Alam semesta, dengan caranya sendiri, memberikan
banyak pelajaran. Manusia, bersama kebodohannya sendiri,
terlalu malas untuk belajar.
—@noffret
banyak pelajaran. Manusia, bersama kebodohannya sendiri,
terlalu malas untuk belajar.
—@noffret
Di antara semua aturan penting tertulis di muka bumi, aturan yang paling penting tak pernah tertulis. Tapi aturan itu terus berlaku, dan tak bisa dilanggar. Aturan itu bernama Keseimbangan. Berpikirlah sedalam apa pun, dan kita akan sampai pada kesimpulan itu. Pergi dan jelajahilah bumi sejauh mana pun, dan kita akan sampai pada kenyataan itu.
Keseimbangan. Itulah aturan penting alam semesta.
Ada pria dan ada wanita, itu keseimbangan. Ada siang dan ada malam, itu keseimbangan. Ada atas dan ada bawah, itu keseimbangan. Ada hujan dan ada kemarau, itu pun keseimbangan. Semua hal dalam kehidupan manusia memiliki pasangan, dan keberadaan pasangan adalah hakikat keseimbangan. Kita kemudian mengenalnya sebagai hukum alam.
Mengapa kehidupan harus memiliki keseimbangan? Itu tak lepas dari sifat alam semesta yang menyukai keserasian. Keseimbangan diciptakan agar kehidupan serasi, selaras, seimbang. Alam semesta menyukai keserasian. Karenanya, kita akan selalu melihat bahwa keseimbangan yang dijaga akan terus terjaga, tapi ketidakseimbangan pasti akan hancur.
Mari kita gunakan contoh yang mudah. Bumi yang kita tinggali tidak hanya berisi padang pasir, tapi juga lautan. Tempat tinggal manusia tidak hanya berisi tanah lapang untuk pemukiman, tapi juga kawasan hutan yang dipenuhi pepohonan. Itu keseimbangan. Jika manusia mampu menjaga keseimbangan itu, dunia akan baik-baik saja. Tapi jika tidak, dunia akan hancur... kapan pun waktunya.
Tidak usah menunggu lama, bahkan saat ini pun kita sudah mulai melihat kebenaran itu. Karena jumlah manusia semakin banyak, dan kerakusan manusia semakin bertambah, hutan yang semula penuh pepohonan ditebangi. Kayu-kayu yang berasal dari pohon dijual, sementara lahan yang terbuka diubah menjadi pemukiman. Sekilas, mungkin tampak tidak ada yang terjadi. Tapi sebenarnya ada yang terjadi.
Karena pohon-pohon terus ditebangi, tidak ada lagi yang mampu menyerap air saat hujan turun. Akibatnya, banjir mudah datang. Karena pohon-pohon terus ditebangi, tanah tidak lagi memiliki kekuatan. Akibatnya, longsor mudah terjadi. Karena pohon-pohon terus ditebangi, penyerap karbondioksida berkurang. Akibatnya, polusi udara di mana-mana. Siapa yang paling dirugikan? Manusia.
Manusia mengira bisa mencurangi alam dengan membabat pohon seenaknya, padahal pohon-pohon tumbuh untuk menjaga keseimbangan. Ketika keseimbangan dirobohkan, dunia menuju kehancuran. Kelak, jika pohon terus ditebangi sampai habis, dan hutan-hutan di bumi terus terkikis, kiamat hanya tinggal menunggu detik.
Itu contoh yang mudah, kasatmata, gampang dipahami.
Jika kita menjaga keseimbangan, alam akan menjaga kehidupan kita. Tapi kalau kita mencoba melanggar aturan keseimbangan yang telah ditetapkan alam semesta, kita sedang membuka pintu neraka.
Itu contoh keseimbangan dalam skala besar, yakni bumi luas yang kita tinggali. Dalam kehidupan kecil di lingkungan sekitar, kita pun menghadapi aturan yang sama. Keseimbangan. Ada pria, ada wanita. Ada siang, ada malam.
Dunia pasti tidak serasi—bahkan kacau dan wagu—kalau semua manusia berjenis kelamin pria, atau semua manusia berjenis kelamin wanita. Begitu pun, dunia pasti tidak akan seimbang kalau hanya berisi siang atau hanya berisi malam. Itu tidak sesuai hukum alam. Karena hukum alam adalah keserasian, karena aturan semesta adalah keseimbangan.
Begitu pula, ada yang tua dan ada yang muda. Tujuannya agar seimbang. Yang muda menghormati yang tua, dan yang tua membimbing yang muda. Ada yang bodoh dan ada yang pintar, tujuannya agar seimbang. Yang bodoh rajin belajar, yang pintar mau membagikan pengetahuan. Dunia pasti akan membosankan, kalau orang pintar semua. Dan pasti akan jauh lebih membosankan, kalau orang bodoh semua.
Ada yang bahagia, ada pula yang menderita. Tujuannya juga agar seimbang. Yang bahagia bisa menghibur yang menderita, sekaligus ingat bahwa manusia tidak bahagia selamanya. Yang menderita bisa mendapat pundak untuk berbagi kesedihan, sekaligus ingat bahwa manusia juga punya kesempatan untuk bahagia. Itulah keseimbangan, keserasian, sekaligus alasan mengapa alam semesta memastikan segalanya berpasangan.
Ada hitam, dan ada putih. Agar manusia bisa memahami perbedaan dan menyadari bahwa semua hal bisa berbeda. Di luar hitam dan putih, alam semesta juga menyediakan aneka warna lain, sebagai pelajaran yang seharusnya mudah dipahami bahwa tidak ada jaminan bahwa semua yang ada di dunia pasti sama. Kalau jenis warna saja bisa berbeda-beda, apalagi manusia?
Sampai di sini, mungkin ada yang otaknya gatal dan berpikir, “Kalau semuanya berpasangan—termasuk manusia—lalu mengapa ada orang melajang?”
Oh, well, itu pun bagian dari keseimbangan. Lha saya ngomong dari tadi, apa kalian tidak paham?
Kalau semua orang harus melajang, apa kalian mau? Tentu saja tidak, karena kalian pasti ingin kawin! Wong yang sudah kawin saja ingin poligami. Begitu pun, kalau semua orang harus menikah, belum tentu semua setuju. Karenanya, dalam hal ini pun ada keseimbangan—ada yang menikah, ada pula yang tidak. Bahkan sesuatu yang disebut materi pun memiliki pasangan bernama antimateri. Karenanya, jika ada orang yang menikah, maka tentu ada pula yang tidak. Itulah keseimbangan.
Karenanya, tidak usah menyuruh-nyuruh, memprovokasi, apalagi memaksa-maksa orang lain menikah, karena itu sama saja membabat pepohonan di hutan. Sekilas mungkin tampak tidak bermasalah, tapi sebenarnya mengundang musibah.
Orang-orang tolol mungkin berpikir, “Ah, apa gunanya pohon di hutan? Babat saja! Kayunya bisa dijual, dan lahan yang terbuka bisa dijadikan perumahan.” Sekilas mungkin tampak benar, tapi itu sangat... sangat salah! Karena petaka dan bencana berawal dari situ.
Begitu pun, orang-orang tolol mungkin berpikir, “Ah, apa enaknya melajang? Ayo menikah saja! Setelah menikah, nanti hidupmu akan lebih bahagia, lancar rezeki, dan lebih tenteram.” Sekilas, ocehan seperti itu mungkin terdengar benar, bahkan bijaksana, tapi itu bisa sangat... sangat salah! Karena petaka dan kesengsaraan berawal dari ocehan semacam itu.
Saya sering ditanya, kenapa sepertinya tidak percaya kalau semua orang menikah pasti bahagia? Jawaban saya sederhana; karena itu melanggar hukum alam!
Hukum alam adalah aturan penting alam semesta. Aturan ini telah dimulai sejak Adam dan Hawa turun dari surga, dan akan terus berlangsung sampai kiamat tiba. Dan hukum alam memberlakukan keseimbangan... untuk semua hal. Termasuk perkawinan.
Mari kita kembali ke awal lagi, untuk memahami kenyataan ini.
Ada pria, ada wanita. Itu keseimbangan. Karena dari situ tercipta ketertarikan, lalu keduanya saling mengikat janji perkawinan. Tetapi, aturan alam semesta menyangkut keseimbangan tidak berhenti di situ. Setelah perkawinan terjadi, aturan yang sama juga berlaku. Yaitu keseimbangan. Sebagaimana ada bodoh dan pintar, atau kaya dan miskin, perkawinan pun ada yang bahagia dan ada yang tidak.
Itulah keseimbangan. Dan itu hukum alam.
Jika kita melemparkan sepuluh biji mangga ke tanah, berapakah yang akan tumbuh menjadi pohon mangga? Paling-paling hanya tiga atau lima. Sisanya akan membusuk di tanah. Itulah keseimbangan. Tidak semua biji akan tumbuh, begitu pun tidak semua biji akan membusuk. Alam semesta tidak akan melanggar aturannya sendiri!
Terkait perkawinan, sangat mustahil kalau semua orang menikah pasti bahagia. Karena itu jelas melanggar hukum alam. Bagaimana pun, mutlak pasti ada yang bahagia dan ada yang tidak, karena dengan cara itulah keseimbangan terjadi.
Karenanya, saya benar-benar TIDAK PERCAYA setiap kali mendengar orang mengatakan bahwa semua yang menikah pasti bahagia. Karena itu jelas-jelas kebohongan dan dusta yang sangat nyata.
Kalau semua orang menikah pasti bahagia, lalu di mana hukum keseimbangan? Jelas, ada yang menikah dan bahagia, ada pula yang menikah dan tidak bahagia. Lagi pula, kalau semua orang menikah pasti bahagia, tenteram, lancar rezeki, dan lain-lain, lalu kenapa ada perceraian?
Karena itu pulalah, saya berkali-kali menyatakan, kalau menikah adalah pilihanmu, menikahlah. Setelah itu, tolong tidak usah merayu, memprovokasi, apalagi sampai membohongi dan menjerumuskan orang lain dengan angan-angan kosong yang jelas menipu. Kehidupanmu adalah milikmu, begitu pula perkawinanmu. Susah atau senang, kaulah yang merasakan. Begitu pula, kehidupan orang lain adalah milik orang lain. Susah atau senang, merekalah yang merasakan. Tidak usah ribut!
Orang-orang yang suka merayu dan memprovokasi orang lain agar cepat kawin, tidak jauh beda dengan keparat-keparat tamak yang membabat pohon dan merusak hutan seenaknya. Semula, hutan hidup dalam ketenangan, dengan pohon-pohon yang tumbuh subur. Meski tampak tidak berguna, keberadaan mereka menjaga keseimbangan alam.
Tapi selalu ada keparat-keparat rakus berpikiran cetek. Pohon-pohon yang tampak tidak berguna itu ditebangi, dan hutan dibabat untuk dijadikan pemukiman. Sekilas, niat mereka mungkin tampak benar, tapi akibatnya sangat berbahaya. Karena kemudian banjir melanda, tanah longsor di mana-mana, sementara polusi menyerang udara, dan cuaca semakin panas.
Sama seperti keparat-keparat yang suka menyuruh dan memprovokasi orang lain cepat menikah. Semula, para lajang menjalani kehidupan tenang, tenteram, dan bahagia. Tapi karena mereka terus diprovokasi agar cepat menikah, mereka pun tertekan. Akibatnya, mereka menikah tanpa persiapan. Lalu rumah tangga guncang, anak-anak lahir dan telantar, dan masalah dunia bertambah.
Berhentilah merusak alam, dan berhentilah merusak manusia! Sudah terlalu banyak alam rusak karena kebodohan, sama banyaknya kehidupan manusia yang rusak karena kebodohan serupa.
Jika hidupmu memang rusak, berusahalah untuk membenahi! Bukan malah berusaha merusak kehidupan orang lain dengan dalih yang tampak benar! Kalau kau menyesali perkawinanmu, katakan itu pada orang lain, agar mereka belajar dari kehidupanmu. Bukan malah merayu dan memprovokasi orang lain agar sama menyesal dan menderita sepertimu!
Sudah rusak, masih berusaha merusak! Itu benar-benar sesat sekaligus menyesatkan, bejat sebejat-bejatnya!
Aturan penting alam semesta adalah keseimbangan. Ada siang dan ada malam, ada yang terbit dan ada yang tenggelam, ada kebahagiaan dan ada penderitaan. Keseimbangan diciptakan untuk menjaga manusia agar hidup dalam keserasian. Karena kupu-kupu datang untuk menyerbuki bunga, dan rembulan tenggelam saat fajar tiba.