Minggu, 28 Maret 2010

Berdamai dengan Diri Sendiri



Jika Tuhan tidak menginginkan saya menjadi seperti ini, tentu Dia akan menciptakan saya seperti yang lainnya itu.

Saya meyakini bahwa sekian milyar manusia yang pernah hidup di bumi ini, yang sedang hidup dan yang akan hidup, tidak ada dan tidak akan pernah ada satu pun yang sama dengan diri kita. Masing-masing orang memiliki keunikannya sendiri-sendiri. Bahkan seumpama sepuluh bayi dilahirkan dalam keadaan kembar pun masing-masingnya akan memiliki ciri khasnya sendiri-sendiri. Inilah modal besar yang telah diberikan Tuhan kepada kita untuk kita gunakan dalam kehidupan ini.

Setiap orang telah diberi suatu keistimewaan yang tidak diberikan kepada orang yang lainnya. Yang perlu kita lakukan sebenarnya bukanlah mengikuti mode atau tren dengan ikut-ikutan menjadi sosok lain, tetapi menjadi diri sendiri dengan menonjolkan keistimewaan yang kita miliki secara unik ini. Mengikuti budaya konformitas (selalu berupaya untuk sama dengan orang lain) hanya akan menjadikan kita sebagai budak lingkungan dan kehilangan jati diri.

Jadilah diri sendiri, adalah nasihat paling mendasar bagi setiap manusia. Lebih dari itu, inilah salah satu jalan untuk menjadi tenang, damai dan bahagia.

Mengapa ada cukup banyak orang yang sulit menjadi bahagia? Salah satu jawabannya adalah karena mereka tidak bisa berdamai dengan dirinya sendiri. Orang-orang ini selalu saja menganggap ada yang kurang dari dirinya, lalu berusaha untuk menutupi kekurangan itu dengan meniru orang lain yang ia anggap lebih baik dari dirinya. Tetapi cara semacam itu tidak akan pernah menyelesaikan masalah, dan hati tidak akan pernah tenang, kehidupan tidak akan pernah tenteram.

Terkadang, dan yang aneh, kita selalu berusaha untuk bisa sama dengan orang lain, sementara orang lain diam-diam ingin bisa meniru kita. Ada cukup banyak orang di dunia ini yang tidak percaya kepada dirinya sendiri hingga menjadikan orang lain sebagai model bagi kehidupannya. Para remaja biasanya menggunakan kawan-kawan sekolahnya menjadi model bagi kiblat hidup mereka, sedang yang lebih dewasa menjadikan teman dalam pergaulannya untuk menjadi panduan kehidupan mereka. Sementara para orangtua biasanya melihat tetangganya, dan belum merasa tenang kalau belum bisa sama dengan para tetangga.

Jika persaingan secara terselubung dan diam-diam semacam ini yang kita lakukan untuk membangun kehidupan kita, kapankah kira-kira hidup ini akan menjadi tenteram? Saya meragukan hidup akan jadi membahagiakan jika kita selalu tak mampu berdamai dengan diri sendiri. Jika kita bersaing dengan orang lain, meskipun persaingan itu dilakukan secara diam-diam, persaingan itu tak akan pernah selesai. Satu kemenangan berhasil dimenangkan, kemudian orang lain memenangkan persaingan itu, dan kita menjadi panas kembali.

Kalau memang harus dan ingin bersaing, maka satu-satunya saingan yang paling sehat untuk diajak bersaing adalah diri kita sendiri. Selalulah berusaha lebih baik dari diri kita yang sekarang—inilah jalan paling konstruktif untuk membangun hidup sekaligus cara memperoleh kebahagiaan yang benar.


 
;