Minggu, 02 Januari 2011

Sepakbola dan Filsafat Hidup (1)

Sepakbola bukan sekadar permainan sederhana.
Sepakbola adalah senjata revolusi.
Che Guevara, Revolusioner, 1928-1967

Dalam sepakbola, setiap hal menjadi rumit oleh kehadiran tim lain.
Jean-Paul Sartre, Filsuf, 1905-1980

Di balik setiap tendangan bola mestilah terdapat sebuah pikiran.
Dennis Bergkamp, Pesepakbola, 1969

Sepakbola adalah sebuah model masyarakat individualistis.
Ia menuntut inisiatif, kompetisi, dan konflik.
Tapi ia diatur oleh aturan tak tertulis bernama fair play.
Antonio Gramsci, Teoritisi dan Aktivis Politik Itali, 1924-1981

Kesenangan menyaksikan Yuri Gagarin di angkasa hanya bisa dilampaui
oleh kesenangan menyelamatkan tendangan pinalti.
Lev Yashin, Mantan Kiper Tim Sepakbola Soviet, 1919-1990

Aku percaya dalam sosialisme setiap orang saling bekerja
untuk orang lain, setiap orang berbagi hasilnya.
Begitulah caraku melihat sepakbola, caraku melihat kehidupan.
Bill Shankly, Mantan Manajer Liverpool, 1913-1981

Sepakbola adalah bagian dari diriku ketika aku
membangunkan dunia di sekelilingku.
Bob Marley, Musisi, 1945-1981

Setiap gol dicetak melewati serangkaian fase independen
dari kehendak manusia.
Karl Marx, Filsuf, 1818-1883

Aku jatuh cinta pada sepakbola seperti aku jatuh cinta
pada perempuan;begitu tiba-tiba dan tak terjelaskan.
Nick Hornby, Penulis, 1957


Saya tidak pernah paham mengapa orang menyukai sepakbola. Sampai hari ini, saya tetap belum bisa menyukai permainan itu, dan tetap tidak tahu mengapa ada jutaan orang sampai tergila-gila pada sepakbola.

Ini serius. Saya benar-benar tidak tahu apa-apa jika sudah masuk pada topik sepakbola. Kalau diajak ngobrol soal sepakbola, saya pasti ‘tidak nyambung’. Jangan tanya kenapa, karena saya sendiri tidak tahu mengapa saya sama sekali tidak tertarik pada permainan itu.

Kadang-kadang, saya merasa ‘iri’ dengan orang-orang lain yang bisa begitu semangat dan antusias ketika musim bola atau piala dunia tiba. Saya ingin bisa ikut bergembira menikmati permainan itu di televisi, membaca ulasannya di koran-koran. Saya ingin bisa ikut tertarik membicarakannya. Tetapi, hingga hari ini, saya tetap saja tidak tahu apa-apa menyangkutnya.

Orang-orang bijak menyatakan bahwa pengetahuan kita atas sesuatu sering kali diawali dengan ketertarikan. Karena merasa tertarik, maka orang pun biasanya akan mendekati dan mengakrabi objek yang membuatnya tertarik itu, hingga pada akhirnya orang pun jadi tahu atau bahkan sampai ahli tentangnya.

Nah, hal semacam itu sudah saya coba berulang-ulang kali. Saya telah memaksa diri saya untuk bisa tertarik pada sepakbola, agar saya bisa tahu dan paham di mana letak keindahannya, atau setidaknya agar saya bisa ‘nyambung’ kalau diajak ngobrol soal sepakbola. Faktanya, sampai sekarang saya tetap saja idiot jika diajak ngobrol sepakbola.

Masalah ini mungkin akan sepele jika kebetulan yang ngajak ngobrol itu teman saya sendiri. Jika ada teman yang ngajak bicara soal sepakbola, atau bagaimana kehebatan si Anu yang bertanding tadi malam, saya bisa dengan ringan menyatakan, “Uh, maaf, aku nggak tahu,” atau, “Kita bisa ngobrol topik yang lain saja? Soalnya aku nggak tahu apa-apa soal sepakbola.”

Biasanya, teman saya akan memaklumi—meski pada mulanya akan menunjukkan muka keheranan. Hari ini, sebagian besar kawan yang mengenal saya sudah tahu kalau saya memang tidak tahu apa-apa soal sepakbola, sehingga mereka pun jarang—atau bahkan tidak pernah—mengajak ngobrol sepakbola dengan saya.

Lanjut ke sini.

 
;