Senin, 08 Februari 2010

Life’s Paradox

Siapa yang berusaha menyelamatkan hidupnya sendiri
akan kehilangan hidupnya, tetapi siapa yang
memberikan hidupnya akan mendapatkannya.



Saya membutuhkan waktu cukup lama untuk memahami filosofi itu. Tetapi kemudian saya melihat bahwa tepat seperti itulah yang terjadi pada kehidupan kita. Siapa pun yang menutup pintu hatinya terhadap orang lain demi menyelamatkan kehidupannya sendiri, maka ia akan kehilangan kehidupannya. Dan siapa pun yang mau memberikan hidupnya serta membuka pintu hatinya untuk orang lain, ia akan mendapatkan kehidupannya.

Contoh paling nyata menyangkut hal ini adalah Mother Theresa, yang membaktikan seluruh hidupnya untuk orang-orang lain yang menderita. Dia hidup di jalanan, di tempat-tempat kotor, dan bergaul dengan para penderita kusta. Secara logika, tentunya Mother Theresa akan tertulari penyakit kusta pula, apalagi mengingat tempat yang biasa dihuninya bersama orang-orang itu bukan tempat steril seperti di rumah sakit. Tetapi apakah begitu kenyataannya? Tidak. Sampai usianya yang amat tua, Mother Theresa tidak pernah tertular penyakit, bahkan tidak pernah menderita sakit yang parah.

Sebaliknya, John D. Rockefeller, seorang multi-milyuner yang mendirikan perusahaan Standard Oil, hidup dengan amat mengenaskan karena usahanya yang mati-matian dalam mempertahankan kehidupannya sendiri. Ia melakukan monopoli dagang, menghancurkan banyak perusahaan pesaing, dan terus menumpuk milyaran dolarnya untuk dirinya sendiri. Secara finansial, kehidupannya benar-benar terjaga karena kekayaannya tidak akan habis dimakan tujuh turunan. Ia mengkonsumsi makanan sehat dengan gizi dan nutrisi yang cukup. Ia tinggal di rumah besar yang mewah dan bersih, pendeknya ia terjaga dari segala macam hal yang bisa merenggut kehidupannya.

Tetapi ada satu hal yang tak bisa dielakkannya; dia menuai banyak kebencian dan sakit hati dari banyak orang yang pernah dilukainya. Hal itu kemudian menggerogoti kesehatannya, persis seperti rayap menghancurkan kayu. Rockefeller yang perkasa itu ambruk dihancurkan oleh kerakusannya sendiri, dan dalam usia yang belum mencapai 50 tahun ia telah menjadi sosok tengkorak hidup. Dia hanya bisa berbaring lemah di atas tempat tidur, dengan hanya kulit membalut tulang, dan hanya bisa mengkonsumsi bubur gandum yang diasamkan. Seluruh tubuhnya menyusut karena penyakit, dan uangnya yang milyaran dolar tak mampu menolongnya.

Dalam skala besar kita bisa menyaksikan dua orang itu. Dalam skala kecil kita bisa mempelajarinya dari kehidupan orang-orang di sekeliling kita. Kerakusan demi kehidupan diri sendiri akan menghancurkan; cinta kasih yang diberikan secara tulus akan membangun dan menumbuhkan. Lebih dari itu, kehidupan yang kita berikan kepada orang lain bukan hanya akan menolong kehidupan mereka, tetapi juga akan membuat kehidupan kita dikenang karena bermakna.

Sekali lagi, siapa saja yang berusaha menyelamatkan hidupnya sendiri akan kehilangan hidupnya, tetapi siapa saja yang memberikan hidupnya akan mendapatkannya.

 
;