Kamis, 10 April 2025

Sejarah Tak Pernah Adil

Omong-omong soal Gaddafi...

Sambil nunggu udud habis.

Gaddafi (nama aslinya Muammar Khadafi) mungkin bukan pahlawan, tapi dia juga tidak sebajingan yang diocehkan Amerika. 

Tapi sejarah, seperti kata Napoleon, “ditulis oleh pemenang”. Kita mungkin bisa menyaksikan sejarah Gaddafi secara utuh, tapi tidak bagi anak cucu kita kelak.

Kata “sejarah” berasal dari bahasa Arab, “assyajar” (syajaratun), yang artinya “pohon”.

Di masa lalu, penggunaan kata sejarah (assyajar) hanya mengacu pada asal usul atau silsilah seseorang. Seiring perkembangan, kata sejarah merujuk pada segala yang lampau, termasuk peristiwa.

Seperti yang dibilang tadi, kita saat ini masih bisa melihat/mempelajari sejarah Gaddafi relatif utuh, karena Gaddafi baru tewas pada Oktober 2011, atau sebelas tahun yang lalu. 

Tapi, seperti yang terjadi pada yang lain, sejarah Gaddafi akan terus mengalami erosi dan distorsi.

Karena sejarah [selalu] ditulis oleh pemenang, dan mereka merasa punya hak untuk melakukannya. 

Meski kelak pihak yang kalah juga akan menulis sejarah mereka sendiri, kita tahu upaya itu tidak akan terlalu berarti, karena sejarah versi pemenang telah telanjur terdoktrinasi.

Kita bisa melihat contoh ini secara sempurna pada, misalnya, Adolf Hitler dan Mahatma Gandhi. 

Kita tidak menyaksikan sosok dan kehidupan mereka, karena kisah mereka telah berlalu puluhan tahun lalu, jauh sebelum kita lahir. Kita hanya mengenal mereka dari buku-buku sejarah.

Dan apa yang kita dapatkan dari buku-buku sejarah? Bahwa Mahatma Gandhi adalah seorang pahlawan, dan bahwa Adolf Hitler adalah seorang bajingan. 

Dalam sejarah, kehidupan begitu hitam-putih, dan manusia hanyalah sosok-sosok tak berarti yang bisa dipoles dengan warna apa pun.

Sejarah begitu fasih menulis kejahatan Adolf Hitler, sebagaimana sejarah begitu mulus menulis kemuliaan Mahatma Gandhi. 

Adolf Hitler, dalam rekaman sejarah, mewujud sesosok monster yang hanya berisi kejahatan. Dan, di sisi lain, Gandhi mewujud sosok manusia mulia tanpa cela.

Yang tidak pernah atau setidaknya jarang dikatakan sejarah adalah... Gandhi dan Hitler sebenarnya berteman! 

Ketika Gandhi memperjuangkan bangsanya dari penjajahan Britania, Hitler mendukung Gandhi, dan mereka kerap berkorespondensi, dan Gandhi menyebut Hitler sebagai “Temanku”.

Lebih jauh, Gandhi bahkan mengatakan, dalam suratnya kepada Hitler, “Saya tidak percaya hal-hal buruk yang dikatakan orang tentang Anda.” 

Gandhi bisa melihat Hitler secara utuh, karena dia benar-benar mengenal Hitler, bukan hanya sebagai sosok asing yang sekadar “katanya”.

Adolf Hitler, bagi Gandhi, hanyalah manusia biasa, yang mungkin memiliki keburukan, tapi juga memiliki kebaikan. 

Tapi sejarah tak pernah adil, kita tahu, khususnya kepada Hitler. Dan sejarah juga tidak akan adil pada antagonis, termasuk pada Saddam Hussein atau Muammar Gaddafi.

Ini adalah catatan sejarah yang berisi kebaikan-kebaikan Adolf Hitler ketika ia memimpin Jerman—sesuatu yang tidak akan diajarkan guru-guru sejarah mana pun di dunia. 

Kalian akan terkejut dan tercengang membaca isinya.


Ketika Adolf Hitler menjadi pemimpin Jerman, dia dicintai rakyat Jerman, dan itu bukan tanpa alasan.

And then, bagaimana dengan Gandhi? Sebenarnya, Gandhi juga bukan orang sempurna. Jika aku harus menulisnya secara jujur dan apa adanya, isinya bisa membuat kalian eneg. 

Tetapi, jauh lebih aman menulis kebaikan seorang bajingan, daripada mengungkap keburukan seorang pahlawan.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 25 Oktober 2022.

Kamis, 10 April 2025

Sendirian

Omong-omong soal sendirian...

Sambil nunggu udud habis.

Aku telah melakukan ini bertahun-tahun. Makan sendirian di mana pun, belanja ke swalayan sendirian, nonton film sendirian, ke mana-mana sendirian. Aku bahkan menemui orang-orang tak dikenal di tempat yang jauhnya bermil-mil... sendirian.

Kita akan tahu seperti apa aslinya diri kita, saat berada di tempat yang tidak seorang pun mengenali kita.

Berjalan-jalan di tengah malam di kotamu sendiri, misalnya, akan jauh berbeda rasanya saat kamu berjalan-jalan di tengah malam di kota lain, dan tak seorang pun mengenalmu.

Saat sendirian, kita akan menyadari bahwa kita tidak bisa mengandalkan siapa pun, selain diri sendiri. Itu akan membuka topeng siapa pun.

Karenanya, kalau kamu ingin tahu seperti aslinya seseorang, bawa dia ke tempat yang tidak seorang pun mengenali [apalagi peduli] kepadanya.

Tanpa sadar, kita sebenarnya "mengikatkan diri" dengan lingkungan tempat kita tinggal. Karenanya, banyak orang merasa "aman" saat berada di tempat tinggalnya, karena berpikir orang-orang mengenali [dan akan peduli] kepadanya. Perasaan itu, disadari atau tidak, membuat kita lemah.

Orang akan benar-benar terlihat aslinya saat berada di tempat yang tidak seorang pun mengenalinya. Mau tidak mau, dia harus jadi dirinya sendiri... dan itu akan mengungkapkan siapa dirinya yang sebenarnya.

Karenanya, terbiasa sendirian tidak membuatmu lemah. Itu membuatmu kuat.

Jangan mudah terkesan apalagi tertipu oleh gaya seseorang, jika dia ada di tempat yang sudah dia kenal, dengan orang-orang yang mengenalinya. 

Kamu baru akan tahu seperti apa aslinya, jika dia berada di tempat asing, jauh dari tempat tinggalnya, dan tak seorang pun mengenalinya.

Jika—entah bagaimana dan entah dengan alasan apa—kita perlu bertemu, kamu bisa pegang kata-kata ini: Aku akan menemuimu sendirian, di mana pun tempat pertemuannya.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 8 November 2022.

Kamis, 10 April 2025

Tengah Malam

Tengah malam di sebuah kota 
Jalanan sunyi lengang 
Seorang lelaki berdiri, diam 
Menatap rembulan 
Langit gelap 
Lolong serigala terdengar


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 16 Maret 2012.

Kamis, 10 April 2025

Bencana Bukan Dark Joke

Lama-lama kok gerah juga ya, lihat bencana-bencana dijadikan konten humor murahan yang sama sekali tak lucu, tapi berdalih dark joke, dan menuduh orang-orang lain yang tak bisa menerimanya sebagai "tidak open minded".

Jika yang disebut open minded adalah bisa menerima dark joke, dan jika yang disebut dark joke adalah menjadikan bencana kemanusiaan sebagai humor murahan yang tak lucu, aku tak peduli jika disebut tidak open minded hanya karena tidak paham dark fuckin' joke.

Menggunakan bencana sebagai konten humor yang sama sekali tidak lucu, lalu berdalih itu dark joke. Sebenarnya, justru perilaku tanpa empati "menjadikan bencana sebagai humor" itulah dark joke dalam arti sebenarnya! Yang dark buka joke-nya, tapi pelakunya. 

Menjadikan bencana kemanusiaan sebagai materi konten yang dianggapnya lucu, dan menyebut dark joke, lalu menuduh orang lain yang tak bisa menerima sebagai "tidak open minded". Justru yang tidak open minded itu si pembuat joke. Sebegitu tidak open minded, sampai tidak tahu empati.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 26 Januari 2020.

Kamis, 10 April 2025

Gemes Lihat Buku Tebal

Lihat buku-buku baru, tebal-tebal, langsung gemesssssh... ingin baca semuaaaaah! Aku kudu piye, ya Allah?


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 21 Februari 2020.

Kamis, 10 April 2025

Tahu-tahu Udah Sore

Sejak bangun tidur tadi terus asyik baca buku, tahu-tahu udah sore.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 22 Februari 2020.

Kamis, 10 April 2025

Orang Kok Bisa Asyik Pacaran?

Orang-orang yang bisa asyik pacaran itu... gimana ceritanya? Sementara aku menganggap pacaran sebagai hubungan penuh beban sekaligus membosankan.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 23 Februari 2020.

Kamis, 10 April 2025

Cokelat Hangat di Cuaca Dingin

Hujan, banjir, dan dingin gini, secangkir cokelat hangat sepertinya pilihan yang tepat.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 24 Februari 2020.

Kamis, 10 April 2025

Anak Kecil Lucu

Kalau lihat anak kecil lucu gitu, jadi pengin punya anak.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 27 Februari 2020.

Kamis, 10 April 2025

Untuk Apa

Untuk apa punya pemerintah
Kalau hidup terus-terusan susah
Iwan Fals, Desa


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 29 Februari 2020.

Selasa, 01 April 2025

Kutukan Paling Mematikan

Barusan nyari anget-anget ke warung bakso. Di warung ada 3 laki-laki yang lagi ngobrol. Salah satunya terdengar berkata, "Wanita tuh kalau diluruskan ya Allaaaaaah, sulitnya setengah mati! Entah cuma istriku, atau memang semua wanita begitu?"

Temannya terdengar menyahut...

"Kayaknya semua wanita emang gitu," sahut si teman. "Soalnya istriku juga gitu. Kalau diajak omong sulitnya minta ampun! Jadinya sering makan ati."

Istilah "diluruskan" dan "diajak omong" dalam percakapan itu mungkin maksudnya konotatif. 

Laki-laki ketiga mengatakan hal serupa.

"Kalau apa-apa, mending tak kerjakan sendiri," kata laki-laki ketiga. "Daripada ajak omong istri, ujung-ujungnya malah ribut, gak ada hasilnya apa-apa."

Aku duduk di sebelah meja mereka. Sambil makan bakso, percakapan mereka sangat jelas terdengar. Dan aku tersenyum, diam-diam.

Sebelumnya, aku juga sering mendengar para wanita saling curhat dan mengobrolkan suami mereka. Percakapan-percakapan mereka juga sebelas dua belas dengan yang tadi kudengar. Para wanita itu saling mengeluhkan suaminya. 

Di media sosial semacam Instagram, orang-orang pamer kemesraan dengan pasangan. Mereka berani menunjukkan muka, bahkan menebar senyuman seolah pasangan paling bahagia di dunia. Tapi di akun semacam Cermin Lelaki (yang jujur dan apa adanya), tidak ada yang berani pasang muka.

Karena pernikahan, setidaknya dalam pikiranku, adalah kehidupan tertutup topeng yang memberi tahu dunia bahwa mereka baik-baik saja, padahal tidak. Itu kehidupan yang jelas penuh tekanan. Sebegitu tertekan, sampai mereka butuh akun semacam Cermin Lelaki untuk sekadar curhat.

Setiap pilihan tentu mengandung konsekuensi, baik pilihan untuk menikah atau pilihan untuk melajang. Yang paling bangsat adalah orang-orang yang menikah, lalu sok bahagia padahal diam-diam tertekan, dan hobi menyuruh-nyuruh serta menyinyiri orang-orang lain agar cepat kawin.

Aku bisa tahu apakah perkawinanmu bahagia atau tidak, dengan melihat apakah cocotmu terjaga atau tidak. Kalau kau suka nyinyir dan menyuruh-nyuruh orang lain cepat kawin agar bahagia dan bla-bla-bla, bahkan iblis di neraka pun tahu... jauh di lubuh hatimu kau tidak bahagia.

Pernah ada keparat tolol yang saban waktu menyuruh-nyuruhku cepat kawin, dengan segala bujuk rayu memuakkan. Ketika kutanya, kenapa suka menyuruh-nyuruhku kawin, dia menjawab, "Karena aku kasihan melihatmu."

Oh, well, kasihan melihatku!

Padahal aku justru kasihan melihatnya!

Ujian perkawinan yang tidak pernah dikatakan siapa pun kepadamu:

Kalau kau bahagia bersama pasanganmu, masalahmu adalah anak. Kalau kau bahagia dengan pasanganmu dan punya anak, masalahmu adalah uang. Kalau kau bahagia dengan pasanganmu dan punya anak serta uang, masalahmu...

...adalah kesehatan. Kalau kau bahagia bersama pasanganmu, punya anak, uang, juga sehat, masalahmu adalah kesetiaan. Kalau kau bahagia dengan pasangan dan anakmu, serta punya uang, sehat, dan saling setia, masalahmu adalah keluarga.

Dan hanya sedikit yang lolos dari kutukan itu.

Tentu saja aku percaya ada orang-orang yang bahagia dalam perkawinan, tapi hanya segelintir! Dalam statistik, jumlahnya paling nol koma sekian. Selebihnya bergelimang masalah dan saling tertekan diam-diam. Wong hidup sendiri saja bisa penuh masalah, apalagi hidup dalam ikatan.

Karenanya, bocah-bocah Amerika punya guyonan, "Kutukan paling mematikan sebenarnya bukan 'Avra kedavra', tapi 'Hari ini kunikahkan kalian'."

"Avra kedavra" mengakhiri masalah. Tapi "Hari ini kunikahkan kalian" memulai masalah. Dalam bayanganku, itu seperti membuka Kotak Pandora.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 26 Februari 2020.

Selasa, 01 April 2025

Keluarga di Kalideres

Apakah kalian percaya kalau satu keluarga di Kalideres memang mati karena kelaparan?

Aku percaya.

Omong-omong soal mati kelaparan...

Berdasarkan berita-berita yang kubaca, setidaknya sampai saat ini, aku percaya kalau keluarga di Kalideres yang meninggal bersama dalam rumah itu memang meninggal karena kelaparan. 

Tapi mengapa mereka sampai meninggal akibat kelaparan, itu yang masih jadi pertanyaan.

“Tentu saja mereka mati kelaparan karena berhari-hari tidak makan!” 

Maksudku bukan begitu. 

Mari gunakan perbandingan kasus orang hilang. Jika seseorang dikabarkan hilang, setidaknya ada beberapa kemungkinan: Hilang tanpa sadar, hilang secara sadar, atau dihilangkan.

“Hilang tanpa sadar”, misalnya orang tua yang sudah pikun, berada di suatu tempat, dan tidak tahu cara pulang. Atau orang yang berpetualang ke hutan atau tempat liar, lalu tersesat dan tidak tahu jalan pulang. 

Mereka akan dianggap hilang, dan mereka hilang tanpa menginginkan.

Sementara “hilang secara sadar” adalah orang yang dianggap hilang, tapi si orang hilang itu memang sengaja menghilangkan dirinya sendiri. Misalnya Si X ingin menikmati hidup baru di tempat baru dengan identitas baru—apa pun alasannya—lalu dia melakukannya diam-diam.

Terakhir, “dihilangkan” adalah kasus orang hilang karena adanya pihak lain yang menghilangkannya. Misal Si X jadi korban pembunuhan, lalu si pembunuh menyimpan jasad Si X. Maka Si X akan dianggap hilang. Tapi hilangnya Si X karena kasus pembunuhan oleh pihak lain.

Kembali ke kasus kematian satu keluarga di Kalideres. 

Berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan pada jasad mereka, korban-korban itu diduga mati karena kelaparan (berhari-hari tidak makan), dan sepertinya memang begitu. Yang masih jadi pertanyaan, mengapa mereka begitu?

Tak jauh beda dengan kasus orang hilang, kasus orang yang mati kelaparan juga bisa disebabkan karena latar belakang berbeda. Bisa karena memang tidak punya uang untuk makan, bisa karena sengaja tidak mau makan, bisa pula karena ada pihak lain yang melarang mereka makan.

Manakah di antara ketiga hal itu yang relevan dengan kasus meninggalnya keluarga di Kalideres? Itu tugas polisi untuk mengungkapnya.

Jadi, mari tunggu kabar/perkembangan selanjutnya.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 14 November 2022.

Selasa, 01 April 2025

Tepat Seperti Inilah yang Terjadi

Dan... tepat seperti inilah yang terjadi. Alam selalu punya cara untuk melanjutkan evolusi. Merak mengepakkan sayap, kunang-kunang memancarkan cahaya, serangga terjebak jaring laba-laba, dan manusia terperangkap dalam batas usia.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 7 November 2022.

Selasa, 01 April 2025

Oh, Well, Pejuang Nikah!

"Cukup Rp20 ribu bisa buat belanja, asal istri bisa atur dan teliti."

Ironisnya, semboyan semacam itu datang dari mereka yang menyebut diri sebagai (((((pejuang nikah))))).

Nikahnya diperjuangkan habis-habisan, nafkahnya cuma 20 ribu perak! Oh, well, pejuang nikah!


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 23 Desember 2019.

Selasa, 01 April 2025

Thank You, Dr. Nicole

Childhood trauma can create a desire for hyper-independence. An “I don’t need anyone” protective mechanism. Healing is about learning how to ask for help and how to receive help when it’s given.@Theholisticpsyc 

Thank you, Dr. Nicole. Your tweets help me get to know myself better.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 11 November 2022.

Selasa, 01 April 2025

Fakta Berbicara

Sebagian orang mengatakan, "Orang tua pasti tahu yang terbaik untuk anaknya."

Sebagian lain ngotot, "Tidak ada orang tua yang ingin menjerumuskan anaknya."

Fakta berbicara.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 28 Februari 2020.

Selasa, 01 April 2025

Ini Benar

Gua sebagai anak bisa confirm kalo semua omongan orang tua either bad or good tuh nempel bgt di kepala bahkan sampe detik ini. Apalagi obrolan yang sifatnya memvalidasi dan mengapresiasi, kayanya gabakal bisa lupa deh. It just too precious for me to be forgotten @anomdanas

Apresiasi dan validasi yang disampaikan orang tua ketika kita masih anak-anak akan sangat berpengaruh pada perkembangan kita hingga dewasa. Sayangnya, begitu pula sikap merendahkan atau melecehkan yang dilakukan orang tua pada anak-anak.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 7 November 2022.

Selasa, 01 April 2025

Ngerentes

Suami merantau ke Jakarta krn di kampung udh ga ada pencaharian. Istri kesepian, selingkuh dgn tetangga. Suami pulang, istri dikepruk dicekik ditendang dimaki2 di depan anak2. Anak bungsu nangis, anak sulung ngerekam. Viral. Suami diciduk polisi. Nggrantes bgt hidup wong cilik@gruusomeflower, 16 November 2022

Dan masih ada orang-orang yang mencoba meyakinkan kita, "Menikah akan membuatmu tenteram, bahagia, dan lancar rezeki."


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 19 November 2022.

Selasa, 01 April 2025

Apa yang Terjadi?

SEBENARNYA APA YANG SEDANG TERJADI DI NEGERI INI? KOK KAYAKNYA KACAU SEMUA?


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 23 Desember 2019.

Selasa, 01 April 2025

Kirain

Kirain di tempatku udah gak banjir. Ternyata malah sekarang banjirnya lebih tinggi.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 24 Februari 2020.

Selasa, 01 April 2025

Iden

Apakah kamu sudah iden, hem?

Oh... iden.

Kamis, 20 Maret 2025

Catatan Seorang Bocah

Salah satu hal menakjubkan yang kusaksikan di dunia fana. Betapa gadis kecil ini telah tumbuh jadi wanita dewasa.


Omong-omong soal hal menakjubkan...

Sambil nunggu udud habis.

Orang-orang tumbuh, dari anak-anak menjadi remaja, lalu dewasa... dan itu menakjubkan. Melihat pertumbuhan itu, kita menyaksikan sebuah kehidupan. Orang per orang. 

Bagaimana cepatnya waktu mengubah anak-anak menjadi dewasa, itu masih sering membuatku tercengang.

Aku pernah menyaksikan seorang anak yang berlarian, terjatuh di jalan, dan menangis... melangkah pulang dengan kaki berdarah. Dalam satu pusaran waktu kemudian, aku menyaksikan anak itu tumbuh remaja, lalu dewasa, menikah, dan punya anak-anak... dan aku menyaksikannya.

Anak lain pernah jadi temanku di masa kanak-kanak dulu, lalu dia tumbuh dewasa, sama sepertiku. Dia menikah, punya anak-anak, berkeluarga. 

Lalu, di satu titik waktu, dia terus menua... Suatu hari dia meninggal, dan, bersama orang-orang lain, aku mengantarnya ke pemakaman.

Kadang aku berpikir, betapa mengerikan menjadi fana, terjebak dalam kehidupan singkat dan terperangkap dalam batas usia. Lahir dan hidup dan kematian seperti hanya bayang-bayang, sementara kehidupan mendesakkan aneka hal dan tuntutan dan harapan dan tangis dan luka... dan cinta.

Tetapi, di saat lain, aku juga berpikir, bukan berapa lama waktu yang kita miliki untuk hidup, tapi berapa banyak yang kita lakukan untuk kehidupan. Orang bisa hidup ribuan tahun tapi tak punya arti apapun, orang bisa hidup singkat tapi membawa dan meninggalkan banyak berkat.

Di masa lalu, aku pernah menjalin hubungan dengan seorang perempuan, dan kami saling jatuh cinta. Tapi takdir berkehendak lain. Dia menikah dengan pria lain, dan lalu punya anak-anak. 

Setelah bertahun-tahun berpisah, suatu hari kami bertemu di resepsi pernikahan seorang teman.

Dia menatapku seperti melihat hantu, dan, saat ada kesempatan berdua, dia berkata, “Kamu sama sekali tidak berubah. Waktu telah mengubahku, juga mengubah teman-teman kita yang lain... dan kami semua menua, tapi waktu seperti tidak mengubahmu sama sekali. Who are you, really?”

Dengan suara lirih serupa bisikan, aku menjawab, “Aku seorang bocah.”


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 11 November 2022.

Kamis, 20 Maret 2025

Radioaktif di Tangerang Selatan

Salah satu kasus di Indonesia kekinian yang dipandang sepi padahal sangat aneh dan misterius adalah munculnya radioaktif di Tangerang Selatan. Heran, kebanyakan awak media mengejar berita remeh-temeh dan tidak penting, tapi kasus semisterius itu malah diabaikan.

Detik memberitakan, "Begini awal mula penemuan limbah radioaktif di Tangerang Selatan ..."

Kompas memberi tahu, "Zat radioaktif diduga limbah industri ..."

BBC berteori, "Zat radiokatif di Tangsel, ini kata pakar ..."

Apa yang kita dapat dari berita-berita itu? Nothing!

Tanpa bermaksud mengajari, mari berpijak pada fakta penting ini: Paparan radioaktif di Tangerang Selatan berasal dari Cesium 137.

Apa itu Cesium 137? Tidak menarik, kalau kita tidak tahu. Karena itulah kita perlu mencari tahu. Setelah itu, kita bisa berpikir dari mana asalnya.

Yang jelas, radioaktif—apalagi dari Cesium 137—tidak akan bisa muncul sendiri. "Benda" itu harus dibawa ke sana, entah apapun alasannya. Yang menarik, di dekat lokasi paparan radioaktif itu ada PTLR. Fakta ini penting, tapi sekaligus mengecoh banyak orang, termasuk awak media.

Omong-omong, radiasi dari Cesium 137 itu sangat berbahaya. Warga Goiania, Brasil, pernah mengalami bencana radioaktif gara-gara terpapar benda itu, dan seluruh kota terkena dampaknya. 


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 29 Februari 2020.

Kamis, 20 Maret 2025

Perbedaan Orang Kaya dan Orang Kaya Banget

Tadi ketemu orang yang menyebut tahu tegal sebagai "kue". Dengan ramah, dia menawari, "Ini kuenya dimakan, mumpung masih anget."

Kirain kue apaan, ternyata tahu tegal.

Konon, sekali lagi konon, perbedaan antara "orang kaya" dan "orang kaya banget" adalah cara mereka menyebut gorengan. Orang kaya menyebut gorengan sebagai gorengan, tapi orang kaya banget menyebut gorengan sebagai kue.

Berarti orang tadi termasuk "orang kaya banget".


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 1 Maret 2020.

Kamis, 20 Maret 2025

Bookgasmic

Akhirnya rampung.

Tiap kali selesai membaca buku, apalagi yang tebal, rasanya menyenangkan sekali. Mungkin ini disebut bookgasmic. Apeuh.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 19 Maret 2020.

Kamis, 20 Maret 2025

Hujan, Banjir, Dingin

Tadi hujan lebat banget, dan sekarang tempatku banjir. Dingin-dingin gini, cokelat hangat dan udud terasa lebih nikmat. 


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 20 Januari 2020.

Kamis, 20 Maret 2025

Tumben

Nabilah kok tumben amat, ngetwit jam segini?


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 23 Desember 2019.

Kamis, 20 Maret 2025

Capek Lebaran

Baru kemarin lebaran, sudah mau lebaran lagi. Cepet banget. Entah orang lain juga merasakan, atau cuma aku yang merasa gini.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 25 Februari 2020.

Kamis, 20 Maret 2025

Kejutan

Introverts are hardcore adventurers. But they like them planned. To think. To mentally prepare. To measure, map, analyse, and organize. To be ready for the greatest adventure & the worst nightmare. So if you plan a spontaneous adventure, you better tell them a month before. —@master_nobody, 15 November 2022.

Jadi, kalau kamu ingin memberiku kejutan, tolong beritahu aku sebulan sebelumnya.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 17 November 2022.

Kamis, 20 Maret 2025

Siomay Adem

Siomay kok adem. 


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 1 Maret 2020.

Kamis, 20 Maret 2025

Gerebekan Satpol PP

Baru sadar. Rangkaian tweet gerebekan Satpol PP kemarin sudah dihapus, ya? 


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 17 Februari 2020.

Kamis, 20 Maret 2025

Wis Ora Usum

Iyo.

Senin, 10 Maret 2025

Tak Bisa Dilihat, Tapi Benar-benar Ada

Di dunia maya (internet), kita mengenal setidaknya tiga “lapis dunia”, yaitu surface web, deep web, dan dark web. Surface web adalah hal-hal yang bisa kita temukan dengan mudah di internet, khususnya dengan bantuan mesin pencari semacam Google, Bing, atau lainnya.

Surface web, meski jumlahnya miliaran (dalam bentuk situs), sebenarnya cuma sebagian kecil dari dunia maya seisinya. Karena persentase terbesar ada di deep web dan dark web, yang tak terjamah rata-rata kita. Mereka ada di balik bayang-bayang dunia maya yang kita kenal.

Deep web adalah “lapis kedua” setelah surface web—kehidupan dunia maya yang biasa kita kenali—ia ada di balik bayang-bayang, kehidupan bawah tanah. Sementara yang lebih dalam lagi adalah dark web, yang semakin sulit kita masuki, bahkan Google pun tak mampu! 

Google memang hebat, tapi ia hanya hebat dalam mencari “di permukaan” (surface web)—itu pun masih banyak yang terlewat. Google tidak bisa menemukan semuanya, bahkan yang di permukaan! Apalagi untuk mencari hal-hal “di bawah tanah” seperti deep web dan dark web.

Untuk bisa masuk dan mencari sesuatu di bawah tanah dunia maya, kita membutuhkan mesin pencari yang lebih pintar dari Google, salah satunya Memex. 

Salah satunya... apa? 

Memex! 

Memex adalah mesin pencari buatan DARPA yang bisa masuk ke deep web dan dark web.

Kenyataan ini—adanya lapisan-lapisan di dunia maya—adalah fakta yang telah diakui keberadaannya oleh siapa pun yang tahu soal internet. Artinya, meski kita tidak tahu, atau tidak bisa memasukinya, dunia itu benar-benar ada!

Deep web dan dark web benar-benar ada, sebagaimana adanya surface web yang biasa kita kenal dan kita masuki. Fakta bahwa kita tidak tahu seperti apa kehidupan di deep web dan dark web, tidak menjadikan mereka tidak ada. Mereka ada, nyata, di balik bayang-bayang.

Apa yang ada di deep web dan dark web? Jawabannya mungkin hal-hal yang tidak pernah kita tahu, bahkan hal-hal yang tidak akan kita percaya! Kenyataan mereka memilih eksis di “bawah tanah”, karena menyadari keberadaan mereka lebih baik dianggap tidak ada.

And then, jika dunia maya saja memiliki lapis-lapis yang tidak diketahui kebanyakan orang, apalagi dunia nyata? Kehidupan yang kita jalani, yang kita kenal, yang kita saksikan, sebenarnya cuma “permukaan”. Karena ada lapis-lapis kehidupan yang mungkin tidak kita tahu.

Kita bisa pergi ke mana pun di muka bumi, mengunjungi tempat-tempat paling terpencil dalam peta, tapi tetap saja... itu cuma dunia luar yang memang tampak di permukaan. Karena kehidupan di lapis dalam tersembunyi di “bawah tanah”, atau di balik bayang-bayang.

Yang kita tahu, kenyataannya, adalah hal-hal yang memang tampak di permukaan, yang mudah dilihat dan ditemukan. Tapi kehidupan tak sebatas yang bisa kita lihat. Ada kehidupan yang tak pernah kita lihat, yang, sayangnya, jauh lebih besar dari kehidupan yang kita lihat.

Senin, 10 Maret 2025

Selingkuh Kapitalis dan Penguasa

Sambil menunggu cokelat di gelas habis, aku kepikiran sesuatu yang sepertinya perlu diocehkan. Mumpung udud masih separuh. (Udud habis, ngoceh selesai).

Cukai plastik, yang saat ini telah diberlakukan, siapa yang mengusulkan? Sri Mulyani. Cukai minuman kemasan, yang saat ini ramai dibicarakan, siapa yang mengusulkan? Sri Mulyani. Dan, kalau kau belum tahu, Sri Mulyani saat ini juga tengah membidik cukai untuk kendaraan!

Apa alasan Sri Mulyani mengenakan cukai atas hal-hal tersebut? Jawabannya tentu mulia—dan ndakik-ndakik, tentu saja! Plastik dan kendaraan tidak ramah lingkungan, karena itu harus dikenai cukai. Minuman kemasan tidak baik untuk kesehatan, jadi harus dikenai cukai.

Tapi apakah memang itu alasannya? Sebenarnya, Sri Mulyani sendiri mengakui kalau penarikan cukai atas hal-hal tersebut akan menambah pemasukan bagi negara (dia mengincar uangnya!). Berdasarkan estimasinya sendiri, Sri Mulyani memproyeksikan pemasukan triliunan rupiah per tahun.

Dari cukai plastik, Sri Mulyani mengestimasikan pemasukan Rp1,6 triliun per tahun. Dari cukai motor dan mobil, estimasinya Rp15,7 triliun. Sementara dari cukai minuman kemasan, jumlahnya luar biasa, karena merentang dari banyak produk, dari jenis soda sampai sachet.

Dari cukai produk teh kemasan saja, estimasinya Rp2,7 triliun. Dari minuman berkarbonasi, Rp1,7 triliun. Dari energy drink dan kopi konsentrat, Rp1,85 triliun. Total pemasukan cukai dari aneka produk minuman itu mencapai Rp6,25 triliun. Siapa yang bayar? Kita, konsumen, rakyat!

Masih ingat green capitalism yang kuocehkan tempo hari? Beginilah permainannya dilakukan. Para kapitalis mengeruk untung dengan menunggangi isu lingkungan. Sementara pemerintah memanfaatkan isu lingkungan dan kesehatan untuk menarik cukai!

Dan apa artinya itu? Oh, well, itulah salah satu contoh green capitalism. Kapitalisme yang memanfaatkan isu lingkungan, dengan menimpakan semua beban pada konsumen. Seiring dengan itu, mereka juga memproduksi aneka barang lain yang seolah mengajak kita merawat alam; Go green.

Jika penarikan cukai untuk semua hal yang disebut tadi telah dilakukan, dan negara mendapat pemasukan sekian triliun per tahun, ke mana larinya uang banyak itu? Jawabannya tentu untuk "infrastruktur", "pembangunan". Yang mungkin kita lupa... negara kita telah berutang untuk itu.

Ocehan ini, kalau kujelaskan secara detail, bisa panjang sekali, dan mungkin akan selesai tahun 2479. Intinya, semua ini sebenarnya cuma permainan ala monopoli (aset, modal, kuasa). Bedanya, dalam hal ini, semua pemain mendapat untung, sementara penonton—kita semua—harus bayar!


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 21 Februari 2020.

Senin, 10 Maret 2025

Terbaik di Dunia, Katanya

Inilah kenapa, dari dulu aku tak pernah respek pada wanita ini, karena isi otaknya benar-benar mencerminkan predikat "menteri terbaik sedunia"—oh, well, menteri terbaik sedunia!

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengusulkan tarif cukai minuman berpemanis per liter senilai Rp 1.500 hingga Rp 2.500. Tiga jenis minuman berpemanis yang menjadi perhatian Sri Mulyani, antara lain teh kemasan, minuman berkarbonasi, dan kopi. #TopNews http://bit.ly/32c7aqO@kumparan, 19 Februari 2020.

Dia numpuk utang seenaknya sendiri, dan kita dipaksa percaya bahwa utang yang ia lakukan demi "memakmurkan rakyat". Tapi makin hari bukannya makin makmur, rakyat makin tercekik oleh himpitan ekonomi. Itu pun masih akan ditambah dengan aneka cukai untuk barang-barang remeh-temeh.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 19 Februari 2020.

Senin, 10 Maret 2025

Tiga Hal Paling Merusak

Tiga hal yang paling merusak:

1. Industri; mereka merusak alam sampai binasa.
2. Kapitalisme; mereka merusak kemanusiaan.
3. Orang yang suka nyuruh-nyuruh kawin; mereka merusak segalanya.

Kapitalisme lahir karena industri.

Industri lahir karena manusia terus beranak pinak.

Manusia terus beranak pinak, karena dikompori cepat kawin dan diprovokasi agar cepat punya anak.

Tiga ciri umum orang yang suka menyuruh-nyuruh orang lain cepat kawin:

1. Bodoh dan terbelakang, tapi merasa pintar.

2. Diam-diam tertekan dan tidak bahagia dalam perkawinannya, dan ingin orang lain sama tertekan serta tidak bahagia seperti dirinya.

3. Gabungan antara 1 dan 2.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 28 Februari 2020.

Senin, 10 Maret 2025

Permainan Global

Dulu aku pernah nulis di Twitter, juga panjang lebar di blog, bahwa "pemanasan global" itu fakta. Tapi "isu pemanasan global" adalah hal lain. Sekarang mulai paham, kan, bagaimana permainannya?


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 17 November 2022.

Senin, 10 Maret 2025

Midnight

We are a minute to midnight. —Bertrand Zobrist


*) Ditranskrip dari timeline @noffet, 1 Januari 2022.

Senin, 10 Maret 2025

Kekeliruan yang Keliru

Ada cinta yang keliru, ada rindu yang keliru, ada waktu yang keliru. Ternyata, juga ada kekeliruan yang keliru.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 29 Agustus 2012.

Senin, 10 Maret 2025

Perlu Apeu

Tiga dari lima penyakit yang disebut artikel ini adalah flu, sakit kepala, dan insomnia. Berarti aku perlu...

Perlu appeeeuuuh?

Tak hanya mendekatkan hubungan dengan suami, berhubungan seks ternyata juga bisa menyembuhkan beberapa penyakit ini, Moms. @kumparan, 23 Februari 2020.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 23 Februari 2020.

Senin, 10 Maret 2025

Di Bawah Gerimis

Anak-anak berlarian di bawah gerimis 
Nyanyi 
Menyanyi 
Senandungnya membawaku kembali 
Menjadi anak-anak lagi 
Ingin menari di bawah gerimis


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 16 Maret 2012.

Senin, 10 Maret 2025

Turun dari Kamar, Ternyata Banjir

Udah beberapa kali aku kayak gini. Pagi-pagi, turun dari kamar, eh ternyata rumah udah kebanjiran. 


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 25 Februari 2020.

Senin, 10 Maret 2025

La Vida Mortal

La vida mortal puede ser problemática, al igual que la inmortalidad. Una cosa buena puede vivir miles de años y permanecer joven.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 13 November 2022.

Senin, 10 Maret 2025

Bdgsblnsntk

Iya.

Sabtu, 01 Maret 2025

Persoalan Mayoritas-Minoritas

Persoalan mayoritas-minoritas mungkin persoalan klasik. Tapi kapan pun mayoritas merasa mendapat/memiliki privilese karena menjadi bagian mayoritas, artinya ada masalah sistemik. Karena ketika keadilan benar-benar ditegakkan, mayoritas dan minoritas hanyalah soal statistik.

Sulit menutup mata dan mengatakan bahwa urusan mayoritas dan minoritas di Indonesia "baik-baik saja", karena nyatanya tidak. Sayangnya, pemerintah seperti menutup mata dari persoalan ini. Kenapa? Menurutku sederhana saja; karena pemerintah punya kepentingan di dalamnya.

Ada banyak aktivis dan organisasi yang gigih berusaha "mendamaikan" persoalan mayoritas-minoritas di Indonesia, dan kita berterima kasih pada mereka. Tapi bagaimana pun, kita butuh peran pemerintah, karena merekalah yang memiliki wewenang dan kuasa untuk membuat aturan tegas.

Saat ada sebagian orang melarang pembangunan rumah ibadah karena beda agama, misalnya, pemerintah bisa menggunakan kekuasaan yang dimiliki untuk memutuskan secara adil. Tapi kenyataannya pemerintah justru terkesan cuci tangan, dan membiarkan konflik horizontal terjadi. Kenapa?

Jika kita menempatkan diri pada posisi pemerintah, kita akan melihat dilema yang terjadi. Pertama, jika pemerintah benar-benar menegakkan keadilan dan ternyata hasilnya memenangkan minoritas, itu akan menjadi keputusan yang tidak populer. Mereka tentu tidak ingin itu terjadi.

Bagaimana pun, seperti yang disebut tadi, pemerintah punya kepentingan, setidaknya membutuhkan dukungan (suara) mayoritas. Ini negara demokrasi, remember? Pemilu, pilkada, atau sebut lainnya. Vox populi vox dei. Suara rakyat—yang mayoritas, tentu saja—adalah suara Tuhan.

Jadi, pemerintah akan sangat hati-hati menangani mayoritas, karena kekuasaan mereka sebenarnya ditopang oleh suara mayoritas. Politisi mana pun tidak akan berspekulasi dengan urusan semacam itu. Mending membiarkan macan mengaum di tempat jauh, daripada mengusik untuk cari mati.

Kedua, konflik horizontal antara mayoritas dan minoritas, sebenarnya "menguntungkan" pemerintah. Saat rakyat ribut dan sibuk sendiri dengan konflik antarmasyarakat, kontrol mereka pada pemerintah akan berkurang, karena pikiran sudah tersita untuk menghadapi konflik horizontal.

Bagaimana Belanda menundukkan dan menguasai Nusantara? Ya, mereka menciptakan politik devide et impera—pecah menjadi bagian-bagian kecil, agar mudah dikuasai dan dikendalikan. Kalau rakyat kini benar-benar bersatu, mayoritas dan minoritas, pemerintah bisa jadi akan khawatir.

Kadang-kadang aku berpikir, kita seperti diarahkan untuk meyakini bahwa musuh kita adalah sesama rakyat, hanya karena beda agama, atau beda keyakinan, atau bahkan hanya karena beda pilihan. Lalu kita berperang satu sama lain, sibuk dengan urusan yang sebenarnya remeh-temeh.

Padahal yang terus menumpuk utang adalah pemerintah, yang memangkas subsidi adalah pemerintah, yang menaikkan iuran dan menarik pajak adalah pemerintah, yang menciptakan aneka kebijakan adalah pemerintah. Kita merasa hidup makin susah, tapi yang disalahkan justru sesama rakyat.

Kondisi semacam ini mengingatkan kita pada film The Dark Knight Rises. Bane, si penjahat, tahu bahwa ketika masyarakat Gotham dibiarkan saling ribut dan berperang sendiri, mereka tidak menyadari bahwa akar masalah sebenarnya adalah Bane, si penjahat yang merancang keributan itu.

Akhirnya, terkait mayoritas-minoritas, mungkin kita—khususnya yang mayoritas—perlu mempelajari sejarah Islam di Andalusia, Spanyol. Delapan ratus tahun Islam menjadi mayoritas di sana, tapi kemudian musnah. Mengapa? Kita akan tahu, kalau berhenti berperang, dan mulai belajar.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 31 Januari 2020.

Sabtu, 01 Maret 2025

Urusan Sampah Plastik

Omong-omong soal sampah plastik...

Entah orang-orang memperhatikan atau tidak. Dulu, pemanasan global menjadi isu besar di dunia, termasuk di Indonesia. Isu itu belum (bahkan tidak) selesai, tapi lalu surut. Setelah itu, muncul isu sampah plastik.

Terkait urusan sampah plastik, selama ini kebanyakan orang hanya meributkan remah-remahnya, tapi melupakan sumbernya. Pandangan lebih ditujukan kepada konsumen, tapi produsen dilupakan. Padahal keberadaan sampah plastik berasal dari produsen, bukan semata dari konsumen.

Setiap hari, jutaan mi instan diproduksi dan dikonsumsi, dan artinya ada jutaan sampah plastik yang akan terbuang. Apakah kita meributkan mi instan? Tidak! Kalau pun meributkan, yang kita ributkan adalah pihak konsumen, tapi tidak ada yang menudingkan jari pada produsen. Aneh?

Jadi kita terus menerus meributkan genteng bocor yang membuat air hujan masuk rumah, dan yang kita lakukan hanya terus menerus mengepel dan mengeringkan lantai, tapi tidak membenahi genteng yang bocor! Ini benar-benar tolol campur asu, karena kita dikibuli kebodohan diri sendiri.

Sampah plastik memang berbahaya, itu fakta. Penggunaan plastik perlu dibatasi, itu bagus! Tapi jangan lupakan produsen yang saban hari menggelontorkan plastik baru untuk jadi sampah, karena itulah inti persoalan sebenarnya! Jika konsumen perlu tanggung jawab, produsen pun sama!

Kalau kita mau ngemeng sampah plastik secara adil dan proporsional, minta produsen turun tangan. Produsen mi instan, misalnya, harus punya tanggung jawab (moral dan sosial) untuk membersihkan sampah plastik dari produk yang mereka hasilkan—tidak semata dibebankan pada konsumen!

Sedari awal, bagiku, ribut-ribut soal sampah plastik ini sudah aneh, karena semua fokus ditujukan pada konsumen, tapi melupakan produsen. Konsumen disalah-salahkan, tapi semua bungkam terhadap ulah produsen. 


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 24 April 2019.

Sabtu, 01 Maret 2025

Korban Pertama Konspirasi

Ada banyak orang yang mungkin saking pintarnya, sama sekali tidak percaya kalau di dunia ini ada konspirasi. 

Lha isu-isu global yang mereka telan mentah-mentah itu apa namanya kalau bukan konspirasi? 

Ironisnya, korban pertama konspirasi adalah orang yang tidak percaya konspirasi!

Terkait "omong kosong konspirasi" ocehan ini mungkin bisa sedikit menyegarkan pikirkan. Asal tidak dibaca sambil ngantuk atau sambil mabuk. 




*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 30 April 2019.

Sabtu, 01 Maret 2025

Perspektif Pembunuhan

Pengantar:

Catatan ini saya tulis pertama kali pada 2022 silam, terkait kasus pembunuhan yang pernah menghebohkan Indonesia. Kasus itu sudah dianggap selesai, para pelakunya sudah dijatuhi hukuman, tapi ada... sesuatu yang membuat saya masih “gatal” memikirkannya.

Saya sempat lupa pernah menulis catatan ini, dan file catatan ini pun “terkubur” di antara tumpukan dokumen dan file lain di komputer. Kemarin, tanpa sengaja saya menemukan catatan ini, membacanya kembali, dan saya masih merasakan “gatal” yang sama. Meski mungkin catatan ini sudah tidak relevan, saya merasa perlu mengunggahnya di blog sebagai pengarsipan atas sesuatu yang [pernah] saya pikirkan.

____________________


TEMPO menulis berita panjang lebar dan kronologis terkait kasus pembunuhan yang pernah bikin geger di Indonesia. Jika benar, kronologi itu bisa dibilang runtut, dari sebelum pembunuhan sampai setelah pembunuhan. Tapi masih ada sesuatu yang sangat gelap; motif!

Apa motifnya? Pelecehan? Dugaan pelecehan telah dihapus karena tidak terbukti. Perselingkuhan? Pelecehan memang berbeda dengan perselingkuhan, tapi ada sesuatu yang tidak match di sini; antara kemungkinan motif (perselingkuhan) dan kasus pembunuhannya.

Dan jangan lupakan fakta bahwa sebelum terbunuh, dia sudah tahu akan dibunuh. Dia sempat menelepon pacarnya, bahkan konon sambil menangis, bahwa dia mendapat ancaman yang berpotensi pembunuhan. Keping puzzle masih berserakan!

Jika merujuk pada kronologi versi TEMPO, kasus pembunuhan itu tampak seperti insidental; sesuatu yang tiba-tiba muncul karena adanya suatu provokasi. Tapi rentetan peristiwa—yang tidak terkaver dalam kronologi versi TEMPO—menunjukkan hal lain.

Ia tewas terbunuh pada 8 Juli 2022. Tetapi, sejak Juni 2022, dia sudah mendapat ancaman pembunuhan, yang ia katakan kepada pacarnya. Bisa melihat sesuatu yang penting di sini? Itu tidak seperti kasus pembunuhan insidental, karena ada jeda sangat lama.

Dan, terus terang, yang sampai sekarang tidak kupahami—karena seperti menabrak logika—adalah lokasi pembunuhannya! 

Sebelum melangkah lebih jauh, sepertinya aku perlu ngoceh terlebih dulu soal “perspektif pembunuhan”, agar kita bisa melihat kasus ini dengan lebih jernih.

Terkait peristiwa pembunuhan, setidaknya ada empat macam kasus yang bisa terjadi. Pertama, aksidental. Kedua, insidental. Ketiga, terencana. Keempat, eksekusi. Empat macam kasus pembunuhan itu memiliki ciri berbeda, dan para kriminolog pasti bisa membedakannya.

“Aksidental” adalah kasus pembunuhan (hilangnya nyawa seseorang) akibat kecelakaan (accident). Misal seseorang mengalami kecelakaan di jalan raya—sebut saja, Si A tanpa sengaja menabrak Si B hingga tewas. Itu termasuk pembunuhan, yang berlatar ketidaksengajaan.

“Insidental” adalah kasus pembunuhan yang dilatari bela diri. Misal seseorang membegalmu di jalan, dan kamu melawan. Terjadi perkelahian, dan si begal tewas. Itu termasuk pembunuhan, karena menghilangkan nyawa orang, tapi dilatari alasan membela diri.

“Terencana” adalah kasus pembunuhan yang direncanakan. Penjelasannya bisa sangat panjang dan rumit, dan kalian bisa membacanya di novel-novel detektif. Biasanya, kasus-kasus yang dihadapi para detektif dalam novel kriminal adalah kasus-kasus pembunuhan terencana.

Terakhir, “eksekusi”. Misalnya kasus di Filipina; orang-orang yang terlibat narkoba dihabisi di mana-mana. Apa perbedaan pembunuhan terencana dengan eksekusi? Pembunuhan terencana biasanya akan diusahakan untuk disamarkan; berkebalikan dengan eksekusi.

Dalam pembunuhan terencana, si pelaku biasanya akan berusaha menyamarkan pembunuhan itu. Bisa jadi ia menenggelamkan korbannya ke sungai, atau menata TKP hingga seolah-olah korban mati karena bunuh diri, dan semacamnya. Beda dengan eksekusi.

Eksekusi adalah kasus pembunuhan yang terang-terangan dilakukan dan ditunjukkan sebagai pembunuhan. Sekarang, terkait kasus pembunuhan yang saat ini ramai dibicarakan, kira-kira jenis mana yang paling cocok? Mungkin “terencana” atau bahkan “eksekusi”!

Kasus pembunuhan itu terjadi karena pelecehan atau perselingkuhan? Jika iya, pikirkan kenyataan sederhana ini; jauh lebih mudah “melenyapkan” si korban tanpa jejak. Tujuan tercapai; si korban tewas/hilang, semua pihak dapat melanjutkan hidup dengan relatif tenang.

Tapi bukan itu yang terjadi, dan di situlah letak keanehannya! Si korban dihabisi di rumah pelaku, didiamkan sampai tiga hari sebelum diumumkan, lalu skenario yang penuh bolong-bolong disebutkan sebagai latar belakang pembunuhan... dan puluhan orang diduga terlibat!

Kasus itu seperti “ledakan puzzle” tak beraturan yang terlempar ke mana-mana, dan masing-masing puzzle membawa tanda tanya. Dan, jika aku boleh mengatakan yang ada dalam pikiranku secara jujur, semua hal terkait kasus itu tampak “salah”. 

“Itu bukan seperti itu”.

Sabtu, 01 Maret 2025

Creepy

Membaca cerita panjang di bawah ini, aku bersyukur tidak punya pacar, dan tidak tertarik pacaran.

[Post tidak di-quote, jadi sulit ditemukan.]

Sebenarnya, yang creepy (baca: sakit jiwa) kayak gitu bukan cuma cowok. Ada pula cewek-cewek yang sama sakitnya.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 22 Septmber 2019.

Sabtu, 01 Maret 2025

Membaca dengan Tendensius

Tampaknya, membaca dengan tendensius sama buruknya dengan menulis dengan tendensius. Sama-sama menyulitkan kita untuk berpikir jernih dan objektif.

Aku bingung dengan tweet di bawah ini. Yang dilakukan Detik itu sudah benar, dan judul yang digunakan juga sudah benar. Bahwa "Ma'ruf Amin menyurati DPR dan meminta RUU KUHP segera disahkan."

Yang ia minta ditunda itu RUU PKS (Penghapusan Kekerasan Seksual), bukan RUU KUHP.

[Tweet tidak di-quote, jadi sulit ditemukan.]

Menggunakan kalimat yang lebih mudah dipahami, "Ma'ruf Amin (melalui MUI) mengirim surat kepada DPR, dan meminta agar RUU-KUHP segera disahkan, sekaligus meminta RUU-PKS ditunda."

RUU-KUHP dan RUU-PKS itu dua hal yang BERBEDA.

Kutipan dari artikel Detik, paragraf 3:

"Dalam surat tertanggal 12 Agustus 2019 itu, Ma'ruf Amin selaku Ketua MUI mendorong DPR agar segera mengesahkan RUU KUHP sebelum berakhirnya DPR periode 2014-2019."

Perhatian kalimat itu: AGAR SEGERA MENGESAHKAN RUU KUHP.

Dan ini kutipan dari artikel Detik, halaman 2, paragraf terakhir:

"Adapun terhadap RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, MUI meminta agar DPR tidak terburu-buru mengesahkan."

Yang diminta MUI agar "tidak terburu-buru mengesahkan" itu RUU PKS (Penghapusan Kekerasan Seksual).

Kesalahan Detik, mungkin, memecah artikel berita singkat itu menjadi dua halaman, sehingga pembaca kehilangan fokus dari paragraf awal ke paragraf terakhir. Selain itu, penulisan beritanya juga "ngambang" atau tidak fokus (Jawa: kurang cetho), sehingga pembaca rentan salah paham.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 21 Septmber 2019.

Sabtu, 01 Maret 2025

Yang Berat

Yang berat dilakukan bukan membela orang yang tertindas. Tapi membela orang tak dibela.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 16 Maret 2012.

Sabtu, 01 Maret 2025

Suara Ami Lee

Suaranya Ami Lee tuh bener-bener magic. Didengarkan kapan pun tetap asyik.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 24 Maret 2012.

Sabtu, 01 Maret 2025

Dimensi Lain

Rumahku selalu sepi, timeline-ku selalu ramai. Tiap login ke Twitter, aku kadang merasa masuk ke dimensi lain.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 21 Agustus 2019.

Sabtu, 01 Maret 2025

Pingine Turu

Awake kesel, pingine turu.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 24 Septmber 2019.

Sabtu, 01 Maret 2025

Tapuk

Ooh... tapuk.

Kamis, 20 Februari 2025

Doktrinasi dan Pembodohan di Tabung Gas

Gas tabung 3 kg adalah bukti nyata doktrin Hitler/Goebbels, “Kebohongan yang diulang-ulang akan dipercaya sebagai kebenaran.” Gas tabung 3 kg menunjukkan bagaimana disinformasi yang didoktrinasikan bisa menjadi keyakinan jutaan orang, padahal salah total! 

Kita pasti sering mendengar orang mengatakan, dengan nada menyindir, “Itu orang naik NMax, tapi kok beli gas 3 kilo.” 

Lha terus kenapa? Gas tabung 3 kg memang ditujukan untuk semua warga Indonesia, tak peduli naik NMax atau naik Beat, atau naik BMW sekalipun.

Ucapan berupa sindiran itu muncul, karena mayoritas orang berpikir bahwa gas tabung 3 kg hanya ditujukan untuk masyarakat miskin. Mereka meyakini itu sebagai kebenaran—sebegitu yakin, sampai mereka tidak pernah memeriksa apakah keyakinan itu memang benar. 

Faktanya, keyakinan itu keliru, karena berasal dari disinformasi yang sengaja didoktrinkan berulang-ulang. 

Jika ditelusuri ke akar sejarahnya, gas “dipaksakan” oleh pemerintah untuk mengganti minyak tanah, yang waktu itu populer digunakan masyarakat Indonesia.

Pemerintah ingin masyarakat beralih ke gas, dengan tujuan untuk menghemat subsidi (karena subsidi minyak tanah sangat besar). Agar masyarakat tidak terlalu keberatan meninggalkan minyak tanah dan beralih ke gas, pemerintah pun menyediakan gas dalam tabung 3 kg.

Sejak awal diperkenalkan, gas tabung 3 kg ditujukan untuk semua lapisan masyarakat—siapa pun boleh membeli secara bebas. Waktu itu, pemerintah bahkan menyediakan kompor gas, dan gas tabung 3 kg, secara gratis bagi siapa pun yang bersedia pakai gas.

Dengan beralihnya masyarakat dari minyak tanah ke gas, pemerintah bisa menghemat subsidi dalam jumlah luar biasa besar. Gas tabung 3 kg memang masih disubsidi, tapi jumlahnya jauh lebih kecil dibandingkan subsidi untuk minyak tanah, dan tujuan pemerintah pun tercapai.

Seiring perjalanan waktu, Pertamina—secara sepihak—memasang “stempel” pada gas tabung 3 kg dan menyebutnya “hanya ditujukan untuk masyarakat miskin”. Stempel itu ada di semua tabung gas 3 kg, dan sukses mendoktrinasi masyarakat Indonesia, hingga sangat percaya!

Kenapa Pertamina melakukan hal semacam itu—seenaknya menyebut gas tabung 3 kg hanya ditujukan untuk masyarakat miskin? Itu sebenarnya “akal-akalan” mereka, dan thread ini bisa menjelaskan lebih lanjut.

—@PartaiSocmed, 19 Januari 2019

Jadi, meyakini bahwa gas tabung 3 kg hanya ditujukan untuk masyarakat miskin adalah keyakinan yang salah, karena hasil doktrinasi sepihak. Sayangnya, seperti banyak doktrinasi dan keyakinan umum lain, orang-orang tidak mau memeriksa apakah keyakinannya memang benar.

“Pakai NMax tapi kok beli gas tabung 3 kg?” 

Itu 11/12 dengan, misalnya, “Sudah dewasa tapi kok belum menikah?” 

Mungkin terdengar benar, padahal salah! Karena siapa pun berhak membeli gas tabung 3 kg, sebagaimana siapa pun berhak untuk menikah atau tidak!

Orang-orang meyakini sesuatu yang dianggap benar, padahal salah, tapi tidak mau memeriksa keyakinannya, malah memaksakan keyakinannya pada orang lain. Padahal sesuatu yang dipercaya banyak orang bukan jaminan itu pasti benar.

Setiap kali melihat tulisan “hanya untuk masyarakat miskin” di tabung gas 3 kg, ingat-ingatlah aneka doktrin lain yang selama ini menjajah pikiran dan hidup kita. Doktrinasi dibuat untuk menciptakan keyakinan... bukan kebenaran.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 25 Desember 2019.

Kamis, 20 Februari 2025

Kebohongan Saus Tomat

Setiap kali makan mi ayam, aku sering tercenung saat melihat botol saus. Sebelumnya aku berpikir, saus di tempat mi ayam itu saus tomat, karena warnanya juga merah. Belakangan, saat aku iseng membaca keterangan yang tertempel pada botol saus, ternyata keyakinanku keliru.

Berdasarkan keterangan yang tertempel pada botol saus, kandungan bahan-bahan pembuat saus itu bahkan tidak melibatkan tomat! Jadi itu bukan saus tomat.

Lalu saus itu dibuat dari apa? Ubi, ketela, pepaya!

Warna merahnya dari mana? Zat pewarna!

Penampilan memang kadang menipu. Yang sikapnya tampak baik belum tentu benar-benar baik, yang kita kira bisa dipercaya ternyata pengkhianat. Seperti saus yang kita kira terbuat dari tomat, ternyata bahan pembuatannya bahkan tidak menggunakan tomat.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 16 Februari 2020.

Kamis, 20 Februari 2025

Sebaiknya Jangan Naif

Ini benar sekali.

When they realize your definiteness of intent & independence, they develop animosity over you. Oftentimes, seeking to control you isn't loving you, but it's  intended to manipulate you and beat you into submission. —@Psychology_DQ, 26 Juli 2022.

Ada orang fokus pada hidupnya sendiri, tidak pernah mengganggu atau mengusik orang lain. Lalu kamu menyerang, menyindir, menyinyiri, bahkan memfitnah. Dan kamu berpikir dia tidak akan membalas atau melawan? 

Sebaiknya jangan naif. Karena semut pun akan menggigitmu jika terinjak.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 28 Oktober 2022.

Kamis, 20 Februari 2025

Kripto Bukan Togel

Trading kripto adalah jual beli mata uang kripto, dan, sekali lagi, bukan togel.

Kalau tidak tahu apa itu kripto, ya belajar, cari tahu. Bukan malah sok pintar dan nuduh orang main togel.

Di tweet-tweet yang ku-retweet di bawah, ada istilah "exchange" dan "broker". Exchange atau broker itu perannya seperti bandar (perantara), karenanya para pemain kripto (khususnya di kalangan awam) sering menyebut mereka "bandar". Tapi mereka bandar kripto, bukan bandar togel.

Apakah trading kripto legal (diperbolehkan/diizinkan) di Indonesia? Ya! Hukum Indonesia mengizinkan trading kripto, dan beberapa jenis kripto yang diperdagangkan di Indonesia antara lain ethereum, solana, luna coin, usd coin, polkadot, bitcoin, litecoin, cardano, stellar, dll.

Sori, guys, aku terpaksa ngoceh hal tidak penting (yang kalian semua pasti sudah tahu), karena ternyata ada orang yang tidak tahu apa itu trading kripto, lalu menuduh pemain trading kripto sebagai "bermain togel".

Karenanya, sekali lagi, kalau tidak tahu ya belajar, biar tahu.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 13 November 2022.

Kamis, 20 Februari 2025

Perbedaan Generasi

Apa perbedaan terbesar antara generasi kamu dan generasi sebelumnya? 
@VICE_ID

Generasi sebelumnya meyakini, menikah adalah kewajiban. Generasiku menyadari, menikah adalah soal pilihan.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 24 Desember 2019.

Kamis, 20 Februari 2025

Nyatanya Tidak Begitu

Jika sesuatu memang begitu adanya, kita akan percaya meski tanpa romantisasi apalagi glorifikasi. Dalam logika terbalik, sesuatu sengaja diromantisasi bahkan diglorifikasi, karena nyatanya tidak begitu.

Asal Usul Perkawinan yang Tidak Dikatakan Kepadamu » https://bit.ly/3DUyayk


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 10 November 2022.

Kamis, 20 Februari 2025

Dingin Banget

Pengin update blog, tapi udah nyaman di tempat tidur. Jadi malas mau ngapa-ngapain. Udaranya dingin buanget.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 24 Februari 2020.

Kamis, 20 Februari 2025

Dua Hal yang Paling Kurindukan

Dua hal yang paling kurindukan saat ini: Jagung bakar dan kacang rebus.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 22 Februari 2020.

Kamis, 20 Februari 2025

Pas

Pas sampai rumah, pas hujan turun. Sangat bersyukur untuk hal-hal ajaib semacam itu.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 27 Februari 2020.

Kamis, 20 Februari 2025

Khawatir Banjir

Ingin tidur tapi khawatir kalau-kalau banjir.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 25 Desember 2019.

Kamis, 20 Februari 2025

Garis Kejut

Orang yang bikin garis kejut (polisi tidur) sampai enam renteng itu motivasi hidupnya apa, ya?


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 21 Januari 2020.

Senin, 10 Februari 2025

Ngewe secara Ilmiah

Kenapa istilah "ngewe" sekarang disebut "mantap-mantap"? Asli, aku penasaran dan ingin tahu. Jika ada yang bisa memberi tahu, aku akan sangat berterima kasih.

....
....

Habis cuci muka, nyeruput cokelat hangat, udud, dan kepikiran untuk menindaklanjuti tweet tadi siang. 

Berbeda dengan banyak aktivitas lain, seks memang memiliki aneka sebutan atau istilah, yang terus berevolusi seiring perjalanan waktu. Tapi intinya tetap sama.

Mengapa seks memiliki banyak sebutan, sementara berbagai aktivitas lain—dari makan, minum, tidur, dan semacamnya—hanya memiliki istilah terbatas dan hampir tak pernah berubah? Padahal makan, minum, dan tidur, juga kebutuhan manusia. Kenapa seks lebih istimewa?

Kita tahu jawabannya. Karena, berbeda dengan aktivitas lain, seks termasuk aktivitas privat. Di negara semacam Indonesia, seks—dalam konteks ini; hubungan seks—bahkan dianggap sesuatu “yang mestinya tidak dibicarakan secara terbuka”. Dari situlah muncul aneka istilah dan sebutan.

Orang Indonesia tidak bisa berbicara tentang seks secara jujur, terbuka, dan nyaman. Karenanya, orang-orang pun menciptakan aneka istilah untuk menyebut “seks”, demi tidak langsung menyebut “seks”. Ngewe, em-el, dan sekarang mantap-mantap, hanya segelintir contoh.

Sebagai bangsa yang “memiliki nilai-nilai luhur dan memegang teguh adat ketimuran”—kalau memang harus disebut begitu—penabuan seks (menganggap seks sebagai hal tabu) memang baik. Tapi penabuan terhadap seks bukan berarti tanpa risiko, bahkan bisa jadi malah berisiko.

Bagaimana pun, seks adalah kebutuhan dasariah manusia, sama seperti kebutuhan makan, minum, dan tidur. Yang jadi masalah, kita—dengan dalih adat ketimuran dan nilai-nilai budaya luhur—tidak pernah diajari soal seks, meski kita diajari cara makan, minum, dan tidur yang baik.

Sedari kecil, orang tua mengajari cara makan dan minum yang baik dan benar. Besar sedikit, kita diajari mengatur waktu tidur yang baik. Tapi sampai dewasa, tidak ada orang yang pernah mengajari kita tentang hal-hal terkait seks yang baik—dan bertanggung jawab, tentu saja.

Kita ditabukan membicarakan seks, dijauhkan dari pengetahuan terkait seks, bahkan dilarang mengakses hal-hal yang berhubungan dengan seks. Padahal kita manusia yang membutuhkan seks, sama seperti kita membutuhkan makan, minum dan tidur. Tidakkah kita melihat ini sangat berbahaya?

Karena orang tua, guru, dan masyarakat menghalang-halangi kita dari mendapat pengetahuan seks (yang benar dan bertanggung jawab), kita pun—secara naluri—berusaha mencari sendiri pengetahuan terkait seks. Ke mana? Stensil, internet, bokep, ocehan ngawur, sebut lainnya.

Akibatnya, sejak dini kita terpapar aneka hal terkait seks, tapi tidak terjamin benar, apalagi bertanggung jawab. Karena kita mendapatkannya dari stensilan, dari bokep, dari internet, atau dari ocehan orang ngawur yang mengglorifikasi seks untuk mengiming-imingi anak baru puber.

Dan begitulah kita tumbuh, omong-omong. Tumbuh dewasa dengan anggapan telah mengetahui aneka hal tentang seks, padahal tidak ada jaminan pengetahuan kita memang benar atau sesuai kenyataan. Kita adalah korban keterbelakangan masyarakat yang tidak memahami esensi pendidikan.

Ocehan ini, kalau kulanjutkan, bisa panjang sekali, dan mungkin baru akan selesai tahun 2045. Tapi karena cokelat hangat dan ududku sudah habis, cukup sampai di sini. 


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 3 Februari 2020.

Senin, 10 Februari 2025

Urusan Maaf

Manusia memang berbeda-beda, termasuk dalam urusan maaf. Ada yang berhati mulia, yang bisa memaafkan siapa pun, termasuk pada orang-orang yang pernah menyakiti. Prinsip mereka, "Tuhan saja tidak menghakimi manusia di dunia, kenapa kita sulit memaafkan kesalahan sesama?"

Ada juga yang sama mulia, menyadari manusia adalah tempat salah dan lupa. Jadi mereka pun sama mudah memaafkan, jika pihak yang bersalah mau meminta maaf, dan mereka akan memberi maaf. Prinsip mereka, "Sing wis yo wis, ora usah dieling-eling. Mari jalani hidup dengan lebih baik."

Tetapi, tentu saja, tidak semua manusia semulia itu. Di antara orang-orang yang mudah memaafkan, ada pula yang semacam John Creasy (lihat; Man on Fire), yang tak punya maaf sama sekali. Prinsip mereka, "Forgiveness is between them and God. It's my job to arrange the meeting."

Atau orang-orang seperti Don Corleone, yang bisa tersenyum ramah pada orang-orang yang menyakitinya, sambil diam-diam menyiapkan pembalasan dendam mengerikan... meski harus menunggu bertahun-tahun. Karena menurut mereka, “Revenge is a dish that tastes best when served cold.”

Akhirnya, terkait maaf, ada pula yang seperti Hannibal Lecter; pikiran rumit yang dialiri darah dingin, amarah dan luka yang tertutupi penampilan elegan, dan bisikan pada diri, "Now is the hardest test; not letting rage and frustration... or forgiveness keep you from thinking."


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 29 Januari 2020.

Senin, 10 Februari 2025

Justice is Balance

Ketika Ra's al Ghul membakar rumah Bruce Wayne hingga terlalap api seperti neraka, dia berkata, "Justice is balance. You burned my house and left me for dead. Consider us even."


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 31 Januari 2020.

Senin, 10 Februari 2025

Hilang, Kaupeluk

Ada bagian yang hilang 
Ada yang tak pernah kita kisahkan 
Selalu, dalam masamu 
Sesuatu ingin kausimpan, 
hanya menjadi milikmu 
Yang kaupeluk


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 16 Maret 2012.

Senin, 10 Februari 2025

Telepon dari MABES POLRI

Pernah ada teman yang dolan ke rumahku sampai tengah malam. Waktu dia sedang ke toilet, HP-nya berdering di ruang tamu, dan aku lihat di layar muncul nama MABES POLRI. Aku kaget. Siapa temanku ini, sampai MABES POLRI nilpon dia tengah malam?

Aku bawa HP dia, dan ngasih tahu temanku yang masih di toilet, “Ini MABES POLRI nilpon! Anjir! Ada apa MABES POLRI nilpon kamu tengah malam gini?” 

Temanku keluar dari toilet, dan menerima telepon itu. Ternyata itu telepon dari istrinya!

Sambil cekikikan, aku bertanya, “Kok bisa-bisanya kamu menamai istrimu MABES POLRI?” 

Dia menjawab sambil nyengir, “Lha kalau MABES POLRI sudah nilpon dan memintaku pulang, aku bisa apa?” 

Dia pulang saat itu juga, karena tak ingin ribut dengan “MABES POLRI”.

Ono-ono wae nang ndunyo iki.

Senin, 10 Februari 2025

Tidak Sadar Malam Minggu

Aku sering keluar rumah tanpa sadar malam Minggu, lalu heran melihat jalanan macet tak karuan, tempat parkir penuh semua, terus baru sadar ini malam Minggu. Seperti sekarang.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 21 September 2019.

Senin, 10 Februari 2025

TT Environmental

Omong-omong, TT malam ini sangat... anu, sangat environmental, dan mencerminkan prinsip-prinsip fundamentalisme yang moratorium dan quo vadis. #Apppeeeuuuhhh


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 19 Agustus 2019.

Senin, 10 Februari 2025

Elegan

Orang kalau dasarnya memang elegan, bahkan foto cuma kelihatan lehernya juga tetap elegan.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 26 Maret 2012.

Senin, 10 Februari 2025

Keep Calm

Keep calm and stay emessshh. #Appeeuuhhh


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 18 Agustus 2019.

Senin, 10 Februari 2025

Kangen

Kangen.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 10 April 2012.

Sabtu, 01 Februari 2025

Doktrin Bahagia yang Memakan Dirinya Sendiri

Banyak orang sok mengatakan, "Aku ingin anak-anakku tidak mengalami kesusahan seperti aku."

Mereka perlu menanyakan pada diri sendiri, "Apakah keinginan itu benar-benar terwujud... atau mereka cuma membayangkannya, sementara anak-anaknya sengsara seperti dirinya?

Ironisnya, orang-orang yang sok pede mengatakan "tidak ingin anak-anaknya sengsara seperti dirinya" justru memiliki anak-anak yang tertekan dan sengsara. Sementara orang yang anak-anaknya bahagia justru tidak pernah mengatakan omong kosong semacam itu.

Di sisi lain, ada anak-anak yang punya keinginan membahagiakan orang tuanya. Itu keinginan mulia, tentu saja. Tapi, sebagai anak, pernahkah kita bertanya-tanya, "Mengapa orang tua kita tidak bahagia, hingga kita merasa wajib membahagiakan mereka?"

Selama ini kita didoktrin bahwa menikah akan membuat orang bahagia, dan punya anak-anak akan melancarkan rezeki. Orang tua kita menikah, dan punya anak-anak, yang salah satunya kita. Kenapa mereka tidak bahagia... hingga kita seperti didoktrin untuk membahagiakan mereka?

Jangan-jangan, orang tua kita dulu menikah karena mengira akan bahagia setelah menikah dan punya anak-anak. Setelah menikah, mereka sadar bahwa pernikahan tidak membuat bahagia. Karenanya, mereka lalu mendoktrin anak-anak untuk membahagiakan mereka. 

Lalu kita meniru mereka...

Buah jatuh memang tak jauh dari pohonnya. Seperti apa orang tuanya, seperti itulah anaknya. Meski, dalam beberapa kasus, ada buah jatuh dari pohon, lalu angin menerbangkannya sampai jauh... dan memulai kehidupan yang jauh berbeda dari induknya.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 5 Februari 2020.

Sabtu, 01 Februari 2025

Males Mikir Kawin

Ketika menikah, ternyata, kita dan pasangan harus pakai alamat yang sama, karena suami-istri. Artinya, harus ada salah satu yang "mengorbankan" alamatnya semula.

Aku ingin ngoceh soal ini, dan tolong ralat jika aku keliru, karena nyatanya aku baru sekadar tahu, tapi belum pernah mengalaminya sendiri.

Kalau umpama Si A dan Si B akan menikah, dan mereka berbeda alamat, maka Si A dan Si B harus memilih akan menggunakan alamat Si A atau alamat Si B. Karena ketika telah menikah dan menjadi pasangan suami istri, alamat mereka harus sama (satu alamat), untuk keperluan pembuatan KK.

Mungkin itu terdengar mudah dalam teori, tapi bisa jadi rumit dalam praktik. Bayangkan saja umpama Si A beralamat di Yogya, dan Si B beralamat di Sumatra. Ketika menikah, mereka harus memilih satu alamat (suami ikut alamat istri, atau istri ikut alamat suami), atau opsi lain.

Bisa jadi, mereka memutuskan memakai alamat Si A. Maka sejak itu, alamat Si B pindah ke alamat Si A. Ini mungkin terdengar mudah, tapi bisa jadi akan berbuntut panjang. Karena, ketika alamat Si B berubah, maka semua hal (kepemilikan dia, yang terkait alamat) harus ikut berubah.

Bayangkan saja Si B punya motor, mobil, rumah, tanah, rekening di bank, dan lain-lain, yang semuanya menggunakan identitas dan alamatnya. Ketika Si B mengubah alamat karena menikah dengan Si A, maka identitas semua kepemilikan Si B akan (harus) ikut berubah. Begitu, kan?

Lalu aku membayangkan bagaimana ribetnya Si B mengurus perubahan identitas pada semua miliknya itu, satu per satu. Wong ngurus mau nikah saja sudah ribet, masih ditambah ngurus perubahan alamat, dll. Ini bahkan belum membicarakan kemungkinan cerai, dan sekali lagi harus ribet.

Itulah kenapa, kadang aku mikir, kalau kelak menikah, aku berharap pasanganku tinggal sekota. Biar urusannya tidak terlalu ribet. Karena aku benci hal-hal ribet!


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 9 Februari 2020.

Sabtu, 01 Februari 2025

Konsistensi Tingkat Wali

Deddy Dores adalah musisi yang sangat istiqamah. Meski referensi musiknya sangat luas, dia tetap menggunakan melodi yang sama untuk lagu-lagu yang diciptakannya, hingga nada yang terdengar identik dengannya. Konsistensi tingkat wali.

Ahmad Dhani terkenal sebagai musisi hebat. Begitu pula Iwan Fals, Ariel, dan musisi-musisi top lain. Tapi kalau mereka menciptakan lagu dan dinyanyikan orang lain, belum tentu kita tahu itu lagu ciptaan mereka. Karena masing-masing lagu memiliki nada/melodi yang berbeda.

Dalam hal itu, Deddy Dores lebih “unggul”. Jika dia menciptakan lagu, dan dinyanyikan sendiri atau orang lain, rata-rata penggemar musik akan tahu, “Itu pasti lagu Deddy Dores!” Karena dia selalu menggunakan nada yang sama, melodi yang sama, komposisi musik yang sama.

Meski lagu-lagunya dianggap “cengeng”, tapi kita tidak bisa menyangkal dia seorang genius. Karena mungkin hanya Deddy Dores satu-satunya musisi di Indonesia yang mampu menghasilkan lebih dari seribu lagu dengan menggunakan nada yang sama, dan lagu-lagunya selalu laris!

Sabtu, 01 Februari 2025

Musim Sepi dan Resesi yang Sunyi

Beberapa hari ini ngobrol dengan beberapa orang, rata-rata mereka mengeluh keadaan (bisnis, usaha) sedang sepi. Penjual warung nasi, pengusaha batik, atau pemilik bisnis lain, semuanya mengeluhkan hal sama, "Keadaan emang lagi sepi, atau cuma aku yang mengalami?"

Entah orang-orang menyadari atau tidak, kita sebenarnya ada dalam masa (pra)resesi—kenyataan ini akan sangat terasa, khususnya bagi kalangan menengah ke bawah. Kehidupan (ekonomi) yang semula kadang naik turun, saat ini terasa stagnan atau bahkan menurun.

Sebagian pakar ekonomi bahkan meramalkan resesi global dalam enam bulan ke depan—dan aku khawatir itu benar-benar terjadi—meski kita berharap ramalan itu tak terjadi. Dalam pikiranku, ini adalah masa ketika "segalanya tampak baik-baik saja, padahal sebenarnya tidak."

Salah satu warung makan langgananku—aku punya beberapa warung langganan—bahkan sudah sampai pada tahap "nyaris tanpa pembeli". Semula, warung mereka cukup ramai, pembeli datang silih berganti. Tapi kini benar-benar sepi. Padahal tidak ada yang berubah, semuanya masih sama.

Penjual warung makan itu sepasang suami istri. Tadi, waktu aku makan di sana, si suami curhat, "Istri saya hampir putus asa, ingin tutup warung saja, dan cari kerja lain. Karena keadaannya sepi terus." Sudah sampai tahap seperti itu.

Dan "sepi" yang terjadi punya efek berantai.

Sebelumnya, mereka sudah beberapa kali cerita soal warung yang sepi, dan rencana untuk tutup, ingin mencoba kerja/usaha lain. Waktu itu mereka berpikir hanya warung mereka yang sepi, hingga ingin mencoba usaha lain yang lebih baik. Padahal masalahnya bukan pada warung mereka.

Aku bilang ke mereka, "Sampeyan kalau kulakan ke pasar, beli ayam, daging, bumbu, dll, coba tanya para pedagang di sana. Apakah mereka juga sama sepi?"

Mereka menuruti saran itu, dan mendapat jawaban berupa keluhan serupa, "Keadaan lagi sepi."

Karena resesi punya efek berantai.

Karena resesi, orang yang biasa makan di warung, memilih berhemat dengan masak sendiri di rumah, akibatnya warung makan sepi. Karena warung sepi, penjual warung mengurangi belanjaan, dan hal itu berdampak pada para pedagang lain, dan begitu seterusnya. Hasilnya, semuanya "sepi".

Yang mengerikan, setidaknya dalam pikiranku, resesi saat ini dan yang akan datang—kalau benar terjadi—adalah resesi yang "tidak adil", karena yang akan merasakan dampaknya cuma kalangan menengah ke bawah. Sementara kalangan atas bisa dibilang tidak akan merasakan dampaknya.

Bagaimana itu terjadi? Jawabannya panjang dan rumit, dan mungkin ocehan ini akan selesai tahun 2092, kalau harus kuuraikan secara detail. Intinya, karena sistemnya memang diarahkan begitu. Kita sedang "disaring" diam-diam—apakah kalian tidak merasakan?

Sebagai awal untuk memahami hal ini, pelajarilah omnibus law yang saat ini sedang hangat dibicarakan. Jangan terkecoh oleh namanya yang terdengar ndakik-ndakik. Itu 11/12 dengan "UU Anti Pornografi/Pornoaksi". Indah dalam nama, tapi mengandung racun mematikan di dalamnya.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 13 Februari 2020.

Sabtu, 01 Februari 2025

Orang Sok Suci

Dari dulu, orang-orang yang sok suci memang memuakkan.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 5 Februari 2020.

Sabtu, 01 Februari 2025

Bulan Itu

Baru kemarin bulan itu sudah mau bulan itu lagi.

Sabtu, 01 Februari 2025

Jam Segini di Akhir Pekan

Ngobrol sama teman, dia bilang, "Dulu jam segini rasanya masih segar bugar, meski seharian sibuk kerja. Sekarang, jam segini rasanya udah pengin istirahat aja. Badan rasanya udah capek."

Akhir pekan memang menyenangkan untuk ngobrol dan leyeh-leyeh. Sambil udud, tentu saja.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 9 Februari 2020.

Sabtu, 01 Februari 2025

Ingin Diseduh

Setiap kali menemukan istilah "diseduh", entah kenapa aku berdebar. Karena, juga entah kenapa, aku merasa ingin diseduh. Appeeuuuhh.

Betapa hidup ini sungguh sia-sia jika kita tidak diseduh. Apppeeeeeeuuuuuhh...


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 14 Februari 2020.

Sabtu, 01 Februari 2025

Entahlah

Setiap kali melihat foto-fotomu, aku berpikir, “Kau begitu matang dan dewasa, aku begitu bodoh dan kekanak-kanakan.”

....
....

Entahlah.

Sabtu, 01 Februari 2025

Permen Kuno

Di sebuah warung cukup besar, seseorang bertanya pada si penjual, “Ada permen Sugus?”

Mendengar pertanyaan itu, diam-diam aku berpikir, “Kuno sekali orang itu.”

Sabtu, 01 Februari 2025

Akhirnya Februari

Akhirnya Februari juga, setelah mutar-mutar di Januari yang seperti looping tanpa akhir.

Senin, 20 Januari 2025

Solusi Objektif dan Solusi Subjektif

Buku di bawah ini, kalau aku tidak salah duga—dan hampir bisa dipastikan benar—diterjemahkan dari salah satu buku Karl Popper, berjudul All Life is Problem Solving. 

[Tweet buku Karl Popper—tidak tersemat di tweet-ku, jadi sulit cari arsipnya] 

Apakah isinya bagus? Menurutku sangat bagus. Dan semoga buku terjemahannya sebagus bahasa aslinya.

Popper tampaknya sangat serius memikirkan solusi. Salah satu kalimatnya yang terkenal, terkait solusi, “... no way to demonstrate the truth or, at least, high probability of our theories; the theory that we obtain our general theories by inductive generalization from experience.”

Berdasarkan ocehan Karl Popper yang mungkin terdengar absurd [tapi sangat penting] itu, aku jadi gatal ingin ngoceh soal solusi...

Sambil nunggu udud habis.

Solusi adalah jalan keluar untuk mengatasi masalah. Ada solusi yang bersifat objektif, ada pula solusi yang bersifat subjektif. 

Solusi objektif adalah solusi berbasis penelitian ilmiah, sementara solusi subjektif adalah solusi—yang sering kali—berbasis pengalaman pribadi.

Solusi objektif, yang berbasis penelitian ilmiah, umumnya dapat digunakan untuk hampir semua orang. 

Contoh, solusi mengatasi sakit kepala adalah mengonsumsi obat sakit kepala. Obat sakit kepala adalah solusi berbasis penelitian ilmiah, dan itu bisa digunakan kebanyakan orang.

Sebaliknya, solusi subjektif adalah solusi berbasis pengalaman/keyakinan pribadi, yang mungkin dapat digunakan diri sendiri dan beberapa orang, tapi belum tentu sesuai untuk semua orang. 

Di titik ini, kita kadang kesandung dalam “memaksakan suatu solusi” pada orang lain.

Kalau kita memaksakan suatu solusi pada orang lain, dan orang yang diberi solusi malah jengkel, bisa jadi karena solusi yang kita berikan adalah solusi subjektif yang kita anggap tepat atau manjur (karena kita menganggapnya begitu), tapi belum tentu akan cocok untuk semua orang.

Agar penjelasan ini tidak menyinggung siapa pun, aku akan menggunakan diri sendiri (yang kulakukan) sebagai contoh. 

Salah satu solusiku ketika stres adalah pergi (ziarah) ke Wonobodro (desa di atas bukit yang masuk kawasan Batang, Jawa Tengah). Itu tempat yang sangat terkenal.

Di atas bukit Wonobodro, ada makam orang-orang terkenal—masyarakat menyebut mereka wali—salah satunya adalah makam Ki Ageng Wonobodro, orang yang mendirikan Pekalongan. Kalau pas haul, kompleks pemakaman itu dikunjungi ribuan orang dari mana-mana.

Tapi aku lebih suka ziarah ke Wonobodro di hari-hari biasa, sehingga bisa menikmati keheningan di sana. 

Karena berada di atas bukit, suasana di sana begitu adem, tenang, sunyi, dan, setiap berada di sana, aku merasakan ketenteraman sekaligus keheningan yang mendamaikan.

Di sana juga ada aliran air alami, semacam got tapi airnya bersih dan sangat jernih. Kalau aku membasuh muka dengan air di sana, aku merasa sedang membasuh muka dengan mata air surga, saking segarnya. 

Wonobodro adalah tempat sempurna bagi penyuka kesendirian sepertiku.

Jadi, seperti kubilang tadi, aku selalu ziarah ke Wonobodro setiap kali stres. Sering kali bersama teman, yang juga suka berziarah. Kalau pas tidak ada teman, aku ke sana sendirian. 

Selama berada di Wonobodro, menikmati hening, aku merasa seperti baterai yang di-charge ulang.

Karenanya, begitu pulang dari Wonobodro, aku merasa stresku jauh berkurang, energiku bertambah, pikiranku lebih jernih, bahkan hatiku lebih damai, dan aku pun merasa lebih mampu melanjutkan hidup dengan segala problematikanya. Optimismeku meningkat.

Ziarah adalah obat stresku.

Ziarah ke Wonobodro adalah solusi bagiku ketika stres dan lelah. Tapi itu solusi berbasis pengalaman pribadi. 

Artinya, solusi itu mungkin cocok bagiku—dan bagi sebagian orang lain—tapi belum tentu cocok untuk semua orang. Nyatanya ada orang-orang yang justru tak suka ziarah.

Jadi kalau misal ada orang lagi stres dan aku menyodorkan solusi “ziarah ke makam wali”, solusi itu akan terasa dan terdengar benar bagiku, tapi belum tentu akan benar pula baginya. Karena terkait solusi berbasis pribadi, orang per orang juga punya cara sendiri yang bisa berbeda.

Hal itu berbeda dengan solusi berbasis penelitian ilmiah, yang contohnya tadi obat sakit kepala. 

Kalau misal ada orang lagi sakit kepala, dan aku menyarankan, “Coba minum Oskadon.” Dia tidak akan marah, karena Oskadon memang telah diakui secara umum sebagai obat sakit kepala.

Kalaupun ternyata dia tidak cocok dengan Oskadon, paling-paling jawabannya, “Aku lebih suka minum Bodrex,”—misalnya. 

Solusi berbasis penelitian ilmiah bisa disampaikan pada semua orang, tapi belum tentu dengan solusi berbasis pengalaman pribadi. Ini sepele, tapi sangat penting.

Sekalian, mumpung ingat, dan kayaknya relate dengan ocehan ini, catatan baru di blog: Terdengar Benar dan Terasa Benar, tapi Belum Tentu Benar.


*) Ditranskrip dari timeline @noffet, 22 November 2022.

Senin, 20 Januari 2025

Kita Berubah Seiring Waktu

Ocehan di Twitter ini memang kadang bisa bermasalah, karena kita ngoceh sewaktu-waktu berdasarkan yang kita rasakan atau pikirkan "waktu itu". Padahal "yang kita pikirkan/rasakan waktu itu" bisa saja kini telah berubah, karena diri dan hidup kita juga tentu telah berubah.

Sepertinya sih rata-rata orang begitu—termasuk aku, tentu saja. Bisa jadi, saat ini kita ngetwit secara bijak, kalem, dan santun, sementara dulu isi twit kita cuma sange, ngewe, sange, ngewe, dan begitu seterusnya. Menurutku sih wajar-wajar saja, karena orang selalu bisa berubah.

Bisa jadi yang dulunya memang nakal, kini telah insaf dan benar-benar berusaha menjadi pribadi yang (lebih) baik. Kehidupan manusia selalu bisa berubah, diri serta cara berpikir orang per orang juga selalu bisa berubah. Itu hal biasa, dan kita tidak perlu repot menyangkalnya.

Jangankan twit yang bersifat ocehan spontan, bahkan tulisan di blog pun kadang tidak lagi sesuai pikiran dan kehidupan penulisnya. Ada banyak tulisanku di blog tujuh tahun lalu, misalnya, yang saat ini sudah tidak relevan dengan cara berpikirku. Dan itu, sekali lagi, hal biasa.

Susahnya, tulisan di Twitter atau di blog selalu tetap (tidak berubah), padahal kehidupan dan cara berpikir kita terus berubah. Sesuatu yang kita anggap keren sekian tahun lalu bisa jadi kita anggap konyol sekarang. Pikiran kita berubah, tapi twit/tulisan kita dulu masih ada.

Secara pribadi, aku tidak merisaukan hal-hal semacam itu, bahkan twit/tulisanku yang dulu jadi semacam cermin bahwa aku yang sekarang memang (semoga) lebih baik dari aku yang dulu. Jadi kalau umpama ada yang mengorek-ngorek twit lamaku, paling-paling aku cuma tertawa.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 30 Januari 2020.

Senin, 20 Januari 2025

Musik Jatuh Hati

Kebiasaan memutar suatu lagu secara terus menerus saat jatuh cinta atau saat patah hati memiliki sebutan ilmiah; music-evoked autobiographical memory.

Musik itu ajaib. Bukan hanya keindahannya, tapi juga karena mampu membantu kita mengelola emosi, khususnya saat jatuh cinta atau patah hati. Saat mendengarkan musik indah ketika jatuh cinta, tubuh kita akan melepaskan banyak dopamin, dan itu memberi rasa bahagia.

Sebaliknya, saat mendengarkan musik ketika patah hati, lagu sedih memicu pelepasan endorfin pada tubuh kita, dan itu meredakan stres serta membantu kita merasa lebih tenang. Jadi wajar kalau banyak dari kita suka mendengarkan musik tertentu saat jatuh cinta atau patah hati.

Senin, 20 Januari 2025

Mengingatkan Diri Sendiri

Aku selalu mengingatkan diri sendiri, setiap orang menghadapi masalahnya masing-masing, bahkan meski kita mungkin meyakini dia tak punya masalah.

Ada orang-orang yang tampak selalu senang dan gembira, tapi sebenarnya diam-diam sedang menghadapi masalah. Ada pula yang terang-terangan menunjukkan dia sedang menghadapi masalah. Tapi belum pernah aku kenal seorang pun yang tidak punya masalah apapun.

Senin, 20 Januari 2025

Hal Paling Pahit

Setiap kali berurusan dengan manusia, aku selalu mengingat ucapan Ali bin Abi Thalib, "Aku telah merasakan semua kepahitan dalam hidup, dan yang paling pahit ialah berharap kepada manusia."

Jadi, setiap kali ada yang mempersulitku, aku akan bilang kepadanya, "Persetan denganmu!"


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 9 Februari 2020.

Senin, 20 Januari 2025

Belum Tentu

"Semakin sulit kamu mendapatkannya, semakin kamu akan menghargainya," kata orang-orang. 

Sayangnya, belum tentu. Ada hal-hal yang kudapatkan dengan sangat sulit, tapi belakangan cuma bikin aku membatin, "Ternyata cuma gitu..."


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 9 Februari 2020.

Senin, 20 Januari 2025

Idiot di Dapur

Ketika memasuki dapur, aku mendapati tutup panci sedang bertanya pada termos, “Congkrahmu bagaimana?”

Sebelum termos sempat menjawab, aku bertanya, “Congkrah itu apa?”

Termos menyahut, “Kamu Homo sapiens tahu apa?”

Di hadapan benda-benda mati di dapur, aku merasa idiot.

Senin, 20 Januari 2025

Mikir Hewan Mikir Apa

Kalau lihat hewan-hewan bertingkah aneh atau lucu, aku mesti mikir, "Kira-kira apa yang mereka pikirkan?"


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 13 Februari 2020.

Senin, 20 Januari 2025

Nikmat Sekali

Kalau habis makan bakso, terus minum segelas besar air putih, rasanya nikmat sekali.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 13 Februari 2020.

Senin, 20 Januari 2025

Menggepuk Batu Bata Lagi

Ooh... menggepuk batu bata lagi.

Senin, 20 Januari 2025

Krum

Uwong kok dikrum.

Jumat, 10 Januari 2025

Orang-Orang Bodoh

Percakapan selalu diawali sesuatu, bisa peristiwa, berita terbaru, karena seseorang mencetuskan pikirannya, bisa pula karena kabar terkait salah satu tetangga. Apa pun bisa jadi percakapan. Yang membedakan adalah cara orang per orang menjadikan hal-hal itu sebagai percakapan.

Biasanya, orang-orang pintar membicarakan hal-hal esensial, yang penting, dan malas membicarakan hal-hal remeh yang tidak penting. 

Sebaliknya, orang-orang bodoh senang membicarakan hal-hal remeh yang tidak penting, karena mereka tidak mampu membicarakan hal-hal penting.

Contoh. Ada orang suka menyalakan lampu depan rumahnya pada sore hari, bukan setelah malam. Alasannya sepele, karena ia sering lupa menyalakan lampu depan rumah kalau malam. Jadi ia sengaja menyalakannya sore hari, bersamaan saat menyalakan lampu ruang tamu, agar tidak kelupaan.

Itu hal sepele, dan orang-orang pintar biasanya malas membicarakan hal-hal remeh seperti itu. 

Bagi orang pintar, kamu mau menyalakan lampu depan rumahmu pada sore hari atau malam hari, bodo amat! Wong itu lampu rumahmu sendiri, dan kamu sendiri pula yang bayar listriknya!

Tapi orang bodoh tertarik membicarakan hal remeh temeh seperti itu. Dengan kadar otaknya yang minim, mereka bisa saja membuat “teori” kenapa orang menyalakan lampu depan rumahnya sore hari. Lalu menyimpulkan, misalnya, “Ooh, mungkin karena dia ingin dianggap tidak di rumah.”

Apakah itu terdengar konyol? Jelas! Tapi orang bodoh tidak sadar kalau itu konyol. Sebaliknya, mereka merasa dirinya pintar, karena bisa menemukan “teori konyol” itu. 

Contoh lain. Ada orang yang seharian tidak keluar rumah, karena sangat sibuk, dan baru keluar saat larut malam.

Dia baru keluar rumah saat larut malam, karena mencari makan, setelah seharian mengurusi kesibukannya, hingga tidak ingat makan.

Itu hal remeh, kan?

Tapi orang bodoh senang mengurusi hal remeh. Karena melihat tetangganya baru keluar larut malam, dia pun menyusun “teori-teori”.

Menurut “teori” si orang bodoh, tetangganya seharian tidak keluar rumah, dan baru keluar setelah larut malam, karena ingin dikira sedang pergi. 

“Mungkin dia takut didatangi orang yang akan menagih utang,” pikirnya. Dia merasa hebat dengan teori itu, padahal salah, juga konyol!

Contoh lain lagi. Ada orang yang setiap hari sampai malam biasa membuka jendela kamarnya, dan jendela yang terbuka itu bisa terlihat dari depan rumah. 

Suatu waktu, orang itu menutup jendela kamarnya, karena nyamuk sangat banyak, atau karena cuaca dingin. Itu hal remeh, kan?

Tetapi, sekali lagi, orang bodoh suka memikirkan dan membicarakan hal-hal remeh. Hanya karena melihat jendela tertutup—padahal biasanya terbuka—dia pun menyusun “teori-teori”. Dan sama seperti sebelum-sebelumnya, “teori”-nya juga salah total, tapi dia merasa dirinya pintar!

Orang bodoh yang sadar dirinya bodoh itu baik, karena dari kesadaran itu dia bisa belajar, dan memperbaiki diri.

Yang bermasalah adalah orang bodoh yang merasa dirinya pintar, hingga tidak mau belajar, bahkan koar-koar bangga tentang “teori-teori” bikinannya ke orang-orang lain.

Sering kali, masalah sosial diawali hal-hal semacam ini, ketika ada orang bodoh merasa dirinya pintar, lalu menyusun “teori goblok” yang ia anggap hebat, lalu “mendiskusikan teori goblok” bikinannya ke orang-orang lain. 

Inilah awal mula sesuatu yang disebut ghibah.

Selalu ingat hal penting ini:

Orang pintar membicarakan ide, wawasan, atau perspektif mereka.

Orang biasa membicarakan berita atau peristiwa.

Sementara orang bodoh suka ber-ghibah, membicarakan orang lain, dengan tujuan menjelek-jelekkan. 


*) Ditranskrip dari timeline @noffet, 16 Desember 2022.

 
;