Jumat, 20 Agustus 2010

Membuka Diary Habil dan Qabil



Untuk M.

Membuka tabir yang menutupi kegelapan yang kaukira jalan penerang, semua keyakinan yang membutakan akal sehat dan logika kewarasanmu. Inilah kisah luka yang harus terdengar kesadaranmu. Inilah awal kegelapan dari apa yang kaunamakan cinta, inilah diary Habil dan Qabil yang kutulis untukmu.

Kubukakan kepadamu catatan ini, karena aku tahu kau tengah terluka, dan aku tahu penyebabnya... dan obatnya. Kukisahkan rahasia diary ini karena aku tahu kemana kau akan pergi, bersama siapa kauingin ditemani... serta apa yang kausimpan di dalam hati.

Maka dengarkanlah. Bukan dengan pendengaranmu, tapi kesadaranmu. Maka hayatilah. Bukan dengan keegoanmu, tapi kemurnianmu.

Pernahkah kau berpikir, kalau saja Qabil tak membunuh saudaranya untuk memuaskan hasratnya yang membuta, maka kehidupan akan lebih cerah karena banyaknya warna? Pernahkah terbetik dalam hatimu, kalau saja Habil tak terbunuh karena keegoisan saudaranya, maka keberadaannya akan mampu memberikan sesuatu yang barangkali juga dibutuhkan oleh saudaranya?

Tetapi itulah cinta yang telah menjadikan hasrat buta, dan keegoisan menjadi sesuatu yang dipertuhankan. Ketika sang ayah datang dan menyatakan kepada mereka tentang pernikahan yang telah disuratkan, Qabil berontak dan tak terima dengan perjodohan itu, meski ia tahu dengan sebenar-benarnya bahwa itu perjodohan dari langit.

Qabil mengetahui bahwa perintah pertautan dua manusia antara dirinya dengan jodohnya adalah kehendak Tuhan, dan bukan semata kehendak ayahnya, namun Qabil terbutakan oleh keegoisannya, ia memberhalakan hasrat dalam dirinya. Kalau cinta boleh memilih, mengapa ia tak boleh memilih? Qabil tak pernah memahami bahwa ketika kekasih datang kepada ayahnya, ayahnya pun tak pernah memilih.

Dan apa sesungguhnya yang ada dalam diri Qabil waktu itu? Cinta sejati? Yang ada dalam dirinya waktu itu tidak lain hanyalah berhala perasaan yang menuhankan keegoannya, hingga kemudian menganggap bahwa dirinya, dan hanya dirinya, yang boleh menentukan apapun kehendaknya.

Karena tidak adanya sejarah yang harus dibacanya, Qabil tak memahami bahwa ada kalanya manusia hanya bisa berencana sementara Tuhanlah yang menjadi penentunya. Qabil hanya berencana memperturutkan kehendaknya tanpa memperhitungkan kehendak yang lebih besar, lebih agung, yang memang ditakdirkan untuknya. Qabil tidak terima dengan apa yang seharusnya menjadi haknya, dan... rencana paling pertama yang ada dalam otak manusia pun kemudian diciptakan dalam dirinya.

Siapakah orang pertama yang matanya terbutakan oleh cinta, atau oleh sesuatu yang ia yakini benar sebagai cinta? Jiwa siapakah yang pertama kali mati karena menganggap telah menyerahkan dirinya sepenuhnya kepada cinta, padahal hanya kepada berhala yang ia sembah dan ia anggap sebagai cinta?

Qabil-lah yang menjadikannya ada. Dialah orang pertama dalam sejarah manusia yang lebih memilih untuk tidak memiliki sama sekali, daripada menyaksikan orang lain memiliki apa yang ingin ia miliki. Qabil adalah buah masam yang rela membusuk, selama buah lain juga merana dalam kebusukannya.

Dan itulah yang kemudian ia lakukan. Saat malam mencapai puncak kegelapannya, ketika rencana besar yang telah ia susun dengan sempurna itu makin tak tertahankan, maka tangan-tangan kegelapan pun membantunya untuk melenyapkan saudaranya sendiri demi cinta yang ia ingini. Qabil meyakini bahwa itu adalah bentuk kehendak murninya, tetapi yang terjadi sesungguhnya ia budak dari berhala kehendaknya. Ketika Habil terbunuh olehnya, Habil bukan terbunuh oleh kesucian cinta, tapi oleh butanya hasrat dan keinginan tersesat yang menyala-nyala.

...
...

Ketika sesuatu yang kausebut sebagai keinginan hadir dalam benakmu, maka itu sesungguhnya belum tentu murni tercipta olehmu. Ketika sesuatu yang kauanggap sebagai kehendak datang merayumu, pernahkah kau menyadari bahwa itu belum tentu murni kehendakmu?

Singkirkan keegoanmu dan musnahkan segala hasratmu, dan kau akan mengenalinya secara pasti. Hidupkan kemurnianmu dan berikan nyawa bagi jiwamu, dan kau tak akan tersesat lagi.

Qabil tak pernah menyadari itu, atau setidaknya tak mau menyadarinya. Ia hanya meyakini bahwa kemana pun keinginannya berjalan maka ke sanalah ia harus mengikuti. Ia hanya memahami bahwa apapun yang menjadi kehendaknya maka itulah yang harus ia jalani.

Pembunuhan terhadap saudaranya ia yakini benar sebagai keinginan dan kehendaknya, tanpa sedetik pun terpikirkan olehnya bahwa itu hanyalah sesuatu yang ditiupkan kepadanya untuk ia yakini sebagai keinginan dan kehendaknya. Pembunuhan yang ia pahami atas nama cinta itu tak pernah menyadarkannya bahwa sesungguhnya itu hanyalah pembunuhan atas nama keangkuhan dan keegoan dirinya.

Ketika Habil, saudaranya, telah kehilangan nyawanya, apa yang dirasakan oleh Qabil? Ia kebingungan, bahkan ketakutan. Ia kebingungan karena sebelumnya tak pernah kenal dengan apa yang kini ia lakukan. Ia ketakutan karena sama sekali tak menyadari betapa besarnya apa yang telah ia lakukan.

Qabil membawa mayat saudaranya menjauh dari tempatnya, kemudian ia menggali tanah, memasukkan tubuh Habil ke dalamnya. Bersamaan dengan terkuburnya diri Habil, Qabil juga merasakan sesuatu dari dirinya telah ikut terkubur—yakni kesadarannya.

Cinta siapakah yang rela melakukan kehinaan demi pemenuhannya? Kesejatian macam apakah yang lebih menuhankan besarnya hasrat daripada memahami kehendak yang lebih mulia?

Ketika cinta meninggalkanmu, jangan pernah sedetik pun berpikir bahwa kau tak berharga. Ketika yang kauinginkan tak tercapai sesuai keinginan hatimu, jangan sedikit pun berpikir kau teraniaya. Akan tiba di hadapanmu sebuah cinta yang benar-benar diturunkan untuk menumbuhkan jutaan bunga, yang akan membuka matamu bahwa kehilangan yang kaurasakan sesungguhnya sarana untuk mempertemukanmu dengan sesuatu yang lebih besar.

Mengapa harus menangisi hilangnya sebutir kerikil kalau kau akan menemukan segenggam mutiara? Mengapa harus kehilangan kendali jika yang meninggalkanmu hanyalah kunang-kunang yang tampak bercahaya saat ada dalam kegelapan? Kalau kau melepaskannya, kau akan menemukan cahaya yang lebih besar, cahaya yang sebenar-benarnya, cahaya yang akan menuntunmu kepada jalan yang benar.

Penuhi jiwamu dengan kesadaran bahwa kau akan menemukan yang lebih besar ketika cintamu tak terbalas, dan yakinilah bahwa saat itu akan datang menjemputmu, cepat ataupun lambat. Sadarilah bahwa kehidupanmu tidak akan berakhir hanya karena itu. Kuasa dan kekuatan yang ada dalam dirimu akan mewujud ketika kau menghadapi kepahitan, dan bukan ketika kau menghadapi kegembiraan. Bagaimana mungkin kau akan menyebutnya kehancuran kalau saat-saat itu justru sesuatu yang lebih besar muncul dan terlahir dari dirimu?

Cukup. Yang berlalu biarlah berlalu.

Apa yang kauyakini sebagai cinta sesungguhnya bukanlah cinta ketika hasratmu lebih besar untuk memiliki daripada untuk mencintai. Cinta hanyalah proses bagimu untuk menjadi dirimu sendiri yang sejati, dan bukannya sarana untuk menunjukkan betapa besarnya artimu bagi siapapun.

Cinta adalah sinar penerang dalam ketersesatan, cahaya dalam kegelapan, tongkat penuntun saat kau ingin melangkah kemana pun di jalan panjang kehidupan. Bedakan cintamu dengan hasratmu, dengan keinginanmu, dengan keegoanmu. Penuhi dirimu dengan cinta, maka kau akan mabuk oleh anggur kesadaran.

Ketika Tuhan menurunkan sebuah cinta dalam kehidupanmu yang terwujud dalam bentuk seseorang atau sesuatu, kehadirannya bukan untuk mengotori akal pikiranmu atau menumbuhkan keegoan serta keangkuhanmu, melainkan untuk memurnikan kesadaranmu, menerangi kegelapan jalan kehidupanmu.

Hari ini, tutuplah diary keangkuhanmu.


 
;