Senin, 01 November 2010

Proses Terbit Naskah (2)

Kedua, karena faktor dana. Seperti yang dijelaskan di atas, semua naskah yang ada di penerbit harus melalui antrian. Antrian ini tidak hanya terjadi pada proses editing dan semacamnya, tetapi ada kalanya pula terjadi pada anggaran dana yang dipakai oleh penerbit bersangkutan. Bisa saja sebuah naskah sudah fixed segalanya—dari proses editing sampai desain sampulnya—dan tinggal menunggu masuk ke mesin cetak untuk diubah menjadi buku. 


Tetapi proses ini membutuhkan waktu yang cukup lama karena kebetulan penerbit belum menganggarkan dana percetakan untuk naskah itu. Seperti yang pernah saya jelaskan di post tentang menulis terdahulu, penerbit membutuhkan biaya puluhan juta untuk menerbitkan satu judul buku. Padahal mereka tidak hanya menerbitkan satu judul buku, tetapi puluhan. 

Karenanya, ada kalanya penerbit perlu menunggu dana segar untuk menerbitkan naskah lain yang telah masuk dalam daftar antrian. Kalau kebetulan naskahmu termasuk dalam daftar antrian itu, maka berarti kau perlu menunggu selama beberapa waktu. Untuk hal ini, lagi-lagi hal bijak yang perlu kita lakukan hanyalah memaklumi, bersabar, dan menunggunya. Tunggu saja, cepat atau lambat, jika giliran naskahmu sudah sampai, buku karyamu pun akan terbit. 

  Ketiga, karena faktor strategi. Kadang-kadang penerbit memiliki kebijakan tertentu mengenai waktu yang tepat dalam menerbitkan sebuah buku. Ketika menerima sebuah naskah tertentu, mereka kadang menentukan timing yang tepat dalam meluncurkannya ke pasaran, agar dapat memperoleh hasil yang maksimal. 

 Misalnya seperti ini. Kita menulis sebuah naskah tentang Valentine. Tetapi naskah itu sampai di meja penerbit pada bulan Maret. Bisa saja penerbit itu oke dengan isi naskah tersebut, tetapi mereka memutuskan bahwa saat paling tepat untuk menerbitkan naskah itu adalah pada bulan Februari, ketika Valentine dirayakan—karena itulah timing yang tepat. Karenanya, meski penerbit sudah meng-acc pada bulan Maret, tetapi naskahmu baru bisa terbit menjadi buku pada bulan Februari tahun depan. 

 Sekali lagi, untuk hal ini pun kita harus bisa memaklumi, dan sabar menunggunya. Proses menulis buku memang pekerjaan personal, dan kita sebagai penulis bisa mengerjakannya secepat apa pun yang kita inginkan. Tetapi proses menerbitkan buku adalah pekerjaan banyak orang, dan kita tidak bisa menentukan secara mutlak sebagaimana ketika kita memberi deadline kepada diri sendiri. 

Nah, dengan ketiga latar belakang sebagaimana yang telah saya paparkan di atas, setidaknya kita sekarang punya bayangan mengapa naskah kita sampai harus menunggu waktu lama untuk terbit menjadi sebuah buku. Memang, kadang-kadang sebuah naskah terbit begitu cepat, tetapi kadang-kadang pula harus melalui waktu yang agak lambat. Lalu apa yang sebaiknya kita lakukan dalam menunggu saat-saat terbitnya buku kita? 

Pertama, jauhkan telepon atau ponsel dari jangkauanmu. Yang biasanya terjadi, penulis yang tidak sabar menunggu naskahnya terbit akan bolak-balik menelepon ke penerbit hanya untuk menanyakan kapan naskahnya terbit—khususnya kalau itu buku pertama. Meski rasanya sudah tak sabar dan ‘gregetan’ menunggu naskah kita terbit, tetapi bolak-balik menelepon penerbit bisa dibilang tak ada gunanya. 

Yang jelas, kita hanya buang-buang pulsa, sekaligus membuat penerbit jadi ‘panik’. Kalau memang naskahmu masih menunggu antrian, sehari menelepon tiga kali pun tidak akan membuat penerbit terpengaruh. Jadi jauhkan saja telepon atau ponselmu. 

 Nah, daripada repot-repot menelepon tapi tak ada gunanya, sebaiknya gunakan waktu menunggu itu untuk menulis naskah berikutnya. Fakta bahwa naskahmu diterima oleh penerbit, itu cukup membuat pede untuk menulis naskah lain yang bisa diharapkan untuk juga diterbitkan. Ketika naskahmu yang lain sudah selesai, kau bisa kembali mengirimkannya ke penerbit yang sama, atau ke penerbit yang lain. Pada tahun 2007, empat buku saya terbit serentak pada waktu yang sama. 

Keempat buku ini diterbitkan oleh empat penerbit yang berbeda, tetapi—ajaibnya—diterbitkan pada waktu yang nyaris bersamaan. Ketika hal semacam ini terjadi, para pembaca setia saya “berpesta pora” karena empat buku baru saya terbit serentak. Selain itu, empat buku yang ditulis oleh orang yang sama, jelas melakukan penetrasi yang lebih kuat ketika terdisplai di toko-toko buku. 

Kalau hanya satu judul bukumu yang terpajang di rak toko buku, orang mungkin hanya akan melihatnya sekilas. Tetapi jika empat judul bukumu terpajang di rak toko buku, mau tak mau perhatian orang akan tersedot—dan kemudian penasaran, dan kemudian tertarik… 

 Karenanya, daripada terus berdebar-debar menunggu waktu terbitnya naskahmu, gunakan saja waktu-waktu itu untuk menulis naskah yang lain, dengan harapan naskah itu kembali diterima penerbit untuk diterbitkan. Inilah yang dilakukan oleh para penulis produktif—mereka “melupakan” naskah yang akan terbit, dan kembali memfokuskan pikiran untuk penggarapan naskah baru. 

 Jadi, setiap kali sebuah penerbit menyatakan, “Oke, pal, naskahmu akan kami terbitkan!” Maka langkah bijak yang perlu kita lakukan adalah melupakannya, dan segera menyibukkan diri dengan naskah baru. Dan, setelah itu… sampai jumpa di toko buku!

 
;