Selasa, 20 November 2018

To Be or Not to Be

Kita mungkin pernah mengalami "fenomena aneh" seperti ini: Saat pulang kerja, kita berencana mandi, lalu istirahat dengan tenang di kamar, karena merasakan badan lelah setelah seharian kerja. Membayangkan bersantai di kamar rasanya begitu menyenangkan, setelah tubuh kelelahan.

Tetapi, sesampai rumah, ponsel berdering. Gebetan tercinta menelepon, dan ngajak ketemu. Tentu saja kita menerima ajakannya, dan tiba-tiba semua lelah tadi seperti lenyap. Bukannya istirahat seperti yang direncanakan, kita justru keluar rumah dengan penuh energi. Apa artinya itu?

Artinya, seperti yang kutulis di tweet sebelumnya, "Yang membuat kita lelah (sebenarnya) bukan kerja, tapi stres."

Kita ingin istirahat sepulang kerja karena lelah... tapi lelah itu sebenarnya bukan karena kerja seharian, tapi karena stres seharian. Sulit dibedakan, memang.

Stres berasal dari pikiran, dan itu mempengaruhi fisik kita. Karena pikiran lelah, tubuh ikut lelah. Begitu pikiran distimulasi dengan hal menyenangkan (gebetan ngajak ketemu), tiba-tiba lelah kita hilang, dan tubuh kita kembali berenergi.

Mungkin ada contoh yang lebih baik....

Ada banyak pria yang bekerja keras seharian, dan pulang dengan tubuh terasa lelah, bahkan seperti sudah kehabisan tenaga (khususnya yang kerja fisik). Tetapi begitu sampai di rumah, dan melihat anaknya yang masih kecil menyambutnya, semua lelah itu hilang, dan energi baru datang.

Bagaimana "hal aneh" itu bisa terjadi? Karena pikiran kita mempengaruhi (bahkan sangat mempengaruhi) tubuh kita. Terkait kerja sehari-hari, inilah pentingnya kita mencintai pekerjaan yang kita lakukan, agar kita selalu senang melakukannya, hingga tingkat stres bisa selalu rendah.

Dalam percobaan di laboratorium, darah yang diambil dari orang stres dan lalu disuntikkan ke tubuh tikus, menyebabkan kematian si tikus hanya dalam beberapa menit.

Ilustrasi itu menunjukkan bagaimana efek destruktif yang dilakukan stres/pikiran terhadap tubuh dan kesehatan kita.

Terkait kerja, sekali lagi, itulah yang menjadi penyebab mengapa ada orang-orang yang begitu asyik dengan pekerjaannya, dan ada orang-orang yang justru sangat senang saat libur kerja. Masalahnya bukan semata-mata pekerjaannya, tapi yang ada dalam pikiran (tingkat stres) mereka.

Pekerjaan sebagus apa pun akan membuat kita cepat lelah, jika kita tidak mencintainya. Sebaliknya, pekerjaan sesederhana apa pun akan membuat kita selalu senang melakukan, jika kita mencintainya... atau berusaha mencintainya.

"To be or not to be," kata Hamlet. It's your choice.

Memang sungguh beruntung jika mendapat pekerjaan yang sesuai passion, sehingga kita mencintai yang kita lakukan. Tapi jika tidak, ada baiknya untuk belajar mencintai pekerjaan yang kita miliki. Agar kita senang melakukannya, juga agar bisa memberikan yang terbaik dari diri kita.

Yang kebetulan membaca rangkaian tweet ini mungkin ada yang membatin, "Halah, kamu bisa ngoceh seperti ini karena tidak pernah mengalami bagaimana rasanya kerja di tempat orang lain!"

Salah.

Sebenarnya, aku pernah bertahun-tahun kerja di pabrik dengan bayaran amat sangat kecil.

Waktu itu, pekerjaan yang kulakukan juga bukan yang kuinginkan (tidak sesuai passion). Dan apakah aku membenci pekerjaanku? Sangat!

Tapi lalu aku berpikir, pekerjaan itu memberi penghidupan untukku. Jika aku membencinya, aku merasa tak tahu diri. Jadi, aku belajar mencintainya.

Prosesnya tidak mudah, tentu saja. Tetapi, akhirnya, aku benar-benar bisa mencintai pekerjaanku waktu itu. Bahkan, sebegitu cinta, aku bisa bekerja dari jam 8 pagi sampai jam 2 dini hari.

Jika ada yang menganggap tweet ini cuma ngibul, silakan baca ini » http://bit.ly/2v6lpMn

Belakangan, cara itu pula yang kulakukan pada pekerjaan-pekerjaan lain yang sempat kujalani. Tidak semua yang (pernah) kukerjakan sesuai passion-ku, tapi pada akhirnya aku selalu bisa belajar mencintai yang kulakukan, dan berusaha melakukannya sebaik yang aku bisa.

Latihan "mencintai pekerjaan" itu kini benar-benar bermanfaat bagiku. Sekarang aku memang bekerja di rumahku sendiri, dan bebas mau kerja kapan pun, bahkan bebas mau kerja atau tidak. Dan aku tetap bekerja keras, meski tidak ada yang mengawasi... karena aku mencintai pekerjaanku.

Pekerjaan yang kita miliki, apa pun, adalah tugas yang dibebankan alam semesta ke pundak kita. Dan sebaik apa pekerjaan kita, tergantung sebaik apa kita mengerjakannya. Karena tukang sapu yang bekerja dengan baik sama mulia dengan presiden yang mampu memimpin negara dengan baik.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 31 Oktober 2018.

 
;