Rabu, 05 Mei 2010

Ingat Sherina Sebelum Bicara

Setelah aku mengubah pandanganku terhadap diriku sendiri,
orang-orang lain pun dipaksa untuk mengubah
pandangan mereka terhadap diriku.
Joanna Slan


Di album terbarunya, Sherina punya satu lagu yang sangat bagus, berjudul “Pikir Lagi”. Meski lagu-lagunya ditujukan untuk kalangan remaja, namun lagu berjudul Pikir Lagi memiliki makna yang amat dalam. Saya tidak tahu apakah Sherina belajar psikologi atau tidak, tetapi barisan lirik dalam lagu yang dinyanyikannya itu adalah bait-bait pelajaran penting mengenai psikologi manusia.

Pikir lagi sebelum kau menulis tentang diriku
Pikir lagi tanpa sadar kau menulis tentang dirimu
Pikir lagi sebelum kau menjual kisah hidupku
Pikir lagi mungkin saja lebih laku kisah hidupmu

Empat baris kalimat di atas adalah bait pertama dari lirik lagu Pikir Lagi. Pikirkan lagi sebelum kau menulis tentang diriku—karena tanpa sadar sesungguhnya kau menulis tentang dirimu sendiri. Pikirkan lagi sebelum kau menjual kisah hidupku—karena mungkin lebih laku kisah hidupmu sendiri.

Deretan kalimat itu adalah sindiran keras terhadap kebanyakan kita yang lebih suka melihat ke luar, namun jarang meluangkan waktu untuk menengok ke dalam. Kebanyakan kita sering kali lebih mudah menilai dan mengkritik orang lain, tanpa mau melakukan introspeksi terlebih dulu pada diri sendiri. Menulis tentang orang lain itu mudah—semudah menilai, mengkritik, dan mencari-cari kekurangan mereka. Tetapi, menurut Sherina, tanpa sadar kau sedang menulis tentang dirimu sendiri.

Sherina benar. Sering kali, dan yang ironis, sesuatu yang kita benci dari orang lain adalah sesuatu yang justru melekat pada diri kita sendiri. Orang arogan selalu membenci orang lainnya yang arogan—tanpa mau melihat arogansi dirinya sendiri yang bahkan mungkin lebih besar dari tingkat arogansi orang yang ia benci.

Pikir lagi sebelum berkeputusan tentang gayaku
Pikir lagi tanpa sadar gayamu adalah gayaku

Manusia adalah makhluk yang aneh. Manusia diciptakan dalam bentuk dan karakter yang berbeda-beda, tetapi berusaha mati-matian agar bisa sama dengan orang yang lainnya. Itu saja belum cukup—karena kebanyakan manusia juga berkeinginan agar manusia lainnya bisa sama seperti dirinya. Tetapi, ironisnya, kebanyakan manusia kemudian akan membenci sesuatu pada diri orang lain, yang nyata-nyata sama dengan dirinya!

Cobalah endapkan hati dan pikiran kita sejenak, dan lihat diri kita sendiri. Ingat-ingatlah orang yang saat ini mungkin sedang kita benci, atau tingkah laku seseorang yang mungkin tidak kita sukai, atau sifat dan perilaku tertentu dari orang lain yang mungkin tidak kita senangi. Kemudian, pikirkan dan lihatlah diri kita sendiri. Apakah kita sama dengan orang yang kita benci itu? Anehnya, dalam sebagian besar hal, kita pun ternyata tidak berbeda dengan orang yang sedang kita benci!

Kalau kita mau melihat ke dalam diri, kita akan melihat bahwa orang yang kita benci adalah sama seperti diri kita, bahwa sifat orang lain yang kita caci-maki adalah sifat yang juga kita miliki, dan perilaku yang tidak kita sukai pada orang lain ternyata juga merupakan perilaku diri kita sendiri!

Semua aksi yang pernah aku lakukan
Jugalah aksi yang pernah kau lakukan
Semua kata yang pernah aku ucapkan
Jugalah kata yang pernah kau ucapkan

Ketika kita menudingkan jari telunjuk ke muka orang lain, sesungguhnya—pada saat yang sama—kita sedang menudingkan tiga jari lainnya ke muka kita sendiri. Ilustrasi ini seharusnya sudah cukup menyadarkan bahwa sesungguhnya kita belum tentu lebih baik dibanding orang yang kita tuding buruk, bahwa yang kita anggap salah pada diri orang lain bisa saja juga melekat pada diri kita sendiri.

Pelajaran penting tentang manusia adalah kenyataan bahwa kita tak pernah bisa selesai berhenti mempelajarinya—tetapi kita selalu saja tak pernah belajar dari apa yang telah kita pelajari tentang manusia. Kita tak pernah lulus dari belajar memahami, karena kita selalu lebih ingin dipahami. Dan kemudian, kita menganggap telah dapat memahami orang lain, tanpa pernah mau melihat diri sendiri dan menyadari bahwa kita tak jauh beda dengan orang lain.

Mungkin kenyataan rumit sekaligus ironis ini terjadi karena kompleksitas psikologi manusia—atau mungkin juga karena kenaifan dan kebodohan kita. Tetapi, meski begitu, belajar memahami jauh lebih baik daripada tidak pernah belajar sama sekali. Dan, cara paling mudah untuk belajar memahami, menurut saya, adalah dengan selalu mengingat suara Sherina menyanyikan lagunya. Setiap kali kita ingin berbicara hal buruk apa pun tentang orang lain, ingatlah bahwa…

Semua rasa yang pernah aku rasakan
Jugalah rasa yang pernah kau rasakan
Semua rahasia yang pernah kusembunyikan
Jugalah rahasia yang pernah kau sembunyikan


*) Bait-bait yang ditulis miring adalah syair lagu Sherina.

 
;