Selasa, 10 Desember 2024

Catatan Kaki untuk Catatan Tangan

Kayaknya aku perlu ngasih footnote untuk catatan ini: Neraka Keburu Membeku

Yang berpotensi bias kelas sebenarnya bukan cuma nasihat kesehatan. Tapi semua nasihat yang bersifat umum hampir bisa dipastikan bias kelas. Meski “kelas” yang dimaksud belum tentu kelas sosial.

Aku mengartikan “bias kelas” secara luas. Bukan cuma kelas sosial (kaya-miskin), tapi juga pada hal lain—misal kelas nalar. Anak SD dan anak kuliah tentu punya perbedaan nalar yang jauh. Jika kita memberi nasihat yang sama pada mereka, nasihat kita akan bias kelas (kelas nalar).

Legenda Mesir kuno, misalnya, punya cerita bahwa manusia pertama di dunia adalah “hasil muntahan” sesosok makhluk-entah-apa. Makhluk itu muntah, dan yang keluar adalah sepasang manusia yang kemudian menjadi orang-orang pertama di bumi, lalu mereka beranak pinak.

Sebagian orang mungkin bisa menerima kisah semacam itu, dan percaya memang begitulah asal usul manusia. Tapi tentu ada sebagian lain yang tidak bisa menerima kisah semacam itu, dan lebih percaya penjelasan lain yang lebih logis—misalnya. Itu contoh perbedaan nalar.

Karenanya, di dunia kesehatan, dokter biasanya tidak gegabah ketika mendiagnosis penyakit seseorang. Meski sama-sama sakit kepala, misalnya, diagnosisnya bisa berbeda, dan dokter akan memberi resep serta obat yang berbeda. Nasihat yang tepat untuk orang (masalah) yang tepat.

Omong-omong soal kesehatan, aku pernah punya teman yang malang. Sebut saja namanya X. Si X ini dianggap sangat “mbeling”—bahkan orang tuanya pun ngomong begitu. Mereka sudah “lepas tangan” dengan Si X, karena, menurut mereka, “sudah tak bisa dinasihati”.

Selama bertahun-tahun, X mendapat aneka tuduhan dari masyarakatnya—tetangganya, saudara-saudaranya, sampai dari keluarganya sendiri. Ada yang bilang kalau X “dirasuki setan”. Ada yang menuduh X “kurang ibadah”. Ada pula yang menyebut X “korban salah pergaulan”, dll. 

Lalu, suatu hari, X kecelakaan di jalan—dia ditabrak mobil, ketika sedang menyeberang. Si penabrak bertanggung jawab, dan membawa X, yang waktu itu nyaris tak sadar, ke rumah sakit. Di rumah sakit, X menjalani pemeriksaan, khususnya pemeriksaan bagian kepala. 

Saat pemeriksaan itulah, “sesuatu yang tak biasa” ditemukan di kepala X. Singkat cerita, dokter menyarankan X melakukan operasi di bagian kepala. Waktu itu belum ada BPJS kesehatan, dan keluarga X menolak saran itu, karena tidak ada biaya. 

Untungnya, dan ini sungguh ajaib, waktu itu X kecelakaan di jalan, dan untungnya pula orang yang menabrak benar-benar baik. Meski “masalah di kepala X” bukan akibat kecelakaan, dia bersedia membiayai operasi itu—mungkin juga karena dilatari perasaan bersalah karena sudah menabrak X.

Singkat cerita, usai menjalani operasi, dan dokter telah membereskan masalah di kepalanya, X seperti “terlahir kembali”. Dia masih hidup, seperti semula, seperti biasa, tapi semua kesan “mbeling” yang ada pada dirinya benar-benar lenyap. Dia jadi orang baru yang berbeda.

Sampai saat ini, X masih hidup, dan hampir tidak pernah bikin masalah. Dia telah menikah dan punya seorang anak. Dia menjadi suami yang baik dan bertanggung jawab, menjadi ayah yang menyayangi anaknya, dan menjalani kehidupan normal seperti umumnya orang-orang lain.

Jadi, sekian tahun lalu, ketika X masih remaja dan terkenal “sangat mbeling”, dia bukan “dirasuki setan”, bukan karena “kurang ibadah”, juga bukan karena “salah pergaulan”. Tapi karena ada gangguan pada kepalanya yang bersifat medis, yang tidak dipahami orang-orang awam.

Karenanya, hampir semua nasihat yang bersifat umum, meski tidak semuanya, biasanya akan bias. Entah bias kelas, bias nalar, sampai bias realitas. Tidak hanya nasihat kesehatan, tapi juga nasihat-nasihat lainnya, apalagi “nasihat-nasihat dangkal” yang biasa kita dengar sehari-hari.

Nasihat semacam, “Menikahlah, dan kau akan bahagia serta lancar rezeki,” itu bias kelas! Kalau kau menikah dengan konglomerat, dan kebetulan kalian saling cinta, kemungkinan besar kalian memang akan bahagia dan lancar rezeki. Tapi tentu tidak semua orang pasti begitu jika menikah.


Fuck fact: 

Nasihat sering kali cuma refleksi diri sendiri yang tidak kesampaian, lalu dibiaskan ke orang lain; sesuatu yang kita anggap [dan harapkan] benar, padahal belum tentu. Karenanya, “nasihat-nasihat umum” sering kali terdengar indah, bahkan ideal. You know that.

 
;