Selasa, 20 Mei 2025

Pamit dari Medsos untuk Sementara

Saya menulis catatan ini pada 1 Mei 2025, dan catatan ini mungkin akan saya sematkan di halaman muka blog ini untuk beberapa waktu ke depan, sebagai semacam pemberitahuan bagi siapa pun yang [mungkin] berkepentingan.

Sejak Ramadan kemarin, yang dimulai pada 1 Maret 2025, saya sudah meninggalkan media sosial. Itu sebenarnya bukan hal baru, karena sejak dulu saya memang selalu off dari medsos saat Ramadan datang. Jika ingin membuktikan, coba scroll medsos X saya hingga ke tahun-tahun lalu. Akan selalu ada 1 sampai 2 bulan yang kosong, dan bulan yang kosong itu pasti bertepatan dengan Ramadan. “Tradisi” itu sudah saya lakukan dari beberapa tahun lalu, sejak X masih bernama Twitter.

Orang-orang yang telah lama mengenal saya di medsos X kemungkinan sudah tahu kebiasaan itu. Bahwa saya selalu off dari medsos saat Ramadan, dan baru kembali setelah bulan Syawal. Tapi orang-orang yang mungkin baru mengenal saya di medsos X bisa jadi mengira saya “menghilang”.

Sebenarnya saya tidak menghilang. Karena off dari medsos sejak Ramadan sampai Syawal itu memang komitmen pribadi yang selalu saya lakukan setiap tahun.

Biasanya, sebelum off di bulan Ramadan, saya akan ngasih pemberitahuan di timeline bahwa saya akan libur selama Ramadan dan akan kembali setelah Syawal. Biar orang-orang tidak mengira saya “tiba-tiba hilang tanpa kabar”. Tapi jelang Ramadan kemarin, saya sengaja tidak menulis pemberitahuan itu, karena tidak ingin orang-orang lain terpengaruh lalu mengikuti saya.

Off dari medsos saat Ramadan itu komitmen pribadi yang saya patuhi sendiri. Tapi saya tidak berharap orang-orang lain mengikuti kebiasaan itu, khususnya menjelang Ramadan kemarin. Ada banyak persoalan terkait masyarakat dan bangsa yang perlu disuarakan dan diperjuangkan. Saya ingin orang-orang—khususnya para aktivis—tetap aktif di medsos X dan menyuarakan hal-hal yang masih perlu diperjuangkan. Karena itulah saya sengaja tidak memberi pemberitahuan apapun terkait liburnya saya dari medsos X menjelang Ramadan. 

Jadi, sekali lagi, liburnya saya dari medsos X sejak awal Ramadan kemarin itu bukan “menghilang”. Itu memang tradisi yang telah saya lakukan sejak beberapa tahun sebelumnya, setiap Ramadan datang. 

Biasanya, setelah off selama Ramadan, saya akan kembali ke medsos setelah lebaran, atau setelah bulan Syawal selesai. Makanya, seperti yang tadi saya katakan, selalu ada satu sampai dua bulan yang kosong di timeline saya dalam setiap tahun.

Sekarang, saat menulis catatan ini, saya sedang galau. Jika mengikuti aturan yang saya buat sendiri, mestinya saya sudah mulai masuk medsos X lagi pada akhir April, atau setelah bulan Syawal selesai. Semula, saya berencana akan masuk ke medsos X pada 1 Mei 2025. Tetapi, belakangan saya galau hingga menulis catatan ini.

Ada banyak hal yang sedang saya urusi dan kerjakan di dunia nyata, dari kehidupan pribadi sampai urusan kerja. Dalam hal itu, saya merasa kekurangan waktu, setidaknya untuk saat ini. Latar belakang itu menjadikan saya jadi ragu-ragu ketika akan kembali masuk ke medsos X, karena bagaimana pun akan mengurangi waktu yang bisa saya gunakan untuk melakukan hal-hal yang lebih penting untuk dilakukan. 

Sekadar curhat. Tahun 2025—khususnya awal 2025—sebenarnya moment sedih bagi saya, karena proyek yang saya impikan sejak beberapa tahun sebelumnya gagal total akibat masalah terkait orang yang jadi partner saya. Sebelumnya, saya telah merancang dan mempersiapkan proyek itu sejak empat tahun lalu, dan mestinya terwujud pada 2024 kemarin. Tapi terjadi masalah yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya, yang mengakibatkan proyek itu gagal total. Karena penjelasan soal ini cukup panjang, saya telah menulisnya dalam catatan terpisah, dan kalian bisa membacanya di sini: Duit Miliaran Lenyap Seperti Mimpi.

Dalam rencana semula, proyek itu [mestinya] terwujud pada akhir 2024, dan awal 2025 saya akan ada di Jakarta. Di moment itulah saya berencana mampir ke Cinere untuk makan di Warteg Barokah! [Itu resolusi saya untuk tahun 2025, omong-omong.]

Tetapi, sialan, proyek itu gagal. Saya frustrasi karena kegagalan itu terjadi bukan karena proyeknya, tapi karena masalah yang terjadi pada partner saya. Sementara tabungan saya sudah terkuras untuk membiayai penelitian terkait proyek itu. 

Karena itulah saya galau. Saya tidak mungkin pergi jauh ke Jakarta atau ke Cinere cuma untuk makan di warteg! Lebih dari itu, saya harus kembali fokus bekerja dan berpikir, untuk membangun proyek lain, sebagai semacam kompensasi atas kegagalan proyek tadi. Sebenarnya ini proyek pribadi, jadi saya tidak bertanggung jawab pada siapa pun. Masalahnya, saya sangat menyesali kegagalan itu, dan berpikir harus menemukan hal lain untuk dikerjakan [dan menghasilkan uang].

Akhirnya, setelah menimbang dan memikirkan cukup lama, saya memutuskan untuk hiatus atau berhenti sejenak dari dunia maya, khususnya medsos X, agar bisa fokus menggunakan waktu yang ada untuk mengerjakan hal-hal yang lebih penting. 

Jadi, saya menulis catatan ini sebagai pemberitahuan bagi siapa pun yang [mungkin] berkepentingan bahwa, terhitung mulai 1 Mei 2025, saya memutuskan untuk libur sejenak dari medsos X. Sampai kapan libur atau hiatus ini akan berlangsung, saya belum bisa memastikan. Intinya, fokus saya saat ini adalah mengerjakan hal-hal penting yang memang harus segera dikerjakan. Setelah hal-hal itu selesai, saya akan kembali ke medsos X, tapi saya belum bisa memastikan kapan waktunya.

Lalu bagaimana dengan update blog ini? Kemungkinan blog ini akan terus di-update seperti biasa. Begitu pula situs Belajar Sampai Mati (BSM). Sekadar informasi, blog ini serta situs BSM di-update secara otomatis. Jadi saya tidak perlu rutin masuk ke dasbor untuk melakukan update. Saya hanya perlu memasukkan catatan-catatan dan artikel-artikel yang perlu diterbitkan, dan tumpukan catatan serta artikel itu terbit sendiri secara otomatis berdasarkan waktu yang telah saya setel.

Hal itu berbeda dengan medsos X. Saya masuk ke medsos X karena memang butuh tahu informasi atau berita apa yang sedang terjadi hari itu, jadi saya harus benar-benar masuk ke sana. Fakta bahwa selama ini saya hanya muncul di medsos X pada pukul 22.00, karena saya membatasi diri agar tidak sering-sering masuk ke sana. 

Biasanya, kalau masuk ke medsos X pada pukul 22.00, saya akan memindai timeline, membaca dan memperhatikan berita serta informasi-informasi terkini—menyimpannya jika penting, me-repost jika memang harus disebarkan, atau mengomentari jika saya tertarik mengomentari. Itu kegiatan yang mau tak mau mengharuskan saya masuk ke medsos X, dan tidak bisa menggunakan otomatisasi.

Karena itulah saya akhirnya memutuskan untuk sejenak meninggalkan medsos X, agar bisa lebih menghemat waktu, untuk menangani dan mengerjakan hal-hal yang lebih penting untuk dikerjakan. Saya pikir itu lebih bermanfaat, khususnya bagi saya.

Saya berharap nantinya bisa kembali ke medsos X, dan berinteraksi dengan siapa pun, seperti sebelumnya. 

Jika ada di antara kalian yang perlu menghubungi saya, silakan gunakan e-mail. Sekarang, izinkan saya mengucap “selamat tinggal”—untuk sementara.

Selasa, 20 Mei 2025

Footnote untuk Footnote

Mumpung lagi ramai soal rokok, aku mau ngasih footnote untuk “footnote” ini.

(Wong footnote kok dikasih footnote?)

Yo wis, ben. Wong ini juga bukan karya ilmiah.



Omong-omong soal Philip Morris...

Sambil nunggu udud habis.

Philip Morris International adalah perusahaan rokok dan tembakau terbesar di dunia, yang, ndilalahnya, merupakan produsen rokok yang biasa aku konsumsi. Dua merek rokok yang biasa kuisap adalah Dji Sam Soe dan Marlboro Black. Keduanya milik perusahaan Philip Morris.

Memang, rokok kretek Dji Sam Soe diproduksi oleh PT HM Sampoerna yang merupakan perusahaan Indonesia. Dji Sam Soe bahkan merek rokok pertama di Indonesia. Tapi produsen Dji Sam Soe yang legendaris itu telah diakuisisi oleh Philip Morris pada 2005 silam.

Terlepas dari urusan itu, aku merasa perlu menjelaskan kenapa ocehanku di sini selalu diawali “sambil nunggu udud habis”. Kenapa?

Ya karena memang aku masuk Twitter lalu ngoceh di sini sekadar untuk sebat (menikmati sebatang rokok), habis itu sudah, log out. Ngopo suwi-suwi?

Kemudian, aku sengaja menunjukkan diri kalau aku seorang perokok, biar kalau sewaktu-waktu kita ketemu, kamu bisa memaklumi kebiasaanku. 

Sebaliknya, kalau umpama kamu antirokok (misal alergi pada asap rokok), setidaknya kamu bisa “jaga jarak sejak dalam pikiran”.

Sebagai perokok, aku tidak ingin mengajak siapa pun untuk juga merokok, pun tidak ingin melarang siapa pun merokok. 

Merokok atau tidak itu kan hak orang per orang. 

Cuma, kalau boleh menyarankan, kalau kamu belum pernah merokok, sebaiknya tidak usah merokok. 

Alasannya?

Menurutku alasannya sepele saja; harga rokok [makin] mahal! Dan makin ke sini harganya makin tak karuan, karena cukai yang terus naik, dan konsumen makin tercekik. 

Kalau kamu tidak merokok, setidaknya kamu bisa terbebas dari urusan harga rokok yang makin tak masuk akal.

“Lhah, kamu udah tahu harga rokok makin gak masuk akal, kenapa masih juga merokok?” 

Pertanyaan itu butuh jawaban panjang, dan tidak mungkin aku ocehkan di sini. Ingat, aku ngoceh di sini cuma sambil nunggu udud habis. Ududku—dan usiamu—jelas tidak akan cukup.

Intinya, merokok atau tidak adalah hak setiap orang. Seperti hak apa pun, selama hak merokok dilakukan tanpa melanggar hak orang lain, everything is OK. 

Pertanyaan lain, apakah merokok memang bikin kecanduan? Apakah merokok memang merusak kesehatan, dan bla-bla-bla?

Dengan segala kejujuran, aku merasa tidak punya kapasitas untuk menjawab pertanyaan itu. Jadi sila tanyakan pertanyaan itu pada ahli yang berkompeten, agar jawabannya lebih bisa dipertanggungjawabkan. (Maksudku ke pakar kesehatan, bukan ke Sri Mulyani).

Ududku habis.

*) Ocehan ini TIDAK disponsori Philip Morris.

**) Ya mestinya dia nyeponsori, sih. (Lhah?)


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 4 November 2022.

Selasa, 20 Mei 2025

Menangis

Aku selalu menangis tiap baca beginian, dan karena itulah aku selalu marah tiap melihat orang menyuruh-nyuruh orang lain cepat kawin tanpa persiapan. Aku tidak peduli dengan perkawinanmu, yang kukhawatirkan adalah nasib anak-anakmu. 

Orang yang menyuruh-nyuruh orang lain cepat kawin tanpa persiapan itu lebih hina dari binatang ternak, lebih bejat dari iblis, karena merekalah perusak manusia yang sesungguhnya... bahkan sebelum si manusia itu dilahirkan. Selalu ada anak terluka di balik kebodohan orang tuanya.

Iblis—kalau pun ia memang ada—baru bisa merusak manusia setelah seorang manusia eksis di dunia. Tapi orang yang menyuruh-nyuruh orang lain cepat kawin tanpa persiapan; telah merusak seorang manusia, bahkan sebelum dilahirkan, yakni calon anak yang akan dilahirkan dari perkawinan.

Kalau kau menjadi korban suatu kejahatan, kau akan mengutuk kejahatan serupa, jauh lebih keras dari siapa pun yang tidak menjadi korban kejahatan yang sama. Karena kau merasakan sakitnya, dan kau tidak ingin orang-orang lain—anak-anak lain—mengalami luka seperti yang kau alami.

Susahnya, di dunia yang terkutuk ini ada banyak orang yang tak bisa berempati, dan menuduh si korban "terlalu mendramatisir", dll. Orang yang tidak pernah menjadi korban memang sulit memahami bagaimana perasaan seorang korban.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 20 Agustus 2019.

Selasa, 20 Mei 2025

Keyakinan Buta

"Tidak ada orang tua yang ingin menjerumuskan anak-anaknya."

"Banyak anak banyak rezeki."

Oh, well, benar sekali! Doktrinasi memang selalu benar, kan? 

Tidak ada yang lebih merusak di muka bumi, selain keyakinan buta pada doktrinasi.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 10 September 2019.

Selasa, 20 Mei 2025

Usia Memang Kejam

Pernah nemu klip lama film Steven Seagal di YouTube, zaman dia masih ramping, jauh banget dengan yang sekarang.

Mengingat bahwa dia aktor film action terkenal, agak mengherankan melihat dia jadi buncit kayak sekarang. Rata-rata aktor lain, yang sama-sama menua, masih tetap ramping, dengan perut yang tetap rata. Sementara Seagal sudah kesulitan berlari, akibat berat badannya. 

Kalau kita lihat film-film Seagal yang sekarang, semua adegan dia saat berlari—misal saat mengejar penjahat—akan dipotong (dihilangkan). Pernah ada satu film yang sempat memperlihatkan dia berlari, dan tampak jelas kalau Seagal kini kesulitan berlari akibat berat badan.

Usia memang kejam, kalau dipikir-pikir. Ia “merusak” wujud kita... perlahan-lahan... sebegitu perlahan, hingga kita sering tidak menyadari. Bahkan Steven Seagal, sang master beladiri—yang bisa menjatuhkan lawan tarung hanya dalam sedetik—juga akhirnya kalah oleh usia.  

Selasa, 20 Mei 2025

Cahaya dan Kegelapan

Perang antara Cahaya dan Kegelapan di dunia manusia belum selesai. Tetapi, setidaknya, sekarang banyak yang mulai sadar bahwa pihak yang mengklaim sebagai cahaya sebenarnya justru datang dari kegelapan... dan berusaha menarik manusia pada kegelapan.

Selasa, 20 Mei 2025

Pecah Ndasku!

Dikarang-karang dewe, dipercoyo dewe, terus rakyat dipekso kudu melu percoyo. Pecah ndasku!


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 13 September 2019.

Selasa, 20 Mei 2025

Bocah Melangkah Sendirian

Seorang bocah melangkah sendirian sambil berbicara sendiri, “Laik-laik piye?” dan dia mengulang ucapannya secara berkala sambil terus melangkah.

Aku tersenyum menyaksikannya.

Selasa, 20 Mei 2025

Bukan untuk Semua Orang

Kalau kamu bangun pagi, terus bawaannya lemes, rasanya ingin tidur lagi... ya, aku juga gitu. Mungkin bangun pagi memang bukan untuk semua orang.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 1 Oktober 2019.

Selasa, 20 Mei 2025

Hujan, Listrik Mati

Hujan, dan sekarang listrik mati. Bagus sekali! Padahal aku sudah mau tidur...


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 16 September 2019.

Selasa, 20 Mei 2025

Tauge

Paling suka kalau makan di warung, pakai lalapan, terus ada taugenya. Tauge adalah karunia alam semesta.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 11 September 2019.

Selasa, 20 Mei 2025

Algoritma Twitter

Algoritma @Twitter akhir-akhir ini bikin tidak nyaman. Ada akun-akun yang tidak kuikuti, tapi tweet-tweet mereka terus muncul di TL-ku, hanya karena akun itu "diikuti oleh orang lain yang kuikuti". Ini seperti memaksa seseorang memakan sesuatu, hanya karena temanmu memakannya.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 23 Agustus 2019.

Sabtu, 10 Mei 2025

Tapi Ini Bukan Soal Knalpot

Ini persoalan riskan untuk dibicarakan, tapi sering muncul di media sosial X (dulu Twitter), dan memicu perdebatan yang sering kali tidak sampai pada kesimpulan apapun.

Sekarang, izinkan saya berbagi pengetahuan yang benar-benar saya tahu, karena telah memiliki pengalaman sangat lama, sehingga saya bisa mengatakannya secara pasti—berdasarkan pengalaman. Yaitu tentang knalpot. Yang punya mobil atau motor pasti sangat tahu apa itu knalpot.

Kalau kita beli kendaraan baru di dealer, biasanya knalpot yang terpasang adalah knalpot standar pabrikan. Sebagian orang tidak puas dengan knalpot standar, khususnya para pemakai kendaraan sport. Agar pacuan mesin lebih gahar, mereka menggantinya dengan knalpot racing.

Apakah beda knalpot standar dengan knalpot racing? 

Menurut saya, berdasarkan pengalaman, jelas beda! Secara sederhana, fungsi knalpot racing untuk menaikkan kemampuan mesin hingga dapat dipacu lebih cepat [dan lebih enteng]. Itu alasan pemakaian knalpot racing.

Terkait hal itu, banyak orang menyatakan bahwa pemakaian knalpot racing bikin bensin jadi boros. Anehnya, banyak mekanik yang tidak setuju pendapat itu, dan menyatakan bahwa pemakaian knalpot racing tidak berpengaruh ke bensin. Ini aneh, karena mekanik yang menyatakan.

Jadi, apakah pemakaian knalpot racing menyebabkan bensin jadi boros, atau tidak? 

Berdasarkan pengalaman, saya bisa menjawab dengan tegas, “Ya!” Pemakaian knalpot racing bikin bensin jadi boros, bahkan bisa mencapai dua kali lipat, khususnya kalau kendaraanmu tipe sport.

Karenanya, saya benar-benar bingung ketika mendapati mekanik mengatakan bahwa knalpot racing tidak berpengaruh ke bensin. Mereka tentu ngomong berdasarkan pengetahuan mereka sebagai mekanik. Tapi pengetahuan mereka bertolak belakang dengan pengalaman nyata!

Siapa pun yang memakai knalpot racing—yang benar-benar racing, lho, ya—pasti tahu kalau bensin kendaraan jadi lebih cepat habis dibanding saat memakai knalpot standar. Meski dikendarai dengan cara yang sama, kecepatan yang sama, tetap saja bensinnya sangat terasa lebih boros.

So, kalau kamu punya tunggangan kesayangan, dan terpikir untuk ganti knalpot racing, coba minta pendapat dari dua pihak—mekanik di bengkel, dan orang yang telah pengalaman memakai knalpot racing. Pendapat mereka bisa berbeda, dan kamu bisa membuktikan sendiri untuk tahu mana yang benar.

Tetapi, seperti yang telah dinyatakan di judul, ini bukan soal knalpot.

Sabtu, 10 Mei 2025

Makin Berat

Dan kepalaku rasanya makin berat. Saatnya untuk tidur, waktunya tenang beristirahat.

    
*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 28 Mei 2014.  

Sabtu, 10 Mei 2025

Seharum Mbakyu

Barusan ngambil gorden di tempat laundry. Sudah selesai, sudah dibungkus rapi, dan wanginya seharum mbakyu. #Apeu


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 13 April 2019.

Sabtu, 10 Mei 2025

Sulit Bangun Pagi

Memang paling menyenangkan bangun pagi. Tapi entah kenapa selalu sulit bangun pagi. Hmm... ini sebenarnya pagi atau siang, sih?


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 16 Maret 2012.

Sabtu, 10 Mei 2025

Tombol Enter Keganjal Kotoran

Ternyata, tombol Enter keganjal kotoran dikit aja efeknya bisa mengerikan di laptop. Semalaman pusing gara-gara masalah sepele ini. #curhat


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 1 April 2012.

Sabtu, 10 Mei 2025

Twitterphobia

Si @stonenobrien katanya mengidap twitterphobia ya? Tapi hebat tuh cewek. Ngetwit baru 1 kali, follower udah 1 juta lebih.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 16 Maret 2012.

Sabtu, 10 Mei 2025

Akibat Kekhawatiran

Lebih banyak orang yang mati akibat kekhawatiran, daripada karena kenyataan.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 27 Maret 2012.

Sabtu, 10 Mei 2025

Nasib Terbaik

Nasib terbaik adalah menjadi rempah-rempah.

Sabtu, 10 Mei 2025

Beda Satu Huruf

Lubrikasi dan rubrikasi cuma beda satu huruf. Tapi maknanya beda jauh. Mungkin memang tidak ada hal kecil di dunia ini. Semuanya punya arti.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 24 Maret 2012.

Sabtu, 10 Mei 2025

Buanget

Jalan raya semrawut buanget.
 
*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 4 Mei 2019.

Sabtu, 10 Mei 2025

O, Pisa

O, pisa.

Kamis, 01 Mei 2025

Duit Miliaran Lenyap Seperti Mimpi

Berita itu sangat mengejutkan, dan muncul di ponsel ketika saya baru selesai makan siang. Beritanya mengenai seseorang yang diduga terlibat skandal mencengangkan. Feed di ponsel lalu menyuguhkan tumpukan berita serupa. Dengan pikiran terguncang, saya membaca berita-berita terkait skandal itu, dan seketika kepala saya terasa berat. 

Saya terkejut setengah mati mendapati berita-berita itu karena; pertama, saya mengenal sosok yang diberitakan; kedua, saya tidak menyangka dia terlibat skandal semacam itu; dan ketiga, ada uang sangat besar yang berpotensi lenyap!

Saya melakukan screenshot salah satu berita, lalu mengirimkannya pada orang yang namanya tertulis dalam berita tersebut. Saya hanya membubuhkan pesan, “What the fuck is this?”

Sesaat kemudian, dia menelepon ke ponsel saya, “Aku sedang dalam perjalanan untuk meeting di Batang. Bisa ketemu besok?”

Saya bertanya, “Di mana kamu menginap?”

Dia menyebutkan nama hotel yang telah ia booking.

“Besok pagi aku sarapan di hotelmu.”

Semua berawal empat tahun sebelumnya, bermula dari sebuah ide yang berpotensi menghasilkan uang sangat besar. Tapi saya tidak bisa melakukannya sendirian, karena butuh sumber daya yang sama besar.

Empat tahun sebelumnya, saya menemukan ide menarik—sebuah produk digital berbasis AI—tapi waktu itu terbentur pada teknologi yang belum ada. Jadi saya tahu bagaimana mengerjakan ide itu untuk menghasilkan karya sekaligus menghasilkan uang, tapi saya membutuhkan sarana teknologi tertentu yang, sayangnya, waktu itu belum tersedia. 

Tetapi saya tahu bahwa cepat atau lambat, teknologi yang saya butuhkan akan muncul. Seseorang entah di mana akan menciptakannya. Di era teknologi, itu keniscayaan, dan yang perlu saya lakukan waktu itu hanyalah menunggu sambil mematangkan rencana terkait ide yang saya temukan. Begitu momentumnya datang, saya tinggal mengeksekusi ide saya dan menghasilkan cuan besar.

Dalam bisnis, khususnya di kehidupan penuh teknologi digital yang bergerak sangat cepat, saya menciptakan “rumus” sendiri yang saya patuhi sendiri. Rumus itu adalah: Ide + Momentum = Cuan.

Dalam perspektif saya, ide hebat mungkin mengagumkan. Tapi ketika ide itu dieksekusi tanpa momentum yang tepat, hasilnya bisa mengecewakan, atau setidaknya biasa-biasa saja. Sebaliknya, ide yang mungkin sederhana bisa menghasilkan cuan besar jika dieksekusi pada momentum yang tepat. Saya menemukan rumus itu bertahun-tahun lalu, ketika pertama kali menghasilkan banyak uang di era booming media cetak.

Ketika kemudian media cetak beralih ke media digital, rumus tadi tetap bisa diaplikasikan, dan menghasilkan efek yang sama. Hal paling krusial dalam hal ini adalah momentum. Di dunia digital yang terus melesat gila-gilaan, momentum sering kali hanya muncul sekali, lalu lewat secepat kilat. Tugas saya adalah melihat momentum datang, dan menangkapnya, lalu mengisi momentum dengan ide yang telah saya siapkan. Itu membutuhkan penggodokan ide bertahun-tahun, perencanaan berbulan-bulan, dan kadang biaya besar untuk penelitian, tapi hasilnya tidak mengecewakan.

Empat tahun sebelumnya, saya telah menyiapkan ide semacam itu. Yang masih saya tunggu adalah teknologi memadai untuk mewujudkannya. Begitu teknologi yang saya butuhkan telah tercipta, momentum akan muncul, dan saya akan membanjiri pasar dengan ide (produk) yang telah saya siapkan. Dalam hal itu, saya membutuhkan sumber daya dalam skala besar untuk mengerjakannya, dan itu artinya juga membutuhkan modal sangat besar.

Ide yang waktu itu saya pikirkan murni ide saya, tapi saya menyadari bahwa tidak menutup kemungkinan ada orang-orang di luar sana yang juga memiliki ide serupa. Di dunia internet yang begitu terbuka seperti sekarang, seratus orang yang terserak di berbagai belahan bumi bisa memiliki ide serupa, meski tidak pernah saling terkoneksi. Karena itulah pentingnya momentum. Siapa pun yang mampu melihat dan menggunakan momentum secara tepat, ia akan jadi pemenang!

Butuh waktu dua tahun bagi saya untuk menunggu teknologi yang saya butuhkan, dan akhirnya teknologi itu muncul, meski waktu itu masih tahap BETA. Permulaan yang bagus, pikir saya penuh gairah. Dan selama dua tahun menunggu, saya telah memikirkan dan memikirkan dan memikirkan dan memikirkan ide saya berulang-ulang, menghabiskan banyak biaya untuk penelitian, meninjau dan memeriksanya dari berbagai perspektif, lalu menulis rencana eksekusinya. 

Butuh puluhan halaman untuk menuliskan rencana itu, tapi hasil finalnya begitu sederhana—sesederhana yang bisa saya pikirkan. Begitu teknologi yang saya tunggu sudah memadai untuk digunakan, saya akan segera mengeksekusi ide tadi, lalu membanjiri pasar dalam skala besar-besaran! Jika, di waktu yang sama, ada orang-orang lain punya ide serupa dan menghasilkan produk sama, dan mereka berencana masuk pasar, mereka sudah kehilangan momentum. 

Ide dan rencana itu lalu saya bicarakan dengan seseorang—dia seorang inventor yang juga memegang valuasi sangat besar. Jika saya sebutkan namanya, kemungkinan besar kalian mengenal, karena media-media kerap memberitakan kiprahnya.

Kami membicarakan ide itu berjam-jam, dengan santai tapi serius, dan kami saling percaya. Di hadapan kami waktu itu ada berkas-berkas berisi coretan, skema, dan aneka catatan. Setelah puas membicarakannya, dia berkata, “Aku percaya ide dan rencanamu sepenuhnya. Jadi, apa yang kamu butuhkan?” 

“SDM,” saya menjawab. “Aku tinggal di kota kecil, dan tidak yakin ada SDM yang mampu menangani ide ini. Orang-orang yang kita butuhkan untuk menangani pekerjaan ini rata-rata tinggal di kota besar, dan karena itulah aku membutuhkanmu. Kamu punya akses untuk mendapatkan SDM berkompeten yang kita butuhkan, dan kamu bisa memimpin mereka.”

“Done.” Dia tersenyum dan mengangguk. “Selain itu?”

“Kapital.” Saya mengisap rokok sesaat, lalu menjelaskan, “Sejak tadi, aku berkali-kali menyebut momentum, karena itulah modal paling penting yang kita miliki. Dan untuk menggunakan momentum itu, kita butuh modal kapital yang besar. Pertama untuk membiayai SDM yang jumlahnya pasti akan banyak, dan kedua untuk membanjiri pasar dengan produk kita, sebelum ada pesaing di luar sana melakukannya. Tabunganku sudah terkuras untuk membiayai penelitian ini, jadi aku butuh dana segar.”
 
Sekali lagi dia mengangguk. Sebagai visioner, dia pasti bisa melihat potensi besar di depan mata, dan dia bisa membayangkan berapa besar uang yang akan kami hasilkan. Dia kemudian berkata, “Anggap saja itu sudah beres. Apa yang perlu kulakukan selanjutnya?”
 
Saya menyesap minuman di gelas, lalu mengatakan, “Buatlah perusahaan baru, dan kamu bisa menjadi CEO-nya. Aku tidak peduli dengan hal-hal semacam itu. Tapi tolong pastikan aku punya hak supervisi untuk mengawasi semuanya dikerjakan dengan benar, dan pastikan cashflow ke rekeningku selalu lancar.”

Dia tersenyum lebar, dan berkata, “Fair enough.”

Ketika kami menyepakati perjanjian, saya membayangkan saat-saat mendebarkan yang akan datang tak lama lagi. Ide saya akan terwujud menjadi sesuatu yang dapat dinikmati jutaan orang, rencana saya akan dijalankan dalam skala besar hingga membanjiri pasar, dan uang akan mengalir dengan lancar. Dia akan tampil di media, seperti biasa, mendapatkan popularitas yang akan meningkatkan reputasinya, sementara saya akan menyaksikan kesuksesan itu sambil menikmati udud di balik layar. 

Tetapi, persetan, dua bulan setelah itu... petaka terjadi. Dia terlibat skandal yang mengejutkan, dan beritanya muncul di berbagai media.

“What the fuck is this?” Saya mengirimkan pesan itu ke ponselnya, bersama screenshot berita yang saya baca di ponsel.

Sesaat kemudian, dia menelepon ke ponsel saya, “Aku sedang dalam perjalanan untuk meeting di Batang. Bisa ketemu besok?” Dia menyebutkan nama hotel yang telah ia booking.

“Besok pagi aku sarapan di hotelmu.”

Besok paginya, saya datang ke hotel tempatnya menginap, dan kami bertemu di tempat sarapan. Makanan di hotel itu sebenarnya sangat enak, tapi pagi itu terasa hambar. 

Ketika kami akhirnya membicarakan berita yang saya baca—terkait skandal keparat yang melibatkannya—dia berkata dengan nada bersalah, “Posisiku serbasalah saat ini, dan kamu pasti memahami kalau pemberitaan yang terjadi sekarang akan berdampak negatif untuk rencana kita. Aku bisa tetap mem-backup rencanamu seperti yang telah kita bicarakan, tapi aku tidak yakin kamu mau menerima, mengingat posisiku sekarang.”

Saya memahami maksudnya, dan kepala saya terasa mau pecah. Karena skandal yang terjadi, saya jelas tidak bisa melanjutkan kerja sama dengannya, padahal rencana kami sudah hampir tiba di tahap final. Artinya, saya juga tidak bisa memulainya lagi dari nol dengan pihak lain.

Saya terdiam cukup lama, memegangi pelipis yang berdenyut-denyut, membayangkan uang miliaran yang tiba-tiba lenyap. Seperti mimpi. Dan sekarang saya terbangun, dan menyadari mimpi itu tidak terjadi.

Dia berkata perlahan, “Aku benar-benar minta maaf atas yang terjadi sekarang, dan aku bisa memahami kekecewaanmu.”

Saya menyulut rokok, mengisapnya dengan wajah murung, tidak yakin apa yang harus saya katakan.

Dia kemudian bergumam ragu-ragu, “Terkait, uhm... masalah yang terjadi saat ini... kamu bisa membantuku?”

Saya berkata dengan berat, “Kamu sudah dewasa. Kamu bisa membereskan kotoranmu sendiri.”

Ketika kemudian saya pergi meninggalkan hotel, langkah kaki saya terasa berat, dan sejak itu saya tenggelam dalam frustrasi. 

Empat tahun saya menunggu, memikirkan, dan merencanakan ide cemerlang yang butuh waktu berbulan-bulan untuk mematangkannya hingga sampai tahap final, dan telah menguras tabungan saya untuk biaya penelitian. Ketika ide itu tinggal diwujudkan pada momentum yang tepat untuk menghasilkan uang dalam jumlah sangat besar, seketika rusak gara-gara skandal tak terduga, dan impian saya lenyap!

Belakangan, ketika saya menulis catatan ini, ide yang ada di kepala saya telah muncul di pasar, dinikmati jutaan orang. Seseorang di luar sana telah mewujudkannya, meski dengan cara berbeda seperti yang saya rencanakan, tapi ide itu terbukti berhasil seperti yang saya ramalkan. Siapa pun penciptanya, dia telah mendapatkan momentumnya. Dan uang dalam jumlah sangat besar sedang mengalir ke rekeningnya. 

Apakah saya menyesal? Jelas! Karena saya bukan hanya kehilangan banyak uang untuk biaya penelitian, tapi juga kehilangan banyak uang yang jelas-jelas telah ada di depan mata!

Tapi sekarang bukan waktu untuk menyesali yang telah terjadi. Sekarang adalah waktu untuk kembali berpikir, bermimpi, dan mengerjakan sesuatu. 

Kamis, 01 Mei 2025

If You Ask Why

6 Underground. 

If you ask why, because the film shows that there are people who think the same as me. It may sound egocentric, but you like people who think the same as you. —@noffret, 25 Desember 2024.

If You Ask Why

*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 25 Desember 2024.

Kamis, 01 Mei 2025

Meruntuhkan Peradaban Dulu

Aku perlu meruntuhkan peradaban terlebih dulu. —@noffret, 22 Desember 2024.

Meruntuhkan Peradaban Dulu

*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 22 Desember 2024.

Kamis, 01 Mei 2025

Ocehan Ngawur Soal Warteg

Sebagai orang yang biasa makan di warteg selama bertahun-tahun di berbagai tempat, aku tahu betul ocehan ini ngawur. —@noffret, 21 Desember 2024.

Ocehan Ngawur Soal Warteg

*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 21 Desember 2024.

Kamis, 01 Mei 2025

Resolusi 2025

Omong-omong soal warteg, salah satu resolusiku tahun depan adalah makan di Warteg Barokah di Cinere.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 21 Desember 2024.

Minggu, 20 April 2025

Ujian Terbesar dalam Hidup

“Everyone seems to have a clear idea of how other people should lead their lives, but none about his or her own.” -- Paulo Coelho (@MindWisdomMoney, 20 April 2022)

Sering kali memang begini. Kita merasa tahu apa yang terbaik untuk orang lain, apa yang harus dilakukan orang lain, dan segala hal tentang orang lain, tapi kita kadang tidak tahu apa yang terbaik bagi diri sendiri. Lebih ironis, kita bahkan tidak menyadari siapa diri kita.

Jadi kepikiran.

Pernah bertanya-tanya, apa ujian terbesar setiap orang dalam hidup?

Sambil nunggu udud habis.

Jika kita dikaruniai usia sampai ribuan tahun, hingga bisa melihat banyak hal di dunia, kita akan menyadari bahwa ujian terbesar setiap orang dalam hidup bukan menggapai cita-cita, bukan menjaga kesehatan, juga bukan mencari pasangan.

Ujian terbesar setiap orang dalam hidup...

Ujian terbesar setiap orang dalam hidup adalah kemampuan membebaskan setiap orang lain menjadi diri mereka sendiri, kebesaran hati untuk menerima setiap orang dengan segala keunikan manusiawi mereka, dan kesadaran bahwa kita semua berbeda dengan segala latar belakang dan pikiran.

Kemampuan membebaskan setiap orang menjadi diri mereka sendiri—itulah ujian terbesar setiap orang, dan, diakui atau tidak, sebagian besar dari kita gagal.

Kita sering merasa lebih tahu tentang orang lain, tentang hidup mereka, lalu ingin orang lain harus begini, harus begitu.

Entah bagaimana, kita sering lupa bahwa SETIAP ORANG BERBEDA DENGAN KITA. Secara fisik maupun psikis. Berbeda latar belakang, berbeda pengalaman, berbeda pemikiran, dan masing-masing kita kemudian menjalani kehidupan berdasarkan aneka perbedaan yang kita alami dan kita jalani.

Ocehan ini, kalau kulanjutkan, bisa panjang sekali, dan usia kalian jelas tidak akan cukup.

Jadi, untuk mempersingkat ocehan—karena ini juga cuma nunggu udud habis—dan agar tidak terjadi kesalahpahaman, mari kita gunakan contoh-contoh nyata yang bisa dipahami siapa pun.

Contoh. Ada pria yang tidak/belum menikah, padahal kita menganggap dia sudah layak menikah. Kita berpikir, dia seharusnya sudah menikah, lalu kita menyindir, menyinyiri, sampai bertanya-tanya "kapan kawin?" kepadanya. Kita bersikap seolah-olah tahu apa yang terbaik bagi dirinya.

Kita bersikap seolah-olah tahu apa yang terbaik bagi dirinya... padahal kita sebenarnya tidak tahu apa-apa tentang kehidupannya.

Bisa jadi, dia sengaja tidak buru-buru menikah karena memang belum siap, masih punya tanggungan keluarga (menghidupi orang tua dan adik-adik), dlsb.

Kita tidak pernah BERTANYA kenapa dia tidak/belum menikah, tapi kita langsung MENGHAKIMI bahwa dia seharusnya sudah menikah!

Pernahkah kita bertanya-tanya, "Aku ini siapa, sampai merasa berhak mengatur-atur kehidupannya? Dia mungkin punya pemikiran lain yang tidak aku tahu."

Beda soal kalau, misalnya, ada pria yang tidak/belum menikah, lalu mengganggu istri orang lain, atau semacamnya.

Tapi kalau seseorang tidak/belum menikah, dan dia tidak mengganggu siapa pun, bisakah kita juga tidak mengganggu kehidupannya? 

Itulah ujian terbesar setiap kita.

Contoh lain. Ada orang yang sifat, kepribadian, maupun kebiasaannya, benar-benar berbeda dengan kita. Bisakah kita membebaskan dia untuk tetap jadi dirinya sendiri tanpa harus kita recoki dengan "seharusnya kamu begini", dan "seharusnya kamu begitu"?

Itu ujian, dan kita gagal.

Padahal aturannya sederhana: Jika orang lain berbeda dengan kita, dan dia tidak mengganggu atau merugikan siapa pun, ya biarkan saja.

Jika kita memang merasa tidak cocok dengannya, ya berarti kita bukan orang yang tepat menjadi temannya. Kita bisa mencari orang lain yang cocok.

Ironi kebanyakan orang adalah; kita tidak menyukai sifat atau kepribadian seseorang karena berbeda dengan kita, tapi ingin kenal dan berteman dengannya, lalu berusaha mengubah orang itu sesuai keinginan kita!

Itulah ironi paling menyedihkan tentang manusia.

Lha kita ini siapa?

Karenanya benar yang dikatakan Paulo Coelho, “Everyone seems to have a clear idea of how other people should lead their lives, but none about his or her own.”

Kita merasa sangat tahu tentang orang lain, dan, di sisi lain, kita sebenarnya tidak tahu apa-apa tetang diri sendiri.

Seperti yang kukhawatirkan tadi, ocehan ini masih panjang sekali... tapi ududku habis.

"Kalau udud habis itu mbok nyulut lagi, jangan ocehan dipotong padahal belum selesai..."

Tolong katakan itu pada Philip Morris!


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 30 Oktober 2022.

Minggu, 20 April 2025

Wisata Bocah

Aku jadi ingin menggelar (((( wisata bocah )))). Appeeuhh...


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 1 Maret 2020.

Minggu, 20 April 2025

Jembatan Kaca di Cina

Setiap kali melihat orang-orang melangkah di titian kaca Cina, aku selalu terbayang sirathal mustaqim. "Ada yang melesat seperti kilat, ada yang berlari, ada yang berjalan pelan, ada yang merangkak..." (meski tentu tidak ada yang jatuh ke neraka).

Titian kaca ini mungkin yang model baru, pakai sensasi retak saat kaca diinjak. Padahal tanpa sensasi retak seperti itu pun sudah sangat mengerikan. Kita melangkah di atas kaca bening, di sebuah jembatan yang tergantung ratusan meter di atas tebing. Rasanya tak karuan.

Titian kaca itu dibangun dengan tujuan "agar para wisatawan bisa menikmati keindahan pemandangan di bawah." Kenyataannya, kebanyakan wisatawan yang melangkah di atas kaca itu pada mikir, "KEINDAHAN PEMANDANGAN DI BAWAH APAAN? INI KAPAN SAMPAI UJUNG, BANGSAT? MAU MATI RASANYA!"

Sangat langka orang yang bisa melangkah santai di jembatan kaca itu. Apalagi sampai selo "menikmati pemandangan di bawah". Saat sudah masuk area jembatan, rata-rata mereka akan jalan cepat, agar cepat sampai. Sebagian ada yang merangkak, dan tidak sedikit yang sampai menangis.

Seorang teman, bernama Salman, pernah melewati jembatan kaca itu, dan dia misuh-misuh sepanjang jalan. Waktu ditanya apakah dia bersedia liburan ke sana lagi, Salman dengan mantap menjawab, "Ora sudi! Mending ndusel nang hotel!"

Aku sepakat dengannya.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 1 Maret 2020.

Minggu, 20 April 2025

Fakta Ironis Manusia

Fakta ironis manusia (1):

Ada hal-hal yang sebenarnya bisa dilakukan dengan mudah, jika kita berpikir sederhana, tapi kita justru mempersulit diri dengan melakukan hal-hal rumit. 

Fakta ironis manusia (2):

Orang bisa melakukan kesalahan, tapi merasa benar, bahkan menganggap orang lain yang salah. Tak cukup berhenti di situ, dia dengan pede menyebarkannya pada orang-orang lain, bahwa dirinya tidak salah. Tapi kita tahu, dia salah!

Fakta ironis manusia (3):

Orang bisa begitu bodoh, tapi merasa dirinya sangat pintar, bahkan menganggap orang lainlah yang bodoh. Sebegitu merasa pintar, dia sampai mengajak orang-orang lain agar sama bodoh seperti dirinya. Ini konyol, dan kita tahu.

Mau lanjut biar genap sampai 100. Tapi ududku habis.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 17 November 2022.

Minggu, 20 April 2025

Gelegar Toa Masjid dan Tangis Sunyi Orang Miskin

Saban Jumat, pengurus masjid mengumumkan jumlah uang sumbangan yang masuk dari jemaah. Nominal terakhir sudah mencapai 200 jutaan. Dan jumlah itu tentu akan terus naik seiring waktu.

Dari waktu ke waktu, jumlah nominal yang diumumkan terus naik dan terus naik. Sekilas itu terdengar bagus, tapi juga membuat sebagian orang bertanya-tanya, kenapa hasil sumbangan hanya terus dikumpulkan dan tidak dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat?

Di komputerku, ada catatan (yang kutulis untuk kubaca sendiri), berjudul "Wanita yang Menangis Setiap Jumat". Kisahnya terkait sumbangan yang terkumpul di masjid, yang tidak pernah digunakan, bahkan sekadar untuk meringankan beban hidup orang-orang yang tinggal di sekitar masjid.

Dalam tulisan itu, aku mengisahkan (pada diriku sendiri) tentang wanita yang hidup di belakang masjid, di rumah nyaris ambruk, bersama dua anaknya yang masih kecil. Suaminya telah meninggal, dan si wanita menyambung hidup dengan berjualan jajan, yang hasilnya tak seberapa.

Setiap Jumat, wanita itu mendengar pengurus masjid mengumumkan dengan bangga bahwa uang yang terkumpul di masjid sudah mencapai ratusan juta; pengumuman yang membuat si wanita menangisi nasibnya, kemelaratannya, anak-anaknya yang kelaparan, dan Tuhan yang entah ada di mana.

Kita hidup di dunia yang tidak adil, bahkan sejak masih menjadi janin. Kita hidup di antara ketimpangan-ketimpangan, bukan hanya antara yang kaya dan yang miskin, tapi juga antara kemegahan masjid yang suaranya menggelegar dan tangis sunyi orang-orang nelangsa yang kelaparan.

Toa masjid tak henti bersuara, mengabarkan surga di balik langit, tapi mungkin lupa bahwa yang paling dibutuhkan orang-orang kelaparan hanyalah makanan. Akan lebih baik kalau tugas pengurus masjid tak hanya mengumumkan kekayaan, tapi juga memanfaatkannya untuk kemaslahatan umat.

Aku ingin, suatu saat di hari Jumat, mendengar pengurus masjid mengumumkan, "Kas masjid saat ini nol, karena semua sumbangan jemaah sudah dimanfaatkan sebaik-baiknya, sampai rupiah terakhir. Laporan lengkapnya bisa dilihat di papan depan."

Aku bersumpah akan menyumbang lagi.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 25 Februari 2020.

Minggu, 20 April 2025

Sebenarnya Rahasia Umum

Meski aku tidak/belum menikah, aku tahu kenyataannya memang seperti ini:
@noffret


Standar sih. 

Kalau cewek: kawin lalu merasa gak jadi dirinya sendiri dan kehilangan mimpi-mimpi besarnya.

Kalau cowok: kawin lalu merasa seks lama-lama sudah gak asik dan menyenangkan lagi

Kalau bikin film yang dibalik, baru menarik 

@tunggalp


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 14 Desember 2019.

Minggu, 20 April 2025

Ternyata Berbahaya

Lagi baca jurnal, ternyata pestisida jauh lebih berbahaya daripada yang mungkin kita kira. Salah satunya menyumbang faktor risiko kanker, dan ini menjawab kenapa kasus kanker saat ini begitu tinggi.

Masalahnya, di mana kita bisa mendapat makanan alami tanpa paparan zat kimia?

Hal tak terduga lain, yang ternyata lebih berbahaya dari yang mungkin kita kira adalah air (selain air sumur) yang kita konsumsi di rumah, yang ternyata juga terpapar zat kimia. Air yang diolah (seperti PAM atau air isi ulang) memang menggunakan zat kimia untuk menjernihkan.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 23 Desember 2019.

Minggu, 20 April 2025

Bersyukur Tidak Punya Pacar

Malam Minggu, dan hujan deras banget. Aku bersyukur tidak punya pacar.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 25 Januari 2020.

Minggu, 20 April 2025

Kok Iso?

Kok iso mirip ngono? 


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 25 Januari 2020.

Minggu, 20 April 2025

Bandos

Di tempatku, nama jajanan ini adalah bandos. Tapi ternyata di tempat lain punya nama berbeda-beda. Ini menarik, setidaknya bagiku.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 26 Januari 2020.

Minggu, 20 April 2025

Wakfun

Oh, wakfun.

Kamis, 10 April 2025

Sejarah Tak Pernah Adil

Omong-omong soal Gaddafi...

Sambil nunggu udud habis.

Gaddafi (nama aslinya Muammar Khadafi) mungkin bukan pahlawan, tapi dia juga tidak sebajingan yang diocehkan Amerika. 

Tapi sejarah, seperti kata Napoleon, “ditulis oleh pemenang”. Kita mungkin bisa menyaksikan sejarah Gaddafi secara utuh, tapi tidak bagi anak cucu kita kelak.

Kata “sejarah” berasal dari bahasa Arab, “assyajar” (syajaratun), yang artinya “pohon”.

Di masa lalu, penggunaan kata sejarah (assyajar) hanya mengacu pada asal usul atau silsilah seseorang. Seiring perkembangan, kata sejarah merujuk pada segala yang lampau, termasuk peristiwa.

Seperti yang dibilang tadi, kita saat ini masih bisa melihat/mempelajari sejarah Gaddafi relatif utuh, karena Gaddafi baru tewas pada Oktober 2011, atau sebelas tahun yang lalu. 

Tapi, seperti yang terjadi pada yang lain, sejarah Gaddafi akan terus mengalami erosi dan distorsi.

Karena sejarah [selalu] ditulis oleh pemenang, dan mereka merasa punya hak untuk melakukannya. 

Meski kelak pihak yang kalah juga akan menulis sejarah mereka sendiri, kita tahu upaya itu tidak akan terlalu berarti, karena sejarah versi pemenang telah telanjur terdoktrinasi.

Kita bisa melihat contoh ini secara sempurna pada, misalnya, Adolf Hitler dan Mahatma Gandhi. 

Kita tidak menyaksikan sosok dan kehidupan mereka, karena kisah mereka telah berlalu puluhan tahun lalu, jauh sebelum kita lahir. Kita hanya mengenal mereka dari buku-buku sejarah.

Dan apa yang kita dapatkan dari buku-buku sejarah? Bahwa Mahatma Gandhi adalah seorang pahlawan, dan bahwa Adolf Hitler adalah seorang bajingan. 

Dalam sejarah, kehidupan begitu hitam-putih, dan manusia hanyalah sosok-sosok tak berarti yang bisa dipoles dengan warna apa pun.

Sejarah begitu fasih menulis kejahatan Adolf Hitler, sebagaimana sejarah begitu mulus menulis kemuliaan Mahatma Gandhi. 

Adolf Hitler, dalam rekaman sejarah, mewujud sesosok monster yang hanya berisi kejahatan. Dan, di sisi lain, Gandhi mewujud sosok manusia mulia tanpa cela.

Yang tidak pernah atau setidaknya jarang dikatakan sejarah adalah... Gandhi dan Hitler sebenarnya berteman! 

Ketika Gandhi memperjuangkan bangsanya dari penjajahan Britania, Hitler mendukung Gandhi, dan mereka kerap berkorespondensi, dan Gandhi menyebut Hitler sebagai “Temanku”.

Lebih jauh, Gandhi bahkan mengatakan, dalam suratnya kepada Hitler, “Saya tidak percaya hal-hal buruk yang dikatakan orang tentang Anda.” 

Gandhi bisa melihat Hitler secara utuh, karena dia benar-benar mengenal Hitler, bukan hanya sebagai sosok asing yang sekadar “katanya”.

Adolf Hitler, bagi Gandhi, hanyalah manusia biasa, yang mungkin memiliki keburukan, tapi juga memiliki kebaikan. 

Tapi sejarah tak pernah adil, kita tahu, khususnya kepada Hitler. Dan sejarah juga tidak akan adil pada antagonis, termasuk pada Saddam Hussein atau Muammar Gaddafi.

Ini adalah catatan sejarah yang berisi kebaikan-kebaikan Adolf Hitler ketika ia memimpin Jerman—sesuatu yang tidak akan diajarkan guru-guru sejarah mana pun di dunia. 

Kalian akan terkejut dan tercengang membaca isinya.


Ketika Adolf Hitler menjadi pemimpin Jerman, dia dicintai rakyat Jerman, dan itu bukan tanpa alasan.

And then, bagaimana dengan Gandhi? Sebenarnya, Gandhi juga bukan orang sempurna. Jika aku harus menulisnya secara jujur dan apa adanya, isinya bisa membuat kalian eneg. 

Tetapi, jauh lebih aman menulis kebaikan seorang bajingan, daripada mengungkap keburukan seorang pahlawan.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 25 Oktober 2022.

Kamis, 10 April 2025

Sendirian

Omong-omong soal sendirian...

Sambil nunggu udud habis.

Aku telah melakukan ini bertahun-tahun. Makan sendirian di mana pun, belanja ke swalayan sendirian, nonton film sendirian, ke mana-mana sendirian. Aku bahkan menemui orang-orang tak dikenal di tempat yang jauhnya bermil-mil... sendirian.

Kita akan tahu seperti apa aslinya diri kita, saat berada di tempat yang tidak seorang pun mengenali kita.

Berjalan-jalan di tengah malam di kotamu sendiri, misalnya, akan jauh berbeda rasanya saat kamu berjalan-jalan di tengah malam di kota lain, dan tak seorang pun mengenalmu.

Saat sendirian, kita akan menyadari bahwa kita tidak bisa mengandalkan siapa pun, selain diri sendiri. Itu akan membuka topeng siapa pun.

Karenanya, kalau kamu ingin tahu seperti aslinya seseorang, bawa dia ke tempat yang tidak seorang pun mengenali [apalagi peduli] kepadanya.

Tanpa sadar, kita sebenarnya "mengikatkan diri" dengan lingkungan tempat kita tinggal. Karenanya, banyak orang merasa "aman" saat berada di tempat tinggalnya, karena berpikir orang-orang mengenali [dan akan peduli] kepadanya. Perasaan itu, disadari atau tidak, membuat kita lemah.

Orang akan benar-benar terlihat aslinya saat berada di tempat yang tidak seorang pun mengenalinya. Mau tidak mau, dia harus jadi dirinya sendiri... dan itu akan mengungkapkan siapa dirinya yang sebenarnya.

Karenanya, terbiasa sendirian tidak membuatmu lemah. Itu membuatmu kuat.

Jangan mudah terkesan apalagi tertipu oleh gaya seseorang, jika dia ada di tempat yang sudah dia kenal, dengan orang-orang yang mengenalinya. 

Kamu baru akan tahu seperti apa aslinya, jika dia berada di tempat asing, jauh dari tempat tinggalnya, dan tak seorang pun mengenalinya.

Jika—entah bagaimana dan entah dengan alasan apa—kita perlu bertemu, kamu bisa pegang kata-kata ini: Aku akan menemuimu sendirian, di mana pun tempat pertemuannya.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 8 November 2022.

Kamis, 10 April 2025

Tengah Malam

Tengah malam di sebuah kota 
Jalanan sunyi lengang 
Seorang lelaki berdiri, diam 
Menatap rembulan 
Langit gelap 
Lolong serigala terdengar


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 16 Maret 2012.

Kamis, 10 April 2025

Bencana Bukan Dark Joke

Lama-lama kok gerah juga ya, lihat bencana-bencana dijadikan konten humor murahan yang sama sekali tak lucu, tapi berdalih dark joke, dan menuduh orang-orang lain yang tak bisa menerimanya sebagai "tidak open minded".

Jika yang disebut open minded adalah bisa menerima dark joke, dan jika yang disebut dark joke adalah menjadikan bencana kemanusiaan sebagai humor murahan yang tak lucu, aku tak peduli jika disebut tidak open minded hanya karena tidak paham dark fuckin' joke.

Menggunakan bencana sebagai konten humor yang sama sekali tidak lucu, lalu berdalih itu dark joke. Sebenarnya, justru perilaku tanpa empati "menjadikan bencana sebagai humor" itulah dark joke dalam arti sebenarnya! Yang dark buka joke-nya, tapi pelakunya. 

Menjadikan bencana kemanusiaan sebagai materi konten yang dianggapnya lucu, dan menyebut dark joke, lalu menuduh orang lain yang tak bisa menerima sebagai "tidak open minded". Justru yang tidak open minded itu si pembuat joke. Sebegitu tidak open minded, sampai tidak tahu empati.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 26 Januari 2020.

Kamis, 10 April 2025

Gemes Lihat Buku Tebal

Lihat buku-buku baru, tebal-tebal, langsung gemesssssh... ingin baca semuaaaaah! Aku kudu piye, ya Allah?


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 21 Februari 2020.

Kamis, 10 April 2025

Tahu-tahu Udah Sore

Sejak bangun tidur tadi terus asyik baca buku, tahu-tahu udah sore.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 22 Februari 2020.

Kamis, 10 April 2025

Orang Kok Bisa Asyik Pacaran?

Orang-orang yang bisa asyik pacaran itu... gimana ceritanya? Sementara aku menganggap pacaran sebagai hubungan penuh beban sekaligus membosankan.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 23 Februari 2020.

Kamis, 10 April 2025

Cokelat Hangat di Cuaca Dingin

Hujan, banjir, dan dingin gini, secangkir cokelat hangat sepertinya pilihan yang tepat.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 24 Februari 2020.

Kamis, 10 April 2025

Anak Kecil Lucu

Kalau lihat anak kecil lucu gitu, jadi pengin punya anak.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 27 Februari 2020.

Kamis, 10 April 2025

Untuk Apa

Untuk apa punya pemerintah
Kalau hidup terus-terusan susah
Iwan Fals, Desa


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 29 Februari 2020.

Selasa, 01 April 2025

Kutukan Paling Mematikan

Barusan nyari anget-anget ke warung bakso. Di warung ada 3 laki-laki yang lagi ngobrol. Salah satunya terdengar berkata, "Wanita tuh kalau diluruskan ya Allaaaaaah, sulitnya setengah mati! Entah cuma istriku, atau memang semua wanita begitu?"

Temannya terdengar menyahut...

"Kayaknya semua wanita emang gitu," sahut si teman. "Soalnya istriku juga gitu. Kalau diajak omong sulitnya minta ampun! Jadinya sering makan ati."

Istilah "diluruskan" dan "diajak omong" dalam percakapan itu mungkin maksudnya konotatif. 

Laki-laki ketiga mengatakan hal serupa.

"Kalau apa-apa, mending tak kerjakan sendiri," kata laki-laki ketiga. "Daripada ajak omong istri, ujung-ujungnya malah ribut, gak ada hasilnya apa-apa."

Aku duduk di sebelah meja mereka. Sambil makan bakso, percakapan mereka sangat jelas terdengar. Dan aku tersenyum, diam-diam.

Sebelumnya, aku juga sering mendengar para wanita saling curhat dan mengobrolkan suami mereka. Percakapan-percakapan mereka juga sebelas dua belas dengan yang tadi kudengar. Para wanita itu saling mengeluhkan suaminya. 

Di media sosial semacam Instagram, orang-orang pamer kemesraan dengan pasangan. Mereka berani menunjukkan muka, bahkan menebar senyuman seolah pasangan paling bahagia di dunia. Tapi di akun semacam Cermin Lelaki (yang jujur dan apa adanya), tidak ada yang berani pasang muka.

Karena pernikahan, setidaknya dalam pikiranku, adalah kehidupan tertutup topeng yang memberi tahu dunia bahwa mereka baik-baik saja, padahal tidak. Itu kehidupan yang jelas penuh tekanan. Sebegitu tertekan, sampai mereka butuh akun semacam Cermin Lelaki untuk sekadar curhat.

Setiap pilihan tentu mengandung konsekuensi, baik pilihan untuk menikah atau pilihan untuk melajang. Yang paling bangsat adalah orang-orang yang menikah, lalu sok bahagia padahal diam-diam tertekan, dan hobi menyuruh-nyuruh serta menyinyiri orang-orang lain agar cepat kawin.

Aku bisa tahu apakah perkawinanmu bahagia atau tidak, dengan melihat apakah cocotmu terjaga atau tidak. Kalau kau suka nyinyir dan menyuruh-nyuruh orang lain cepat kawin agar bahagia dan bla-bla-bla, bahkan iblis di neraka pun tahu... jauh di lubuh hatimu kau tidak bahagia.

Pernah ada keparat tolol yang saban waktu menyuruh-nyuruhku cepat kawin, dengan segala bujuk rayu memuakkan. Ketika kutanya, kenapa suka menyuruh-nyuruhku kawin, dia menjawab, "Karena aku kasihan melihatmu."

Oh, well, kasihan melihatku!

Padahal aku justru kasihan melihatnya!

Ujian perkawinan yang tidak pernah dikatakan siapa pun kepadamu:

Kalau kau bahagia bersama pasanganmu, masalahmu adalah anak. Kalau kau bahagia dengan pasanganmu dan punya anak, masalahmu adalah uang. Kalau kau bahagia dengan pasanganmu dan punya anak serta uang, masalahmu...

...adalah kesehatan. Kalau kau bahagia bersama pasanganmu, punya anak, uang, juga sehat, masalahmu adalah kesetiaan. Kalau kau bahagia dengan pasangan dan anakmu, serta punya uang, sehat, dan saling setia, masalahmu adalah keluarga.

Dan hanya sedikit yang lolos dari kutukan itu.

Tentu saja aku percaya ada orang-orang yang bahagia dalam perkawinan, tapi hanya segelintir! Dalam statistik, jumlahnya paling nol koma sekian. Selebihnya bergelimang masalah dan saling tertekan diam-diam. Wong hidup sendiri saja bisa penuh masalah, apalagi hidup dalam ikatan.

Karenanya, bocah-bocah Amerika punya guyonan, "Kutukan paling mematikan sebenarnya bukan 'Avra kedavra', tapi 'Hari ini kunikahkan kalian'."

"Avra kedavra" mengakhiri masalah. Tapi "Hari ini kunikahkan kalian" memulai masalah. Dalam bayanganku, itu seperti membuka Kotak Pandora.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 26 Februari 2020.

Selasa, 01 April 2025

Keluarga di Kalideres

Apakah kalian percaya kalau satu keluarga di Kalideres memang mati karena kelaparan?

Aku percaya.

Omong-omong soal mati kelaparan...

Berdasarkan berita-berita yang kubaca, setidaknya sampai saat ini, aku percaya kalau keluarga di Kalideres yang meninggal bersama dalam rumah itu memang meninggal karena kelaparan. 

Tapi mengapa mereka sampai meninggal akibat kelaparan, itu yang masih jadi pertanyaan.

“Tentu saja mereka mati kelaparan karena berhari-hari tidak makan!” 

Maksudku bukan begitu. 

Mari gunakan perbandingan kasus orang hilang. Jika seseorang dikabarkan hilang, setidaknya ada beberapa kemungkinan: Hilang tanpa sadar, hilang secara sadar, atau dihilangkan.

“Hilang tanpa sadar”, misalnya orang tua yang sudah pikun, berada di suatu tempat, dan tidak tahu cara pulang. Atau orang yang berpetualang ke hutan atau tempat liar, lalu tersesat dan tidak tahu jalan pulang. 

Mereka akan dianggap hilang, dan mereka hilang tanpa menginginkan.

Sementara “hilang secara sadar” adalah orang yang dianggap hilang, tapi si orang hilang itu memang sengaja menghilangkan dirinya sendiri. Misalnya Si X ingin menikmati hidup baru di tempat baru dengan identitas baru—apa pun alasannya—lalu dia melakukannya diam-diam.

Terakhir, “dihilangkan” adalah kasus orang hilang karena adanya pihak lain yang menghilangkannya. Misal Si X jadi korban pembunuhan, lalu si pembunuh menyimpan jasad Si X. Maka Si X akan dianggap hilang. Tapi hilangnya Si X karena kasus pembunuhan oleh pihak lain.

Kembali ke kasus kematian satu keluarga di Kalideres. 

Berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan pada jasad mereka, korban-korban itu diduga mati karena kelaparan (berhari-hari tidak makan), dan sepertinya memang begitu. Yang masih jadi pertanyaan, mengapa mereka begitu?

Tak jauh beda dengan kasus orang hilang, kasus orang yang mati kelaparan juga bisa disebabkan karena latar belakang berbeda. Bisa karena memang tidak punya uang untuk makan, bisa karena sengaja tidak mau makan, bisa pula karena ada pihak lain yang melarang mereka makan.

Manakah di antara ketiga hal itu yang relevan dengan kasus meninggalnya keluarga di Kalideres? Itu tugas polisi untuk mengungkapnya.

Jadi, mari tunggu kabar/perkembangan selanjutnya.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 14 November 2022.

Selasa, 01 April 2025

Tepat Seperti Inilah yang Terjadi

Dan... tepat seperti inilah yang terjadi. Alam selalu punya cara untuk melanjutkan evolusi. Merak mengepakkan sayap, kunang-kunang memancarkan cahaya, serangga terjebak jaring laba-laba, dan manusia terperangkap dalam batas usia.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 7 November 2022.

Selasa, 01 April 2025

Oh, Well, Pejuang Nikah!

"Cukup Rp20 ribu bisa buat belanja, asal istri bisa atur dan teliti."

Ironisnya, semboyan semacam itu datang dari mereka yang menyebut diri sebagai (((((pejuang nikah))))).

Nikahnya diperjuangkan habis-habisan, nafkahnya cuma 20 ribu perak! Oh, well, pejuang nikah!


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 23 Desember 2019.

Selasa, 01 April 2025

Thank You, Dr. Nicole

Childhood trauma can create a desire for hyper-independence. An “I don’t need anyone” protective mechanism. Healing is about learning how to ask for help and how to receive help when it’s given.@Theholisticpsyc 

Thank you, Dr. Nicole. Your tweets help me get to know myself better.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 11 November 2022.

Selasa, 01 April 2025

Fakta Berbicara

Sebagian orang mengatakan, "Orang tua pasti tahu yang terbaik untuk anaknya."

Sebagian lain ngotot, "Tidak ada orang tua yang ingin menjerumuskan anaknya."

Fakta berbicara.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 28 Februari 2020.

Selasa, 01 April 2025

Ini Benar

Gua sebagai anak bisa confirm kalo semua omongan orang tua either bad or good tuh nempel bgt di kepala bahkan sampe detik ini. Apalagi obrolan yang sifatnya memvalidasi dan mengapresiasi, kayanya gabakal bisa lupa deh. It just too precious for me to be forgotten @anomdanas

Apresiasi dan validasi yang disampaikan orang tua ketika kita masih anak-anak akan sangat berpengaruh pada perkembangan kita hingga dewasa. Sayangnya, begitu pula sikap merendahkan atau melecehkan yang dilakukan orang tua pada anak-anak.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 7 November 2022.

Selasa, 01 April 2025

Ngerentes

Suami merantau ke Jakarta krn di kampung udh ga ada pencaharian. Istri kesepian, selingkuh dgn tetangga. Suami pulang, istri dikepruk dicekik ditendang dimaki2 di depan anak2. Anak bungsu nangis, anak sulung ngerekam. Viral. Suami diciduk polisi. Nggrantes bgt hidup wong cilik@gruusomeflower, 16 November 2022

Dan masih ada orang-orang yang mencoba meyakinkan kita, "Menikah akan membuatmu tenteram, bahagia, dan lancar rezeki."


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 19 November 2022.

Selasa, 01 April 2025

Apa yang Terjadi?

SEBENARNYA APA YANG SEDANG TERJADI DI NEGERI INI? KOK KAYAKNYA KACAU SEMUA?


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 23 Desember 2019.

Selasa, 01 April 2025

Kirain

Kirain di tempatku udah gak banjir. Ternyata malah sekarang banjirnya lebih tinggi.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 24 Februari 2020.

Selasa, 01 April 2025

Iden

Apakah kamu sudah iden, hem?

Oh... iden.

Kamis, 20 Maret 2025

Catatan Seorang Bocah

Salah satu hal menakjubkan yang kusaksikan di dunia fana. Betapa gadis kecil ini telah tumbuh jadi wanita dewasa.


Omong-omong soal hal menakjubkan...

Sambil nunggu udud habis.

Orang-orang tumbuh, dari anak-anak menjadi remaja, lalu dewasa... dan itu menakjubkan. Melihat pertumbuhan itu, kita menyaksikan sebuah kehidupan. Orang per orang. 

Bagaimana cepatnya waktu mengubah anak-anak menjadi dewasa, itu masih sering membuatku tercengang.

Aku pernah menyaksikan seorang anak yang berlarian, terjatuh di jalan, dan menangis... melangkah pulang dengan kaki berdarah. Dalam satu pusaran waktu kemudian, aku menyaksikan anak itu tumbuh remaja, lalu dewasa, menikah, dan punya anak-anak... dan aku menyaksikannya.

Anak lain pernah jadi temanku di masa kanak-kanak dulu, lalu dia tumbuh dewasa, sama sepertiku. Dia menikah, punya anak-anak, berkeluarga. 

Lalu, di satu titik waktu, dia terus menua... Suatu hari dia meninggal, dan, bersama orang-orang lain, aku mengantarnya ke pemakaman.

Kadang aku berpikir, betapa mengerikan menjadi fana, terjebak dalam kehidupan singkat dan terperangkap dalam batas usia. Lahir dan hidup dan kematian seperti hanya bayang-bayang, sementara kehidupan mendesakkan aneka hal dan tuntutan dan harapan dan tangis dan luka... dan cinta.

Tetapi, di saat lain, aku juga berpikir, bukan berapa lama waktu yang kita miliki untuk hidup, tapi berapa banyak yang kita lakukan untuk kehidupan. Orang bisa hidup ribuan tahun tapi tak punya arti apapun, orang bisa hidup singkat tapi membawa dan meninggalkan banyak berkat.

Di masa lalu, aku pernah menjalin hubungan dengan seorang perempuan, dan kami saling jatuh cinta. Tapi takdir berkehendak lain. Dia menikah dengan pria lain, dan lalu punya anak-anak. 

Setelah bertahun-tahun berpisah, suatu hari kami bertemu di resepsi pernikahan seorang teman.

Dia menatapku seperti melihat hantu, dan, saat ada kesempatan berdua, dia berkata, “Kamu sama sekali tidak berubah. Waktu telah mengubahku, juga mengubah teman-teman kita yang lain... dan kami semua menua, tapi waktu seperti tidak mengubahmu sama sekali. Who are you, really?”

Dengan suara lirih serupa bisikan, aku menjawab, “Aku seorang bocah.”


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 11 November 2022.

Kamis, 20 Maret 2025

Radioaktif di Tangerang Selatan

Salah satu kasus di Indonesia kekinian yang dipandang sepi padahal sangat aneh dan misterius adalah munculnya radioaktif di Tangerang Selatan. Heran, kebanyakan awak media mengejar berita remeh-temeh dan tidak penting, tapi kasus semisterius itu malah diabaikan.

Detik memberitakan, "Begini awal mula penemuan limbah radioaktif di Tangerang Selatan ..."

Kompas memberi tahu, "Zat radioaktif diduga limbah industri ..."

BBC berteori, "Zat radiokatif di Tangsel, ini kata pakar ..."

Apa yang kita dapat dari berita-berita itu? Nothing!

Tanpa bermaksud mengajari, mari berpijak pada fakta penting ini: Paparan radioaktif di Tangerang Selatan berasal dari Cesium 137.

Apa itu Cesium 137? Tidak menarik, kalau kita tidak tahu. Karena itulah kita perlu mencari tahu. Setelah itu, kita bisa berpikir dari mana asalnya.

Yang jelas, radioaktif—apalagi dari Cesium 137—tidak akan bisa muncul sendiri. "Benda" itu harus dibawa ke sana, entah apapun alasannya. Yang menarik, di dekat lokasi paparan radioaktif itu ada PTLR. Fakta ini penting, tapi sekaligus mengecoh banyak orang, termasuk awak media.

Omong-omong, radiasi dari Cesium 137 itu sangat berbahaya. Warga Goiania, Brasil, pernah mengalami bencana radioaktif gara-gara terpapar benda itu, dan seluruh kota terkena dampaknya. 


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 29 Februari 2020.

Kamis, 20 Maret 2025

Perbedaan Orang Kaya dan Orang Kaya Banget

Tadi ketemu orang yang menyebut tahu tegal sebagai "kue". Dengan ramah, dia menawari, "Ini kuenya dimakan, mumpung masih anget."

Kirain kue apaan, ternyata tahu tegal.

Konon, sekali lagi konon, perbedaan antara "orang kaya" dan "orang kaya banget" adalah cara mereka menyebut gorengan. Orang kaya menyebut gorengan sebagai gorengan, tapi orang kaya banget menyebut gorengan sebagai kue.

Berarti orang tadi termasuk "orang kaya banget".


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 1 Maret 2020.

Kamis, 20 Maret 2025

Bookgasmic

Akhirnya rampung.

Tiap kali selesai membaca buku, apalagi yang tebal, rasanya menyenangkan sekali. Mungkin ini disebut bookgasmic. Apeuh.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 19 Maret 2020.

Kamis, 20 Maret 2025

Hujan, Banjir, Dingin

Tadi hujan lebat banget, dan sekarang tempatku banjir. Dingin-dingin gini, cokelat hangat dan udud terasa lebih nikmat. 


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 20 Januari 2020.

Kamis, 20 Maret 2025

Tumben

Nabilah kok tumben amat, ngetwit jam segini?


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 23 Desember 2019.

Kamis, 20 Maret 2025

Capek Lebaran

Baru kemarin lebaran, sudah mau lebaran lagi. Cepet banget. Entah orang lain juga merasakan, atau cuma aku yang merasa gini.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 25 Februari 2020.

Kamis, 20 Maret 2025

Kejutan

Introverts are hardcore adventurers. But they like them planned. To think. To mentally prepare. To measure, map, analyse, and organize. To be ready for the greatest adventure & the worst nightmare. So if you plan a spontaneous adventure, you better tell them a month before. —@master_nobody, 15 November 2022.

Jadi, kalau kamu ingin memberiku kejutan, tolong beritahu aku sebulan sebelumnya.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 17 November 2022.

Kamis, 20 Maret 2025

Siomay Adem

Siomay kok adem. 


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 1 Maret 2020.

Kamis, 20 Maret 2025

Gerebekan Satpol PP

Baru sadar. Rangkaian tweet gerebekan Satpol PP kemarin sudah dihapus, ya? 


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 17 Februari 2020.

Kamis, 20 Maret 2025

Wis Ora Usum

Iyo.

Senin, 10 Maret 2025

Tak Bisa Dilihat, Tapi Benar-benar Ada

Di dunia maya (internet), kita mengenal setidaknya tiga “lapis dunia”, yaitu surface web, deep web, dan dark web. Surface web adalah hal-hal yang bisa kita temukan dengan mudah di internet, khususnya dengan bantuan mesin pencari semacam Google, Bing, atau lainnya.

Surface web, meski jumlahnya miliaran (dalam bentuk situs), sebenarnya cuma sebagian kecil dari dunia maya seisinya. Karena persentase terbesar ada di deep web dan dark web, yang tak terjamah rata-rata kita. Mereka ada di balik bayang-bayang dunia maya yang kita kenal.

Deep web adalah “lapis kedua” setelah surface web—kehidupan dunia maya yang biasa kita kenali—ia ada di balik bayang-bayang, kehidupan bawah tanah. Sementara yang lebih dalam lagi adalah dark web, yang semakin sulit kita masuki, bahkan Google pun tak mampu! 

Google memang hebat, tapi ia hanya hebat dalam mencari “di permukaan” (surface web)—itu pun masih banyak yang terlewat. Google tidak bisa menemukan semuanya, bahkan yang di permukaan! Apalagi untuk mencari hal-hal “di bawah tanah” seperti deep web dan dark web.

Untuk bisa masuk dan mencari sesuatu di bawah tanah dunia maya, kita membutuhkan mesin pencari yang lebih pintar dari Google, salah satunya Memex. 

Salah satunya... apa? 

Memex! 

Memex adalah mesin pencari buatan DARPA yang bisa masuk ke deep web dan dark web.

Kenyataan ini—adanya lapisan-lapisan di dunia maya—adalah fakta yang telah diakui keberadaannya oleh siapa pun yang tahu soal internet. Artinya, meski kita tidak tahu, atau tidak bisa memasukinya, dunia itu benar-benar ada!

Deep web dan dark web benar-benar ada, sebagaimana adanya surface web yang biasa kita kenal dan kita masuki. Fakta bahwa kita tidak tahu seperti apa kehidupan di deep web dan dark web, tidak menjadikan mereka tidak ada. Mereka ada, nyata, di balik bayang-bayang.

Apa yang ada di deep web dan dark web? Jawabannya mungkin hal-hal yang tidak pernah kita tahu, bahkan hal-hal yang tidak akan kita percaya! Kenyataan mereka memilih eksis di “bawah tanah”, karena menyadari keberadaan mereka lebih baik dianggap tidak ada.

And then, jika dunia maya saja memiliki lapis-lapis yang tidak diketahui kebanyakan orang, apalagi dunia nyata? Kehidupan yang kita jalani, yang kita kenal, yang kita saksikan, sebenarnya cuma “permukaan”. Karena ada lapis-lapis kehidupan yang mungkin tidak kita tahu.

Kita bisa pergi ke mana pun di muka bumi, mengunjungi tempat-tempat paling terpencil dalam peta, tapi tetap saja... itu cuma dunia luar yang memang tampak di permukaan. Karena kehidupan di lapis dalam tersembunyi di “bawah tanah”, atau di balik bayang-bayang.

Yang kita tahu, kenyataannya, adalah hal-hal yang memang tampak di permukaan, yang mudah dilihat dan ditemukan. Tapi kehidupan tak sebatas yang bisa kita lihat. Ada kehidupan yang tak pernah kita lihat, yang, sayangnya, jauh lebih besar dari kehidupan yang kita lihat.

Senin, 10 Maret 2025

Selingkuh Kapitalis dan Penguasa

Sambil menunggu cokelat di gelas habis, aku kepikiran sesuatu yang sepertinya perlu diocehkan. Mumpung udud masih separuh. (Udud habis, ngoceh selesai).

Cukai plastik, yang saat ini telah diberlakukan, siapa yang mengusulkan? Sri Mulyani. Cukai minuman kemasan, yang saat ini ramai dibicarakan, siapa yang mengusulkan? Sri Mulyani. Dan, kalau kau belum tahu, Sri Mulyani saat ini juga tengah membidik cukai untuk kendaraan!

Apa alasan Sri Mulyani mengenakan cukai atas hal-hal tersebut? Jawabannya tentu mulia—dan ndakik-ndakik, tentu saja! Plastik dan kendaraan tidak ramah lingkungan, karena itu harus dikenai cukai. Minuman kemasan tidak baik untuk kesehatan, jadi harus dikenai cukai.

Tapi apakah memang itu alasannya? Sebenarnya, Sri Mulyani sendiri mengakui kalau penarikan cukai atas hal-hal tersebut akan menambah pemasukan bagi negara (dia mengincar uangnya!). Berdasarkan estimasinya sendiri, Sri Mulyani memproyeksikan pemasukan triliunan rupiah per tahun.

Dari cukai plastik, Sri Mulyani mengestimasikan pemasukan Rp1,6 triliun per tahun. Dari cukai motor dan mobil, estimasinya Rp15,7 triliun. Sementara dari cukai minuman kemasan, jumlahnya luar biasa, karena merentang dari banyak produk, dari jenis soda sampai sachet.

Dari cukai produk teh kemasan saja, estimasinya Rp2,7 triliun. Dari minuman berkarbonasi, Rp1,7 triliun. Dari energy drink dan kopi konsentrat, Rp1,85 triliun. Total pemasukan cukai dari aneka produk minuman itu mencapai Rp6,25 triliun. Siapa yang bayar? Kita, konsumen, rakyat!

Masih ingat green capitalism yang kuocehkan tempo hari? Beginilah permainannya dilakukan. Para kapitalis mengeruk untung dengan menunggangi isu lingkungan. Sementara pemerintah memanfaatkan isu lingkungan dan kesehatan untuk menarik cukai!

Dan apa artinya itu? Oh, well, itulah salah satu contoh green capitalism. Kapitalisme yang memanfaatkan isu lingkungan, dengan menimpakan semua beban pada konsumen. Seiring dengan itu, mereka juga memproduksi aneka barang lain yang seolah mengajak kita merawat alam; Go green.

Jika penarikan cukai untuk semua hal yang disebut tadi telah dilakukan, dan negara mendapat pemasukan sekian triliun per tahun, ke mana larinya uang banyak itu? Jawabannya tentu untuk "infrastruktur", "pembangunan". Yang mungkin kita lupa... negara kita telah berutang untuk itu.

Ocehan ini, kalau kujelaskan secara detail, bisa panjang sekali, dan mungkin akan selesai tahun 2479. Intinya, semua ini sebenarnya cuma permainan ala monopoli (aset, modal, kuasa). Bedanya, dalam hal ini, semua pemain mendapat untung, sementara penonton—kita semua—harus bayar!


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 21 Februari 2020.

Senin, 10 Maret 2025

Terbaik di Dunia, Katanya

Inilah kenapa, dari dulu aku tak pernah respek pada wanita ini, karena isi otaknya benar-benar mencerminkan predikat "menteri terbaik sedunia"—oh, well, menteri terbaik sedunia!

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengusulkan tarif cukai minuman berpemanis per liter senilai Rp 1.500 hingga Rp 2.500. Tiga jenis minuman berpemanis yang menjadi perhatian Sri Mulyani, antara lain teh kemasan, minuman berkarbonasi, dan kopi. #TopNews http://bit.ly/32c7aqO@kumparan, 19 Februari 2020.

Dia numpuk utang seenaknya sendiri, dan kita dipaksa percaya bahwa utang yang ia lakukan demi "memakmurkan rakyat". Tapi makin hari bukannya makin makmur, rakyat makin tercekik oleh himpitan ekonomi. Itu pun masih akan ditambah dengan aneka cukai untuk barang-barang remeh-temeh.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 19 Februari 2020.

Senin, 10 Maret 2025

Tiga Hal Paling Merusak

Tiga hal yang paling merusak:

1. Industri; mereka merusak alam sampai binasa.
2. Kapitalisme; mereka merusak kemanusiaan.
3. Orang yang suka nyuruh-nyuruh kawin; mereka merusak segalanya.

Kapitalisme lahir karena industri.

Industri lahir karena manusia terus beranak pinak.

Manusia terus beranak pinak, karena dikompori cepat kawin dan diprovokasi agar cepat punya anak.

Tiga ciri umum orang yang suka menyuruh-nyuruh orang lain cepat kawin:

1. Bodoh dan terbelakang, tapi merasa pintar.

2. Diam-diam tertekan dan tidak bahagia dalam perkawinannya, dan ingin orang lain sama tertekan serta tidak bahagia seperti dirinya.

3. Gabungan antara 1 dan 2.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 28 Februari 2020.

Senin, 10 Maret 2025

Permainan Global

Dulu aku pernah nulis di Twitter, juga panjang lebar di blog, bahwa "pemanasan global" itu fakta. Tapi "isu pemanasan global" adalah hal lain. Sekarang mulai paham, kan, bagaimana permainannya?


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 17 November 2022.

Senin, 10 Maret 2025

Midnight

We are a minute to midnight. —Bertrand Zobrist


*) Ditranskrip dari timeline @noffet, 1 Januari 2022.

Senin, 10 Maret 2025

Kekeliruan yang Keliru

Ada cinta yang keliru, ada rindu yang keliru, ada waktu yang keliru. Ternyata, juga ada kekeliruan yang keliru.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 29 Agustus 2012.

Senin, 10 Maret 2025

Perlu Apeu

Tiga dari lima penyakit yang disebut artikel ini adalah flu, sakit kepala, dan insomnia. Berarti aku perlu...

Perlu appeeeuuuh?

Tak hanya mendekatkan hubungan dengan suami, berhubungan seks ternyata juga bisa menyembuhkan beberapa penyakit ini, Moms. @kumparan, 23 Februari 2020.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 23 Februari 2020.

Senin, 10 Maret 2025

Di Bawah Gerimis

Anak-anak berlarian di bawah gerimis 
Nyanyi 
Menyanyi 
Senandungnya membawaku kembali 
Menjadi anak-anak lagi 
Ingin menari di bawah gerimis


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 16 Maret 2012.

Senin, 10 Maret 2025

Turun dari Kamar, Ternyata Banjir

Udah beberapa kali aku kayak gini. Pagi-pagi, turun dari kamar, eh ternyata rumah udah kebanjiran. 


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 25 Februari 2020.

Senin, 10 Maret 2025

La Vida Mortal

La vida mortal puede ser problemática, al igual que la inmortalidad. Una cosa buena puede vivir miles de años y permanecer joven.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 13 November 2022.

Senin, 10 Maret 2025

Bdgsblnsntk

Iya.

Sabtu, 01 Maret 2025

Persoalan Mayoritas-Minoritas

Persoalan mayoritas-minoritas mungkin persoalan klasik. Tapi kapan pun mayoritas merasa mendapat/memiliki privilese karena menjadi bagian mayoritas, artinya ada masalah sistemik. Karena ketika keadilan benar-benar ditegakkan, mayoritas dan minoritas hanyalah soal statistik.

Sulit menutup mata dan mengatakan bahwa urusan mayoritas dan minoritas di Indonesia "baik-baik saja", karena nyatanya tidak. Sayangnya, pemerintah seperti menutup mata dari persoalan ini. Kenapa? Menurutku sederhana saja; karena pemerintah punya kepentingan di dalamnya.

Ada banyak aktivis dan organisasi yang gigih berusaha "mendamaikan" persoalan mayoritas-minoritas di Indonesia, dan kita berterima kasih pada mereka. Tapi bagaimana pun, kita butuh peran pemerintah, karena merekalah yang memiliki wewenang dan kuasa untuk membuat aturan tegas.

Saat ada sebagian orang melarang pembangunan rumah ibadah karena beda agama, misalnya, pemerintah bisa menggunakan kekuasaan yang dimiliki untuk memutuskan secara adil. Tapi kenyataannya pemerintah justru terkesan cuci tangan, dan membiarkan konflik horizontal terjadi. Kenapa?

Jika kita menempatkan diri pada posisi pemerintah, kita akan melihat dilema yang terjadi. Pertama, jika pemerintah benar-benar menegakkan keadilan dan ternyata hasilnya memenangkan minoritas, itu akan menjadi keputusan yang tidak populer. Mereka tentu tidak ingin itu terjadi.

Bagaimana pun, seperti yang disebut tadi, pemerintah punya kepentingan, setidaknya membutuhkan dukungan (suara) mayoritas. Ini negara demokrasi, remember? Pemilu, pilkada, atau sebut lainnya. Vox populi vox dei. Suara rakyat—yang mayoritas, tentu saja—adalah suara Tuhan.

Jadi, pemerintah akan sangat hati-hati menangani mayoritas, karena kekuasaan mereka sebenarnya ditopang oleh suara mayoritas. Politisi mana pun tidak akan berspekulasi dengan urusan semacam itu. Mending membiarkan macan mengaum di tempat jauh, daripada mengusik untuk cari mati.

Kedua, konflik horizontal antara mayoritas dan minoritas, sebenarnya "menguntungkan" pemerintah. Saat rakyat ribut dan sibuk sendiri dengan konflik antarmasyarakat, kontrol mereka pada pemerintah akan berkurang, karena pikiran sudah tersita untuk menghadapi konflik horizontal.

Bagaimana Belanda menundukkan dan menguasai Nusantara? Ya, mereka menciptakan politik devide et impera—pecah menjadi bagian-bagian kecil, agar mudah dikuasai dan dikendalikan. Kalau rakyat kini benar-benar bersatu, mayoritas dan minoritas, pemerintah bisa jadi akan khawatir.

Kadang-kadang aku berpikir, kita seperti diarahkan untuk meyakini bahwa musuh kita adalah sesama rakyat, hanya karena beda agama, atau beda keyakinan, atau bahkan hanya karena beda pilihan. Lalu kita berperang satu sama lain, sibuk dengan urusan yang sebenarnya remeh-temeh.

Padahal yang terus menumpuk utang adalah pemerintah, yang memangkas subsidi adalah pemerintah, yang menaikkan iuran dan menarik pajak adalah pemerintah, yang menciptakan aneka kebijakan adalah pemerintah. Kita merasa hidup makin susah, tapi yang disalahkan justru sesama rakyat.

Kondisi semacam ini mengingatkan kita pada film The Dark Knight Rises. Bane, si penjahat, tahu bahwa ketika masyarakat Gotham dibiarkan saling ribut dan berperang sendiri, mereka tidak menyadari bahwa akar masalah sebenarnya adalah Bane, si penjahat yang merancang keributan itu.

Akhirnya, terkait mayoritas-minoritas, mungkin kita—khususnya yang mayoritas—perlu mempelajari sejarah Islam di Andalusia, Spanyol. Delapan ratus tahun Islam menjadi mayoritas di sana, tapi kemudian musnah. Mengapa? Kita akan tahu, kalau berhenti berperang, dan mulai belajar.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 31 Januari 2020.

Sabtu, 01 Maret 2025

Urusan Sampah Plastik

Omong-omong soal sampah plastik...

Entah orang-orang memperhatikan atau tidak. Dulu, pemanasan global menjadi isu besar di dunia, termasuk di Indonesia. Isu itu belum (bahkan tidak) selesai, tapi lalu surut. Setelah itu, muncul isu sampah plastik.

Terkait urusan sampah plastik, selama ini kebanyakan orang hanya meributkan remah-remahnya, tapi melupakan sumbernya. Pandangan lebih ditujukan kepada konsumen, tapi produsen dilupakan. Padahal keberadaan sampah plastik berasal dari produsen, bukan semata dari konsumen.

Setiap hari, jutaan mi instan diproduksi dan dikonsumsi, dan artinya ada jutaan sampah plastik yang akan terbuang. Apakah kita meributkan mi instan? Tidak! Kalau pun meributkan, yang kita ributkan adalah pihak konsumen, tapi tidak ada yang menudingkan jari pada produsen. Aneh?

Jadi kita terus menerus meributkan genteng bocor yang membuat air hujan masuk rumah, dan yang kita lakukan hanya terus menerus mengepel dan mengeringkan lantai, tapi tidak membenahi genteng yang bocor! Ini benar-benar tolol campur asu, karena kita dikibuli kebodohan diri sendiri.

Sampah plastik memang berbahaya, itu fakta. Penggunaan plastik perlu dibatasi, itu bagus! Tapi jangan lupakan produsen yang saban hari menggelontorkan plastik baru untuk jadi sampah, karena itulah inti persoalan sebenarnya! Jika konsumen perlu tanggung jawab, produsen pun sama!

Kalau kita mau ngemeng sampah plastik secara adil dan proporsional, minta produsen turun tangan. Produsen mi instan, misalnya, harus punya tanggung jawab (moral dan sosial) untuk membersihkan sampah plastik dari produk yang mereka hasilkan—tidak semata dibebankan pada konsumen!

Sedari awal, bagiku, ribut-ribut soal sampah plastik ini sudah aneh, karena semua fokus ditujukan pada konsumen, tapi melupakan produsen. Konsumen disalah-salahkan, tapi semua bungkam terhadap ulah produsen. 


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 24 April 2019.

Sabtu, 01 Maret 2025

Korban Pertama Konspirasi

Ada banyak orang yang mungkin saking pintarnya, sama sekali tidak percaya kalau di dunia ini ada konspirasi. 

Lha isu-isu global yang mereka telan mentah-mentah itu apa namanya kalau bukan konspirasi? 

Ironisnya, korban pertama konspirasi adalah orang yang tidak percaya konspirasi!

Terkait "omong kosong konspirasi" ocehan ini mungkin bisa sedikit menyegarkan pikirkan. Asal tidak dibaca sambil ngantuk atau sambil mabuk. 




*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 30 April 2019.

Sabtu, 01 Maret 2025

Perspektif Pembunuhan

Pengantar:

Catatan ini saya tulis pertama kali pada 2022 silam, terkait kasus pembunuhan yang pernah menghebohkan Indonesia. Kasus itu sudah dianggap selesai, para pelakunya sudah dijatuhi hukuman, tapi ada... sesuatu yang membuat saya masih “gatal” memikirkannya.

Saya sempat lupa pernah menulis catatan ini, dan file catatan ini pun “terkubur” di antara tumpukan dokumen dan file lain di komputer. Kemarin, tanpa sengaja saya menemukan catatan ini, membacanya kembali, dan saya masih merasakan “gatal” yang sama. Meski mungkin catatan ini sudah tidak relevan, saya merasa perlu mengunggahnya di blog sebagai pengarsipan atas sesuatu yang [pernah] saya pikirkan.

____________________


TEMPO menulis berita panjang lebar dan kronologis terkait kasus pembunuhan yang pernah bikin geger di Indonesia. Jika benar, kronologi itu bisa dibilang runtut, dari sebelum pembunuhan sampai setelah pembunuhan. Tapi masih ada sesuatu yang sangat gelap; motif!

Apa motifnya? Pelecehan? Dugaan pelecehan telah dihapus karena tidak terbukti. Perselingkuhan? Pelecehan memang berbeda dengan perselingkuhan, tapi ada sesuatu yang tidak match di sini; antara kemungkinan motif (perselingkuhan) dan kasus pembunuhannya.

Dan jangan lupakan fakta bahwa sebelum terbunuh, dia sudah tahu akan dibunuh. Dia sempat menelepon pacarnya, bahkan konon sambil menangis, bahwa dia mendapat ancaman yang berpotensi pembunuhan. Keping puzzle masih berserakan!

Jika merujuk pada kronologi versi TEMPO, kasus pembunuhan itu tampak seperti insidental; sesuatu yang tiba-tiba muncul karena adanya suatu provokasi. Tapi rentetan peristiwa—yang tidak terkaver dalam kronologi versi TEMPO—menunjukkan hal lain.

Ia tewas terbunuh pada 8 Juli 2022. Tetapi, sejak Juni 2022, dia sudah mendapat ancaman pembunuhan, yang ia katakan kepada pacarnya. Bisa melihat sesuatu yang penting di sini? Itu tidak seperti kasus pembunuhan insidental, karena ada jeda sangat lama.

Dan, terus terang, yang sampai sekarang tidak kupahami—karena seperti menabrak logika—adalah lokasi pembunuhannya! 

Sebelum melangkah lebih jauh, sepertinya aku perlu ngoceh terlebih dulu soal “perspektif pembunuhan”, agar kita bisa melihat kasus ini dengan lebih jernih.

Terkait peristiwa pembunuhan, setidaknya ada empat macam kasus yang bisa terjadi. Pertama, aksidental. Kedua, insidental. Ketiga, terencana. Keempat, eksekusi. Empat macam kasus pembunuhan itu memiliki ciri berbeda, dan para kriminolog pasti bisa membedakannya.

“Aksidental” adalah kasus pembunuhan (hilangnya nyawa seseorang) akibat kecelakaan (accident). Misal seseorang mengalami kecelakaan di jalan raya—sebut saja, Si A tanpa sengaja menabrak Si B hingga tewas. Itu termasuk pembunuhan, yang berlatar ketidaksengajaan.

“Insidental” adalah kasus pembunuhan yang dilatari bela diri. Misal seseorang membegalmu di jalan, dan kamu melawan. Terjadi perkelahian, dan si begal tewas. Itu termasuk pembunuhan, karena menghilangkan nyawa orang, tapi dilatari alasan membela diri.

“Terencana” adalah kasus pembunuhan yang direncanakan. Penjelasannya bisa sangat panjang dan rumit, dan kalian bisa membacanya di novel-novel detektif. Biasanya, kasus-kasus yang dihadapi para detektif dalam novel kriminal adalah kasus-kasus pembunuhan terencana.

Terakhir, “eksekusi”. Misalnya kasus di Filipina; orang-orang yang terlibat narkoba dihabisi di mana-mana. Apa perbedaan pembunuhan terencana dengan eksekusi? Pembunuhan terencana biasanya akan diusahakan untuk disamarkan; berkebalikan dengan eksekusi.

Dalam pembunuhan terencana, si pelaku biasanya akan berusaha menyamarkan pembunuhan itu. Bisa jadi ia menenggelamkan korbannya ke sungai, atau menata TKP hingga seolah-olah korban mati karena bunuh diri, dan semacamnya. Beda dengan eksekusi.

Eksekusi adalah kasus pembunuhan yang terang-terangan dilakukan dan ditunjukkan sebagai pembunuhan. Sekarang, terkait kasus pembunuhan yang saat ini ramai dibicarakan, kira-kira jenis mana yang paling cocok? Mungkin “terencana” atau bahkan “eksekusi”!

Kasus pembunuhan itu terjadi karena pelecehan atau perselingkuhan? Jika iya, pikirkan kenyataan sederhana ini; jauh lebih mudah “melenyapkan” si korban tanpa jejak. Tujuan tercapai; si korban tewas/hilang, semua pihak dapat melanjutkan hidup dengan relatif tenang.

Tapi bukan itu yang terjadi, dan di situlah letak keanehannya! Si korban dihabisi di rumah pelaku, didiamkan sampai tiga hari sebelum diumumkan, lalu skenario yang penuh bolong-bolong disebutkan sebagai latar belakang pembunuhan... dan puluhan orang diduga terlibat!

Kasus itu seperti “ledakan puzzle” tak beraturan yang terlempar ke mana-mana, dan masing-masing puzzle membawa tanda tanya. Dan, jika aku boleh mengatakan yang ada dalam pikiranku secara jujur, semua hal terkait kasus itu tampak “salah”. 

“Itu bukan seperti itu”.

 
;