Kamis, 12 Agustus 2010

Soal Tempat



+ Jadi, dimana tempatnya?

- Di sini.

+ Persoalan ini sebenarnya sederhana, benar? Hanya soal tempat. Tetapi saya tidak habis pikir kenapa soal yang sederhana seperti ini kok dibikin rumit bahkan sulit. Anda setuju kalau ini sebenarnya sederhana?

- Tentu saja—tak ada yang lebih sederhana dibanding ini.

+ Ya, ya, sederhana—hanya soal tempat. Kemarin saya ketemu orang yang juga sedang bingung mikirin tempat. Lha kemarinnya lagi ada yang sampai pusing tujuh puluh keliling, juga karena mikirin soal tempat. Saya pikir, ini bagaimana? Wong soal tempat saja kok sampai segitunya.

- Mungkin ini ada hubungannya dengan “lain ladang lain belalang”?

+ Yah, mungkin seperti itu—Anda bijaksana sekali. Tapi saya ini orang bodoh. Jadi, saya pikir, kalau memang sesuatu itu memang mudah, lha mbok tidak usah dibikin sulit gitulah. Yang wajar saja. Wong ada orang yang bisa santai-santai saja mikirin soal tempat ini, kenapa kita harus dibikin pusing, ya tho?

- Wah, teman saya sampai ada yang stres lho, mikirin soal itu…

+ Nah, apa saya bilang? Saya ini orang yang simpel saja—dan juga bodoh. Kalau saya perlu tempat, saya tidak mau dipusingkan dengan hal-hal lain yang tidak berhubungan. Kalau tempatnya memang cocok dengan yang saya inginkan, saya sudah tenang. Jadi saya tidak habis pikir dengan orang yang kadang sampai stres mikir soal tempat. Seperti saya bilang tadi, lha wong soal tempat saja kok sampai segitunya.

- Sampeyan pasti filsuf.

+ Waduh, jangan ngawur! Seperti yang saya bilang tadi, saya orang yang simpel, juga bodoh. Saya tidak mau membesar-besarkan soal yang kecil, juga tidak mau meremehkan persoalan yang besar. Yang proporsional, gitu lho. Soal tempat ini—kan ini soal yang kecil, sepele. Lha kenapa kok harus dibesar-besarkan gitu, seolah-olah hidup-matinya manusia ditentukan oleh tempat ini.

- Kalau boleh tahu, sebenarnya bagaimana sampeyan memandang tempat ini?

+ Proporsional—itulah hukum hidup saya. Proporsional, dalam arti, saya akan mengambilnya jika memang butuh, tak peduli orang lain mengambilnya atau tidak. Sebaliknya, saya tidak akan mengambilnya kalau memang tidak butuh, tak peduli orang-orang ramai mengambilnya. Soal tempat ini, misalnya, tadi saya tanya pada Anda, dimana letaknya. Itu sama sekali bukan indikasi bahwa saya pasti akan mengambilnya. Saya hanya perlu melihat untuk menakarnya pada diri sendiri, untuk menilai sejauh mana saya memerlukannya—atau tidak memerlukannya.

- *Manggut-manggut*

+ Roosevelt mengatakan, bahwa…

- Sebentar, maaf, Roosevelt yang mana yang sampeyan maksud? Theodore Roosevelt atau Franklin Delano Roosevelt?

+ Waduh, Roosevelt yang saya maksud ini nama sopir tetangga saya. Jadi, tetangga saya kan pegawai bank, dan dia punya sopir yang keturunan bule, bernama Roosevelt. Nah, saya sering ketemu sama Pak Roosevelt ini, kalau pas sedang jalan-jalan pagi, dan kami biasa ngobrol-ngobrol sejenak. Suatu hari, atau lebih tepatnya suatu pagi, Pak Roosevelt bilang pada saya—sesuatu yang tadi akan saya sampaikan pada Anda.

- Apa…apa yang dikatakan oleh Roosevelt tetangga sampeyan itu?

+ Bukan tetangga saya—dia sopir tetangga saya.

- Iya, iya, maksud saya begitu. Apa yang dikatakannya?

+ Roosevelt, sopir tetangga saya itu, bilang bahwa dunia ini menyediakan banyak tempat. Dia kan sopir, jadi sering melihat tempat dimana-mana—dan saya percaya kepadanya. Lalu dia bilang, tempat bukanlah tujuan yang harus dicapai. Sewaktu mendengar hal itu, saya sempat bingung. Dia kan sopir, jadi bagaimana mungkin tempat bukanlah tujuan yang harus dicapai? Sebagai sopir, tentunya kan dia selalu menuju ke suatu tempat? Jadi saya tanyakan kepadanya—apa maksudnya.

- Dan apa jawab Pak Roosevelt, sopir tetangga sampeyan itu?

+ Roosevelt, sopir tetangga saya itu, hanya tersenyum, dan mengulangi pertanyaan saya dalam versi pernyataan. Dia berkata, sebagai sopir, tentunya kan dia selalu menuju ke suatu tempat—jadi tempat bukanlah tujuan, karena ada banyak tempat. Sewaktu mendengar itu, saya jadi merasa sedang berhadapan dengan Franklin Delano Roosevelt. Dia sopir paling bijaksana yang pernah saya temukan.

- Jernih.

+ Sangat jernih, menurut saya. Jadi, ngomong-ngomong, dimana tempatnya?

- Di sini.


 
;