Jumat, 05 Agustus 2011

Untuk Kesejuta Kalinya, Mengapa Blog Ini Tidak Bisa Dikomentari?

Saya sudah tidak bisa lagi menghitung berapa kali mendapat pertanyaan, “Kenapa blogmu kok tidak menyediakan kolom komentar?”

Sebenarnya, saya sudah menyiapkan “jawaban pamungkas” untuk setiap pertanyaan seperti itu. Di label About This Blog, setidaknya saya telah menyiapkan dua post yang secara khusus menjelaskan alasan kenapa saya tidak membuka kolom komentar di blog ini. Dua post itu adalah Blog yang Hening, dan Sumur Kearifan Dumbledore.

Namun mungkin para pengunjung blog ini tidak semuanya membuka label About This Blog, sehingga sampai menyempatkan diri menanyakan hal itu. Jadi, biasanya pula, saya pun memberikan link dua post tersebut sebagai jawaban untuk mereka. Nah, post ini merupakan post ketiga yang secara khusus kembali membicarakan tidak adanya kolom komentar di blog ini.

Mungkin blog ini memang aneh—dan saya rupanya baru sadar keanehan tersebut. Kalau saya “keluyuran” ke blog teman-teman, baik yang berbahasa Indonesia maupun yang berbahasa isyarat (memangnya ada?), saya belum pernah menemukan blog yang tertutup (tak bisa dikomentari) seperti blog ini.

Well, tentu saja membuka atau menutup kolom komentar adalah hak setiap blogger, apa pun alasannya. Ini sama halnya dengan hak untuk berkomentar di blog seseorang. Meski blog si A membuka kesempatan berkomentar bagi pengunjung, tapi tentu setiap pengunjung punya hak untuk memberikan komentar atau tidak, kan?

Tidak semua blog yang kita kunjungi pasti kita komentari, karena berbagai alasan. Bisa karena kita tidak paham topik yang dibahas di blog tersebut, bisa karena post itu memang tidak perlu dikomentari, bisa pula karena kebetulan kita sedang malas meninggalkan komentar. Apa pun alasannya, itu hak setiap pengunjung blog, dan itu sah-sah saja.

Saya sendiri termasuk orang yang tidak mau asal meninggalkan komentar. Tak peduli itu blog punya teman sendiri (maksudnya teman yang memang kenal di dunia nyata), saya tidak akan meninggalkan komentar kalau memang saya tidak ingin memberi komentar untuk postingnya.

Jujur saja, ada orang yang sampai marah sama saya gara-gara urusan sepele ini. Pasalnya, saya tidak pernah meninggalkan komentar di blognya sekali pun, padahal saya biasa aktif berkomentar di blog lain yang kebetulan juga dikenal oleh orang tersebut. Nah, si “orang tersebut” sampai berkirim email ke saya hanya untuk meminta agar saya mau meninggalkan komentar di blognya.

Oke, ini mungkin terdengar aneh dan lucu. Pada mulanya saya pun menganggap begitu. Tapi rupanya si “orang tersebut” benar-benar serius. Setelah beberapa kali berkirim email dan tetap saya cuekin, dia mulai marah-marah. Ini serius! Dia marah-marah sama saya via email. Tetapi tak peduli dia marah-marah seperti apa pun, saya tetap tidak mau meninggalkan komentar di blognya.

Sampai di sini, mungkin kalian berpikir, “Kenapa kok kamu sampai segitunya sih, pal? Apa susahnya sih, ninggalin komentar di blognya?”

Ada beberapa alasan kenapa saya tidak mau membaca apalagi meninggalkan komentar di blog seseorang, meski mungkin saya mengenal bloggernya. Di antara beberapa alasan itu, berikut adalah dua alasan pentingnya:

Pertama, karena loading blognya berat. Demi langit dan bumi, saya benci blog yang loading-nya berat! Jadi, tak peduli sehebat apa pun postingmu, mohon maaf, saya lebih suka membuka Google atau Wikipedia, daripada kena ambeien karena menunggu loading blog yang tidak juga selesai.

Kedua, karena saya tidak paham postingnya. Saya manusia biasa, dalam arti pengetahuan saya terbatas. Kalau sebuah blog membahas jeroan komputer atau ponsel, software atau hardware, CSS, HTML, atau semacamnya, saya benar-benar tidak paham. Jangankan bisa berkomentar, wong baca postingnya saja belum tentu saya ngerti.

Oke, back to topic. Kenapa blog saya tidak membuka kolom komentar? Jawabannya kembali pada motivasi ngeblog saya.

Bahwa saya ngeblog untuk berbagi—ya. Bahwa saya ngeblog untuk sharing pengalaman dan pengetahuan—ya. Tetapi di atas semuanya itu, saya ngeblog untuk kesenangan diri sendiri.

Blog ini bagi saya serupa buku diary, tempat saya menumpahkan pikiran, perasaan, kerisauan, kebahagiaan, dan hal-hal lain. Kalau kau kebetulan menemukan blog ini dan kemudian membaca isinya, maka yang saya inginkan hanyalah agar kau memahaminya—tanpa vonis, tanpa komentar apalagi tuduhan macam-macam, juga tanpa prasangka.

Blog ini adalah rekaman perjalanan hidup dan pikiran saya. Karenanya, kalau kau menemukan blog ini, maka itu tak jauh beda jika kau menemukan sebuah buku diary tergeletak di tengah jalan. Kau boleh memungutnya dan kemudian membuka serta membaca isinya, namun kau juga boleh membiarkannya saja. Yang jelas, apa pun isi diary itu, kau tidak boleh menghakiminya.

Jadi, itulah yang saya inginkan. Buka dan bacalah isi blog ini sebanyak yang kauinginkan, tapi nikmati saja dalam keheningan. Kalau kau menganggap isi blog ini memberikan manfaat bagimu, ambillah manfaat itu, gunakan bagi hidupmu, dan biarlah hanya Tuhan yang tahu. Jika itu memang bernilai positif dan membawa kebaikan, semoga itu menjadi amal kebajikan saya bagi sesama.

Sebaliknya, kalau kau merasa tidak cocok dengan isi blog ini, apa pun alasannya, tinggalkan saja. Masing-masing orang memiliki pikiran dan latar belakang yang berbeda, maka tentu sungguh wajar jika hasil pemikirannya juga berbeda-beda. Jika Tuhan sengaja menciptakan kita semua dalam bentuk dan pikiran berbeda, mengapa kita ngotot harus sama…?

Sekali lagi, blog ini serupa buku diary bagi saya. Kalau kau menemukan buku diary tergeletak di pinggir jalan, dan kemudian membaca isinya karena kebetulan halamannya terbuka, maka kau tidak perlu mengomentari apalagi menghakimi pemiliknya.

Itu motivasi saya dalam ngeblog, yang tentu bisa saja berbeda dengan kalian. Bagi saya tidak masalah. Saya juga sering kagum kalau menemukan blog yang memiliki banyak komentar. Yeah, mungkin, kapan-kapan saya juga sesekali akan membuka kolom komentar di blog ini—mungkin pas ada moment tertentu—siapa tahu?

 
;