Selasa, 04 Mei 2010

Into My Self

Di hamparan luas alam semesta, aku hanyalah sebutir debu di tengah gurun pasir. Di perjalanan panjang sang waktu, aku hanyalah setitik cahaya dalam kegelapan. Di antara jutaan tahun yang berlalu, dan tahun-tahun yang akan datang, kehadiranku hanyalah episode kecil dalam perjalanan panjang kehidupan. Aku datang, melangkah, hidup—kemudian pergi kembali. Ada dan tiada hanyalah soal waktu. Keberadaanku di sini pun hanya soal waktu. Ada waktu saat aku datang, ada waktu saat aku meninggalkan.

Ketika akhirnya kematian menjemputku—sekarang ataupun kelak—aku membayangkan kehidupan akan terus melanjutkan perjalanan, bumi akan terus berputar pada porosnya, rotasi takdir akan tetap bergerak seperti biasa. Aku hanyalah butir kecil pasir kehidupan—ada dan tiadaku tak menghentikan perjalanan waktu, karena aku hanyalah titik kecil di antara garis panjang tanpa batas. Kehadiranku di sini hanya sesaat—mungkin akan diingat, dicatat atau dikenang, namun mungkin akan dilupakan dan ditinggalkan.

Menjalani hidup adalah berlari melintasi alur waktu—kehidupan adalah saat kita bergerak menuju garis akhir, kemudian menyadari garis itulah batas kita bergerak dan berlari. Usia kita akan selesai di situ—dan tak ada yang bisa menundanya, begitu pun aku. Hari, minggu, dan bulan-bulan yang kita lewati adalah bel yang setiap hari berbunyi, mengingatkan garis akhir hidup akan segera sampai, sementara ulang tahun adalah lonceng yang berdentang dengan keras, meneriakkan akhir akan segera tiba.

Hari ini aku menyadari tak bisa mengubah apa pun yang telah lalu. Aku tak bisa mengubah waktu kelahiranku, tak bisa mengubah kehidupan dan masa lalu. Namun aku pun menyadari selalu memiliki kemampuan untuk mengubah langkahku selanjutnya, aku bisa mengubah hidupku sekarang, aku bisa mengubah apa pun yang bisa kuubah. Jika awal keberadaanku tak bisa kuubah, aku punya kesempatan untuk mengubah akhir kehidupanku. Dan jika memang aku hanya sebutir pasir di lautan waktu, aku bisa mengubah pasir menjadi mutiara. Jika memang aku hanya setitik cahaya dalam kegelapan, aku bisa menjadikannya cahaya yang akan tetap menyala meski jasadku tak lagi ada.

Manusia tidak kalah oleh kematian—karena maut bukan datang untuk dikalahkan. Aku tak ingin merasa kalah di hadapan kematian, karena aku selalu memiliki kesempatan untuk menjadikan hidupku bermakna sebelum kematian tiba. In the long run, we are all dead. But I will always run, till the final line I can reach. Happy birthday to my self.

Semoga aku memiliki takdir usia yang panjang. Namun, yang lebih penting dari itu, semoga aku bisa menjadikan hidupku sebagai kesempatan untuk belajar. Agar usia yang kumiliki dapat menjadi jejak yang dapat kutinggalkan di hamparan pasir kehidupan.

Dan kepadamu, Tuhan—karena aku yakin Kau benar-benar ada—terima kasih atas kesempatan hidup yang telah Kau-berikan kepadaku. Terima kasih atas izin yang telah Kau-berikan untukku lahir dan hidup hingga hari ini, hingga ke nanti. Semoga aku tak mengecewakan-Mu. Kalau pun aku sedikit nakal, sungguh, aku akan terus belajar—sehingga aku dapat menjadi lebih baik, setidaknya lebih baik dibanding hari yang kemarin.

Syalala... Aku merayakan hidup!

Syalala... Aku berharap lilinku tak pernah redup!

 
;