Kamis, 20 Mei 2010

Tempat yang (Terlalu) Indah



Melihatnya berkali-kali, dan melihatnya lagi berkali-kali, tetap saja aku mengakui dan meyakini bahwa ini tempat yang indah—terlalu indah. Tak seharusnya ada tempat yang terlalu indah seperti ini. Karena, orang akan terlupa pada esensinya dan hanya mengagumi keindahannya. Karena, kita akan terlena dengan kulitnya dan terlupa pada isinya. Tempat yang terlalu indah ini berbahaya—menurutku, terlalu berbahaya.

Ada juga yang tidak terlalu indah seperti itu—aku mengakui. Tetapi tetap saja, tempat itu tetap indah. Dan bukankah keindahan itu sesuatu yang relatif? Jadi meski ada yang menyatakan di sini tidak indah atau di sana kurang indah, tetap saja semuanya terlalu indah—karena relativitasnya.

Kemarin, hari ini, esok atau kapan pun, aku akan selalu melihatnya, bahkan mengunjunginya. Ya, ya, tempat itu—tempat yang terlalu indah itu. Bahkan kalau pun aku tidak datang, maka tempat itu yang akan datang kepadaku, atau memanggil-manggilku, dan menggodaku, dan…aku terlena lagi dalam keindahannya. Tidak seharusnya tempat seindah itu. Tidak seharusnya…

Jadi aku tak pernah paham. Apakah yang tersimpan di sini, di tempat ini, hingga dibuat seindah itu. Rahasia apakah yang sebenarnya ada di sini? Jangan-jangan semua ini hanya jebakan—yeah, katakan saja semacam daging segar yang dipasang dalam perangkap tikus. Kau akan tergoda saat melihatnya, tetapi kemudian kau akan terkurung sampai mati begitu mencoba menyentuhnya.

Kemana pun saja kaki melangkah dan kemana saja mata memandang, tempat itu tetap ada—dimana-mana, beserta keindahannya. Oh, tempat yang terlalu indah, bukan? Kita tahu—dan kemudian kita berperang memperebutkan tempat itu. Keramat atau keparat…? Yang kukhawatirkan kalau kita semua ternyata tertipu—memperebutkan keindahannya semata-mata, tetapi terlupa pada esensi tempatnya.

Ada pula yang telah tergila-gila pada tempat itu—yeah, kebanyakan begitu—dan kemudian membangun cukup banyak tempat yang (terlalu) indah seperti itu. Tak tahulah apa yang ada dalam kepalanya, tapi kupikir mungkin itu karena ada semacam rasa ekstase—perasaan sakaw secara mental dan spiritual kalau tak melakukannya. Ya, ya, ada cukup banyak yang seperti itu. Bahkan, terkadang, aku juga begitu. Atau ingin begitu.

Tempat ini terlalu indah. Oh, sialan, mengapa ada tempat yang seindah itu…? Dan tidak berhenti di sini saja, keindahan itu terus bertumbuh—dari waktu ke waktu, bahkan dari niscaya ke niscaya. Entahlah, apa sesungguhnya yang dimaksud di sana. Sepertinya ada firman tersembunyi di dalamnya, yang hanya dapat kau temukan kalau kau telah memasukinya—entahlah. Aku hanya tahu kalau itu tempat yang terlalu indah, yang menurutku tidak seharusnya begitu.

Tetapi, well, bagaimana kalau tempat itu tidak (terlalu) indah seperti itu?

Uh, oh, itulah mengapa aku bertanya-tanya sendiri dari tadi.

Ada yang bisa menjawabku, mengapa ada tempat yang terlalu indah seperti itu?


 
;