa syukur, tapi juga untuk mengajari anaknya tentang cinta pada sesama.
Dia mengajari anaknya tentang cinta kasih—tidak dengan nasihat atau kata-kata, tapi dengan perbuatan serta teladan.
Selain mengajak anak-anak yatim piatu berbuka bersama, Dewi Perssik juga memberi santunan pada puluhan anak yatim piatu tersebut. Belakangan, upaya mulia Dewi Perssik mendapat dukungan dari Guruh Soekarno Putra dan Haji Tommy, seorang pengusaha dari Batulicin, sehingga makin banyak anak kurang mampu serta yatim piatu yang mendapatkan santunan.
Apakah media-media pernah memberitakan hal itu? Saya tidak tahu. Kenyataannya, Dewi Perssik memang tidak mengundang media untuk meliput aktivitas mulia tersebut. Ia murni berbagi untuk sesama, sekaligus mengajari anaknya tentang cinta kasih.
Pada 2014, media-media ramai memberitakan konflik yang terjadi antara Dewi Perssik dengan Julia Perez (almarhumah). Selama peristiwa itu bergulir, media-media memberitakannya seperti meliput perang di Timur Tengah. Akhir cerita, akibat konflik yang terjadi, Dewi Perssik dijatuhi hukuman penjara tiga bulan.
Apa yang dilakukan Dewi Perssik selama berada di penjara? Ngamuk-ngamuk histeris? Menyalahkan Julia Perez sembari mengutuk keadilan? Menyuap sipir agar mendapat ruangan mewah layaknya koruptor berduit? Tidak, dia jauh lebih baik dari itu.
Ketika masuk penjara, Dewi Perssik menyadari bagaimana pun hal itu dilatari perbuatannya sendiri, dan dia mengakui kesalahannya. Setelah itu, dia berusaha berperilaku baik, mengikuti segala aturan dalam rutan, dan berusaha menjadikan keberadaannya di sana memberi manfaat bagi sesama penghuni rutan.
Di rutan, setiap malam Jum’at, Dewi Perssik mengadakan pengajian, dan mengajak sesama penghuni rutan untuk mengaji bersama-sama. Seiring dengan itu, dia meminta bantuan keluarga atau manajernya untuk membawakan kue dan jajan, serta peralatan pengajian (kitab suci, kerudung, dan lain-lain.) Tidak hanya pengajian, Dewi Perssik juga mengajari senam para wanita yang menjadi penghuni rutan, pada pagi atau siang hari. Sementara malam hari, dia mengajar kasidah.
Dewi Perssik mengajar kasidah—mungkin terdengar absurd. Tapi itulah yang terjadi. Dia tidak mengajarkan cara berjoget atau bergoyang seksi, atau mengajari cara berpenampilan yang aduhai. Dia mengajarkan kasidah! Karenanya, seperti yang disebut tadi, Dewi Perssik sebenarnya wanita religius. Dia bisa melantunkan ayat-ayat suci, sefasih dan seindah saat menyanyi.
Setelah bebas dari hukuman, Dewi Perssik benar-benar meninggalkan masalahnya, dan sama sekali tidak memendam marah apalagi dendam pada Julia Perez, sosok yang telah menjebloskannya ke rutan. Hal itu dibuktikan dari kesediaannya menjalin kembali persahabatan dengan Julia Perez, sembari berikrar bahwa masalah mereka telah selesai, dan mereka bisa kembali menjadi teman baik.
Ketika Julia Perez terbaring tak berdaya di rumah sakit akibat kanker yang menggerogoti, Dewi Perssik selalu meluangkan waktu untuk menjenguk, memberi semangat, dan menguatkan hati Julia Perez. “Kamu perempuan yang kuat,” ujar Dewi Perssik, “dan aku selalu berdoa untuk kesembuhanmu.”
Bukan hanya menjenguk, menguatkan, dan mendoakan, Dewi Perssik bahkan turut membantu meringankan biaya pengobatan Julia Perez, bersama teman-teman artis yang lain. Ingat, orang yang ia jenguk, ia doakan, dan ia bantu, adalah orang yang pernah menjebloskannya ke penjara!
Ketika akhirnya Julia Perez meninggal dunia, Dewi Perssik sangat sedih dan kehilangan. Yang lebih membuatnya sedih, ia tidak bisa ikut mengantarkan jenazah Julia Perez ke peristirahatan terakhir, karena tepat pada waktu itu sedang terikat pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan. Karenanya, begitu pekerjaannya selesai sore hari, Dewi Perssik segera menuju ke makam Julia Perez, dan sendirian dia membaca Yaasin di sana.
Keluarga Julia Perez menggelar acara tahlil untuk almarhumah, dan Dewi Perssik selalu datang, menghadiri acara itu. Dengan kerudung, dengan baju muslimah, dengan kitab Yaasin di tangan.
....
....
Kita kadang mudah menghakimi seseorang—khususnya artis—hanya karena penampilannya, atau karena pemberitaan-pemberitaan terkait dirinya. Padahal, artis kadang memang dituntut berpenampilan tertentu, sementara berita-berita ditulis dengan tujuan agar menarik banyak orang membaca.
Kita kadang lupa, bagaimana pun artis tetap manusia. Yang mungkin memiliki kekurangan atau bahkan keburukan, namun tak lepas dari kelebihan dan kebaikan.