Jangan salahkan orang yang menjadi bodoh ketika jatuh cinta.
Karena rupanya kita harus menjadi bodoh dulu untuk bisa jatuh cinta.
—@noffret
Karena rupanya kita harus menjadi bodoh dulu untuk bisa jatuh cinta.
—@noffret
Agnes Monica menyanyi, “Cinta ini kadang-kadang tak ada logika.” Selain tak ada logika, cinta juga kadang sangat mbuh. Saya sengaja menggunakan istilah “mbuh”, karena tidak tahu lagi bagaimana menyebut kisah cinta yang akan saya ceritakan ini.
Di dunia maya, ada empat blogger yang telah berteman beberapa tahun. Kita sebut saja Si A, Si B, Si C, dan Si D. Empat blogger itu semuanya cowok. Seperti umumnya pertemanan blogger lain, perkenalan mereka diawali dari blog. Belakangan, mereka kadang berkomunikasi lewat saluran pribadi, khususnya kalau ada hal penting yang perlu diobrolkan.
Namanya blogger, mereka kadang blogwalking, khususnya beberapa tahun lalu, ketika belum sesibuk sekarang. Dari banyak blog yang mereka sambangi, ada blog seorang cewek, kita sebut saja Si Z. Di blog Si Z, empat cowok tadi kadang bertemu saat blogwalking. Sebenarnya, itu hal biasa. Karena, selain di blog Si Z, empat cowok tadi juga kadang ketemu di blog-blog lain.
Terkait Si Z itulah, kisah cinta yang mbuh ini dimulai.
Empat cowok tadi, sama sekali tidak tahu seperti apa Si Z, karena memang tidak ada fotonya. Mereka suka menyambangi blog Si Z juga bukan karena ingin melihat foto Si Z, tapi semata ingin blogwalking. Mereka tidak peduli Si Z seperti apa. Kalau Si Z tidak memasang foto, itu bukan urusan mereka. Wong tujuan mereka memang semata blogwalking.
Suatu hari, Si A mengabari teman-teman bloggernya, kalau dia akan menikah. Si B, Si C, dan Si D pun mengucap selamat, seperti umumnya teman, dan mendoakan semoga Si A bisa membangun keluarga yang sakinah dan bahagia bersama istrinya.
Terkait pernikahan itu, Si A sempat mengobrol dengan Si D di saluran pribadi. Setelah mengobrol panjang lebar, Si A mengaku bahwa salah satu tujuannya menikah adalah untuk lepas dari kejaran Si Z, blogger cewek yang disebut di atas.
Si D kaget. Dia bertanya, “Lhah, emang ada hubungan apa dengan Si Z?”
Si A pun akhirnya bercerita. Selama beberapa tahun, menurutnya, Si Z terus mendekatinya. Dulu, teman-teman yang lain memang biasa melihat Si Z selalu aktif berkomentar di blog Si A. Tetapi, selama masa-masa itu, mereka hanya berpikir kalau itu blogwalking biasa, sebagaimana umumnya blogger. Tetapi, rupanya tidak. Berdasarkan cerita Si A, itu bagian dari upaya Si Z mendekatinya.
Selain aktif berkomentar di blog Si A, blogger cewek bernama Si Z itu juga sering mengirim e-mail yang isinya jelas upaya pendekatan. Di Facebook, Si Z juga melakukan upaya serupa—mendekati Si A dengan agresif, hingga Si A sering jengah. Karena itulah, akhirnya, ketika Si A menemukan cewek yang membuatnya jatuh cinta, dia segera menikah. Pikirnya, Si Z tidak akan bisa lagi mengejar-ngejarnya, karena sekarang dia telah menikah.
Kenyataannya, setelah menikah, Si A jadi punya senjata pamungkas untuk menahan “gempuran” Si Z. Setiap kali Si Z mencoba mendekatinya seperti biasa, Si A langsung mengatakan, “Aku sudah menikah. Tolong cari cowok lain saja.”
Ketika menceritakan kisah itu pada Si D, Si A juga mengatakan, “Kalau kamu tidak percaya ceritaku, kamu bisa menanyakannya pada Si B. Dia tahu soal ini, karena ternyata Si Z juga mengejar-ngejarnya.”
Lalu Si A menceritakan. Dulu, ketika mendapati Si Z agresif mengejar-ngejarnya, Si A sempat curhat pada Si B, dengan maksud meminta nasihat mengenai bagaimana cara menghadapi Si Z. Ternyata, Si B justru membuka kisah serupa, bahwa Si Z juga pernah mengejar-ngejarnya.
Belakangan, Si Z berhenti mengejar-ngejar Si B, setelah Si B mengatakan bahwa dirinya gay, dan tidak tertarik pada Si Z atau cewek mana pun! Entah pengakuan Si B soal gay itu benar atau tidak, yang jelas jawaban itu terbukti ampuh untuk menyingkirkan Si Z dari hidup Si B, dan sejak itu Si Z berhenti mengejar-ngejar Si B. Sejak itu pula, Si Z ganti mengejar-ngejar Si A.
Ketika mendengar cerita itu, Si D penasaran. Maka dia pun menghubungi Si B, dan menanyakan hal tersebut. Si B pun menceritakan kisahnya, bahwa Si Z memang pernah mengejar-ngejarnya, sebagaimana yang diceritakan Si A.
Didorong penasaran, Si D kemudian menghubungi Si C, untuk memastikan apakah temannya yang satu itu juga mengalami hal serupa.
Ketika Si D menanyakan hal itu pada Si C, cowok itu mengatakan, “Saat ini aku sedang mematikan semua saluran online-ku, agar tidak terusik oleh Si Z.”
Rupanya, Si C juga mengalami hal serupa, sebagaimana yang dialami Si A dan Si B—dikejar-kejar oleh Si Z. Menurut cerita Si C, kapan pun saluran online yang ia miliki tampak menyala, Si Z akan langsung menyambar. Di Facebook, di G-Talk, di WhatsApp, di BBM, dan di berbagai tempat lain, sampai Si C merasa prihatin setiap kali ingin membuka chat dengan orang lain, karena bisa jadi Si Z masuk sewaktu-waktu.
Di blog, Si Z selalu aktif berkomentar di blog Si C, tapi kini sudah tidak diurusi. Di Facebook, Si Z juga kerap menulis di dinding Si C, atau bahkan mengirim pesan langsung, namun lagi-lagi tak diurusi. Si Z bahkan kadang mengirim e-mail, tapi tak dibalas.
Si D mencoba bertanya pada Si C, “Kenapa kamu tidak mau merespons Si Z? Maksudku, kenapa kamu tidak tertarik kepadanya? Bukannya dia kelihatan asyik?”
“Asyik apaan?” sahut Si C. “Lagian, bagaimana aku akan tertarik, kalau wujudnya saja tidak jelas?”
Lalu Si C berkata pada Si D, “Cepat atau lambat, dia (Si Z), juga pasti akan melakukan hal sama kepadamu.”
Kenyataannya, “ramalan” itu benar-benar terjadi.
Mungkin, karena sudah putus asa mengejar-ngejar Si C, akhirnya Si Z benar-benar banting setir, dan kini giliran Si D yang dikejar-kejar.
Mungkin, upaya Si Z mendekati Si D sudah berlangsung sejak lama, tapi Si D sama sekali tidak menyadari. Si Z sangat aktif berkomentar di blognya, namun selama itu Si D hanya menganggap bahwa itu komentar antarblogger biasa—tidak ada yang istimewa. Si D pun menjawab komentar-komentar Si Z dengan biasa, meski isi komentar-komentar Si Z berlagak sok imut dan centil. Yang jelas, Si D sama sekali tidak berpikir bahwa waktu itu Si Z sedang berupaya mendekatinya.
Si D mulai sadar—dan mulai tidak nyaman—ketika Si Z mulai sering menyambar setiap kali G-Talk-nya menyala. Kadang-kadang, Si D berkomunikasi dengan beberapa teman lewat G-Talk. Setiap kali G-Talk Si D menyala, saat itu juga Si Z akan muncul. Dari sekadar menyapa “hai” yang biasa, sampai menyapa dengan sok centil, sampai menyapa dengan kesan serius.
Biasanya, “sapaan serius” ala Si Z adalah, “Aku lagi punya masalah, nih, aku ingin curhat,” atau semacamnya.
Karena sudah waspada dengan trik-trik pendekatan ala Si Z, sebagaimana yang telah terjadi pada teman-temannya, Si D pun tidak terjebak, dan segara “memasang pagar”. Setiap kali Si Z muncul di G-Talk, Si D segera mematikan G-Talk-nya. Di tempat lain juga begitu. Setiap kali Si Z mengirim pesan, Si D sama sekali tidak membalas. Intinya, dia tidak ingin terjebak dalam “dilema mbuh” gara-gara merasa dikejar-kejar Si Z.
Sampai sekarang, Si Z mungkin masih berupaya—atau setidaknya berharap—pada Si D. Mungkin, dia masih mengkhayal, entah bagaimana caranya, Si D akan tertarik kepadanya. Yang mungkin tidak sempat ia pikirkan, bagaimana Si D—atau cowok lain—akan tertarik, kalau dia tidak pernah jelas wujudnya?
Kalau cewek tidak pernah menunjukkan fotonya secara jelas, cowok akan berpikir bahwa cewek itu tidak pede. Dan sebagaimana umumnya cewek tidak tertarik pada cowok tidak pede, cowok juga tidak tertarik pada cewek yang tidak pede. Lebih parah adalah cewek yang tidak pede dengan dirinya sendiri, tapi kepedean mendekati empat cowok sekaligus!
Empat cowok itu yang terdeteksi. Di luar Si A, Si B, Si C, dan Si D, entah berapa cowok lain yang sudah coba ia dekati.
....
....
Dulu, saya pikir keberadaan cewek semacam itu hanya ada dalam kisah fiksi. Ternyata benar-benar ada, setidaknya di dunia maya. Dan itu mengerikan, kau tahu. Setidaknya bagi cowok baik-baik—dalam arti bukan bajingan yang suka memanfaatkan cewek.
Untung cowok-cowok yang didekati Si Z tergolong cowok baik-baik, hingga respons mereka hanya menjauh dan menjaga jarak. Bisa apes kalau kebetulan Si Z mendekati cowok bajingan, lalu dia justru dimanfaatkan.
So, guys, kalian juga pernah mengalami kisah serupa? Share, ya, di kolom komentar.
....
....
Uhmm... kolom komentarnya mana, tong? Blog sialan ini tidak menyediakan kolom komentar!
....
....
Oh, ya, saya lupa.
Yo wis, tidak usah komentar.