Kamis, 21 Maret 2019

Noffret’s Note: Golput

Agak heran campur geli dengan orang yang marah-marah pada orang yang milih golput. Lha wong demokrasi ya begini. Ada yang memilih, ada yang tidak memilih. Bebas. Ini Indonesia, bukan Korea Utara. Lagi pula, kami golput karena pilihan, bukan karena dibayar.

Biasanya—ini biasanya, lho—yang suka marah-marah pada orang golput tuh para buzzer. Ya mereka wajar marah sih, wong mereka dibayar untuk itu. Artinya mereka memang punya kepentingan, meski jangka pendek. Bagi yang tak punya kepentingan, biasanya sih santai.

Dalam perspektifku yang gak penting-penting amat, golput tuh semacam ahimsa—gerakan untuk tidak melakukan apa-apa. Karena semua gerakan yang dilakukan terlihat percuma. Berbagai upaya sudah dilakukan, tapi hasilnya tetap gitu-gitu aja. Yo wis, golput wae.

Lagi pula, omong-omong, alasanku memilih golput bukan semata-mata karena dua pilihan yang ada, tapi juga karena muak melihat perilaku para buzzer selama ini di medsos. Jadi, golput yang kulakukan adalah semacam "upaya mengerjai" para buzzer yang selama ini telah "mengerjai" kami.

Sebenarnya, orang golput tuh gak macam-macam, cuma gak milih—itu aja. Dan kami juga gak ngerecokin pilihan orang lain. Yang membuat kami marah, karena pilihan kami untuk golput diusik. Padahal kami tidak punya kepentingan apa pun, jadi tidak ada ruginya bagi kami untuk melawan.

Dalam pertempuran, jangan pernah mencoba melawan orang yang tak punya kepentingan. Karena apa pun hasilnya, kau yang akan kalah dan lawanmu tak kehilangan apa pun. Kau mengusik pilihan kami, karena kau punya kepentingan. Sementara kami tidak. Melawan kami adalah tindakan sia-sia.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 25 Januari 2019.

 
;